"Ada kemajuan gak, Rai? Gue lihat-lihat lo sama Galen malah makin jauh. Akhir-akhir ini lo lebih sering bareng Brian. Jangan bilang lo naksir sama Brian juga. Ya Allah, Sorai! Jangan maruk dong. Gini ya, gue mau jujur sama lo. Gue, Mentari Azalea Pradikta, suka sama Brian. Jadi please, comblangin dia ke gue aja!"
Sorai langsung tersedak minumannya sendiri. Dia tak pernah mengira jika sahabatnya itu menyukai Brian. Antara senang dan aneh.
"Ih lo kenapa kaget gitu sih? Emang salah gue suka sama tetangga lo itu, Rai?"
"Demi apa sih, Tar, lo suka sama Brian? Sejak kapan?"
"Sejak dia anterin gue pulang dua minggu yang lalu. Motor gue mogok di tengah jalan waktu itu, kebetulan dia lewat terus bantuin gue benerin. Tapi ternyata motornya harus di benerin dibengkel. Jadi dia saranin buat pulang bareng dia dulu."
"Motornya lo tinggal?"
"Iyah, tapi langsung diurus sama orang suruhan Papa gue, kok. Jadi aman. Brian tuh baik banget ya, Rai?"
Sorai mengangguk. Sejauh ini, Brian juga yang selalu membantunya. Selalu ada saat dirinya butuh, selalu ada saat dia sedih. Brian, sebaik itu. Sorai pikir, Brian memang baik pada semua orang. Namun terkadang, Sorai merasa dirinya lebih spesial bagi cowok itu. Salahkah?
"Kalo lo sedih, lo bisa cerita sama gue."
"Rai, gue sahabat lo, gue mau yang terbaik buat lo."
"Hidup itu nggak selamanya indah, Sorai. Lo harus belajar menerima luka."
"Buat apa sih perjuangin orang yang gak sayang sama lo? Rai, kalo lo mau buka mata, sebenernya ada orang lain yang jauh lebih sayang sama lo. Cuma lo nggak sadar aja."
"Lo itu terlalu berharga buat disakitin. Bilang sama gue kalo ada yang buat lo sakit hati, ya?"
"Lo butuh uang berapa? Gue pinjemin dulu deh. Bayarnya bisa nanti kalo orang tua lo udah balik."
"Lo dimana? Kata nyokap lo, dari pagi lo belum pulang. Pergi sama siapa? Kalo gak ada yang jemput biar gue aja."
Mentari mengibaskan tangannya di depan wajah Sorai. Cewek itu melamun. Sorai baru sadar jika perhatian Brian padanya terlalu berlebihan. Akhir-akhir ini cowok itu bahkan sering main ke rumah Sorai dengan alasan terganggu oleh abangnya yang menyebalkan.
Padahal setahu Sorai, Bang Prasetya itu baik banget. Sosok abang yang Sorai sangat impi-impikan. Sayangnya, Sorai anak tunggal.
"Woii, malah ngelamun sih. Lo beneran suka sama Brian, ya?"
Sorai meneguk minumannya lebih pelan. Setelahnya dia menatap Mentari dengan serius. "Menurut lo, mungkin nggak sih kalo Brian yang suka sama gue?"
"Sorai ...! Sadar gak sih pertanyaan lo itu ngejatuhin harapan gue banget? Ya mungkin banget dong. Kelihatan kali kalo dia tuh nyaman deket sama lo. Gue tahu Brian baik sama semua orang. Bedanya, kalo ke lo, Brian pake perasaan. Matanya menyiratkan semuanya. Bego banget kalo lo gak peka."
"Tapi pas gue tanya, dia jawab biasa aja."
"Huh! Logikanya gini deh. Dia nggak mungkin bilang suka sama lo kalo dia sendiri tahu, hati lo bukan buat dia. Bisa aja kan dia nunggu waktu yang tepat. Lagian, gimana Brian mau jujur kalo lo aja selalu sebut nama Galen disetiap cerita lo?"
Sorai pada akhirnya mengangguk setuju. "Iyasih."
"Udah, gitu doang respon lo?"
"Gue harus bereaksi gimana?"
"Ihh, lo suka nggak sama Brian?"
"Suka."
"Sorai ...!"
"Suka sebagai sahabat aja, Tar. Gak lebih. Iya nanti gue bantu lo deket sama Brian. Tapi gue nggak bisa janji."
Mentari tersenyum, mendekatkan wajahnya lebih dekat ke hadapan Sorai. Tangannya lalu mencubit pipi Sorai dengan gemas. "Makasih!"
"Awhh, sakit Mentari!"
Mentari tertawa lalu berlari keluar kantin meninggalkan Sorai sendirian. "Ck, kebiasaan," keluh Sorai.
Baru saja dia bangkit berdiri, sosok yang tadi dibicarakan menatapnya. Melambaikan tangan dengan senyuman yang selalu saja manis. Mau tak mau, Sorai membalas sapaan Brian.
Detik berikutnya, saat Brian berjalan mendekat dengan tangan membawa nampan berisi mie ayam, Sorai juga melihat Galen. Cowok itu seperti tengah mengawasi dari jauh.
"Lihat apa sih? Serius amat."
"Eh, hmm. Bukan apa-apa kok. Duduk gih, makan tuh mie ayam."
Brian mengangguk. Langsung duduk dan meletakkan semangguk makanan yang menggiurkan itu. Mengaduknya pelan sebelum berkata, "lo nggak makan?"
Sorai menggeleng. "Masih kenyang."
"Mau cobain mie ayam punya gue nggak?"
"Hah?"
"Aaa ..., buka mulutnya."
Brian terlanjur mengarahkan sendok berisi mie ayam. Membuat Sorai kesulitan menolak. Cewek itu akhirnya membuka mulut.
"Enak nggak?"
Lidahnya tidak perlu memproses dua kali untuk mengatakan jika mie ayam kantin itu enak. "Mie ayam di kantin ini emang dari dulu nggak ada duanya."
"Bang Pras juga bilang gitu."
"Bang Pras alumni sekolah kita?"
"Cuma satu tahun. Pas kelas sebelas dia pindah sekolah. Di sekolah ini dia ketemu sama Kak Kelva. Pacarnya yang sekarang."
"Mereka emang cocok banget."
Sorai kembali memperhatikan sekitar, terutama dibagian tadi ia melihat Galen. Ternyata cowok itu masih ada, bahkan masih memperhatikannya.
Salahkah jika Sorai menduga bahwa Galen mulai tertarik?
Setahu Sorai, Galen bukan tipe cowok yang suka diawasi dan mengawasi. Namun kali ini, cowok itu bahkan tidak berpaling saat Sorai menangkap basah tatapannya.
"Oh, ada dia, pantesan."
"Apa gue yang kegeeran ya, Bri? Daritadi Galen lihat ke arah sini mulu."
Brian menganggat bahu. "Kalo lo peka, lo pasti tahu maksudnya apa dia lihatin lo begitu. Sayangnya, emang lo gak pernah peka."
⭐⭐⭐⭐⭐
#Div menyapa!Ada yang rindu kah?
Jangan lupa vote dan komennya yah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mari Kita Cerita Tentang Luka
Roman pour AdolescentsSebuah kisah yang rumit. Antara aku, kamu dan luka kita. ________________ Dipubliksaikan pada tanggal : 27 Februari 2021