Bintang Galendra. Cowok itu cekatan mengangkat tubuh seorang gadis yang baru saja pingsan di lapangan akibat ulahnya sendiri.
Entah apa yang terjadi, selepas dia memarahi gadis itu habis-habisan di hadapan banyak pasang mata, gadis itu langsung tak sadarkan diri.
Apa Galen keterlaluan jika mengatakan bahwa gadis itu tak boleh menyentuhnya lagi, tidak boleh bicara padanya lagi, juga tidak boleh mengirim pesan apa pun?
Saat ini Galen panik. Walau bagaimanapun, gadis itu adalah orang yang pernah Galen sayangi. Galen pernah ingin membahagiakan gadis itu seumur hidupnya. Meski pada kenyataannya saat ini Galen sangat kecewa.
"Agnes, bangun. Gak usah pura-pura pingsan demi dapet perhatian dari gue, Nes!"
Secepat mungkin Galen segera membawa gadis dengan nama Agnes Aurora itu ke UKS. Kali ini dia yakin bahwa gadis itu tidak sedang bercanda.
Di sana ada satu siswi yang Galen duga adalah anggota PMR. Berambut sebahu, tersenyum simpul saat melihat Galen masuk.
Galen membuka suara saat melihat gadis itu hanya diam saja tanpa mau membantu. Bahkan wajahnya terlihat sangat gugup dan tak tahu apa-apa.
"Tolong cek dia kenapa," ucap Galen tanpa keramahan sedikit pun. Cowok itu langsung meletakkan Agnes dengan hati-hati di ranjang UKS.
Siswi itu terkesiap, dia baru saja terpesona oleh ketampanan Galen. Namun suara Galen yang terdengar seperti memerintah itu membuatnya sadar dan langsung kebingungan. "Eh, umm. Gimana? Gue gak tahu caranya nanganin orang pingsan."
"Ck, lo tanya gue? Ya mana gue tahu."
"Lo nggak kenal gue, Galen? Gue Sorai, tim vokal yang dua hari lagi tampil bareng lo di pentas ulang tahun sekolah. Gue bukan anak PMR."
Galen menghela napas, "Terus mana anggota PMR, kenapa malah lo yang ada di sini? Harusnya ada yang jaga, kan?"
Sorai menggeleng. Mengangkat benda berukuran kecil di tangannya. "Gue mau ambil minyak angin, kepala gue pusing. Tadi yang jaga ruangan lagi keluar bentar. Mau ke toilet katanya. Jadi gue ambil ini sendiri."
"Oh."
"Galen, emangnya dia kenapa bisa pingsan. Lo apain?"
"Kalo lo nggak tahu apa-apa, bisa nggak lo keluar aja dari sini?"
Sorai langsung cemberut. Galen itu tipe cowok yang menyebalkan. Tapi setiap Sorai tak sengaja menatap matanya, Sorai ingin terus melihatnya.
Galen anak jurnalistik. Mading-mading keren yang terpajang di beberapa bagian sekolah itu kebanyakan buah ide dari Galen. Cowok itu juga sangat menyukai puisi, dia pintar membuat gadis luluh dengan kata-katanya yang puitis. Andai saja Galen bisa bersikap sedikit lebih manis.
Tapi jika di kehidupan aslinya, jangan minta Galen bersikap baik. Galen itu terkadang tidak punya perasaan. Dia hanya akan menjadi malaikat pada orang yang benar-benar dia sayang.
Pokoknya, Galen itu mirip banget sama tokoh cerita yang pernah Sorai baca.
"Tunggu, tadi nama lo siapa?" tanya Galen sebelum Sorai melangkah pergi.
Sudut bibir Sorai langsung terangkat sempurna. Berbalik badan lalu berucap, "Sorai Lentera."
"Sepulang sekolah, kita latihan buat pentas di ruang seni. Lo persiapin semuanya karena gue gak punya banyak waktu."
Sorai mengangguk. Galen memang terkenal sangat sibuk di sekolah.
Sorai tidak akan pernah melupakan moment ini. Moment untuk pertama kalinya dia berbicara dengan Bintang Galendra. Tapi, bisakah dia meluluhkan hati Galen dengan mudah? Sementara masih ada Agnes dalam hidup cowok itu.
Meski status mereka kini sudah menjadi mantan, buktinya Galen masih peduli pada gadis itu. Wajahnya terlihat sangat khawatir melihat Agnes tak kunjung sadarkan diri.
Sorai jadi iri. Dia berharap suatu saat keajaiban akan datang. Sehingga dia bisa lebih dekat dengan Galen. Cowok yang dia sukai sejak pertama kali melihatnya.
Sorai telah benar-benar hilang dari pandangan Galen. Dirinya kini fokus pada Agnes.
"Apa gue keterlaluan ya?" tanyanya pada diri sendiri.
Tak berselang lama. Agnes membuka mata. Dengan wajah yang masih pucat dia tersenyum.
"Aku tahu kamu masih peduli, Gal. Thanks," ucap garis itu lembut.
"Syukurlah lo udah sadar. Gue nolongin lo bukan karena gue masih ada rasa, Nes. Ini bentuk peduli gue sebagai manusia aja. Gak lebih. Gue pergi dulu."
"Kita pernah bahagia berdua, Gal. Kamu pasti inget kalo aku gak bisa jauh dari kamu. Semua yang terjadi sama kita itu salah paham. Aku ngerasa kalo aku gak sepenuhnya salah. Kamu tahu aku gak bisa kesepian, tapi kamu terlalu sibuk sama urusan kamu sampai gak ada waktu buat aku."
"Lo bisa tunggu gue sebentar, Nes. Gak perlu cari orang lain buat jadi peneman sepi lo. Apalagi sampe bikin dia baper."
"Galen! Kesannya aku murahan banget tahu nggak."
"Apa? Lo gak terima. Gue lebih gak terima saat gue lihat sendiri lo lagi ciuman sama laki-laki yang lo anggap sahabat itu, Nes. Lo selingkuh. Gak usah cari pembelaan apapun lagi."
Meski Agnes memohon sekalipun, Galen tak akan berbalik. Sudah keputusannya untuk menjauh dan tak berhubungan lagi dengan Agnes. Hanya saja gadis itu tak kunjung menyerah untuk mengajak Galen balikan. Bahkan dibeberapa keadaan Agnes masih merasa dirinya tidaklah salah.
Hati mana yang tidak hancur melihat orang yang disayang justru bermesraan dengan orang lain.
Agnes tak bisa menjawab apa-apa lagi. Hanya air mata yang bisa menjelaskan bahwa dia sangat menyesal. Pada kenyataannya, hanya Gelen yang dia sayang dan dia cintai.
"Gak usah pakai air mata buaya lo untuk bikin gue luluh, Nes. Karena percuma. Kaca yang udah retak mungkin memang bisa diperbaiki, tapi nggak akan pernah sama seperti awalnya."
Mau bagaimanapun sikap Galen saat ini. Agnes tidak akan menyerah. Dia masih yakin bahwa di hati Galen masih ada namanya. Apalagi tadi dia lihat sendiri bahwa cowok itu masih mau menolongnya.
Galen bagi Agnes adalah sosok yang spesial. Dia memang terlihat cuek. Tapi perhatian pada orang-orang yang disayang sangatlah besar. Galen bisa melakukan apapun untuk orang yang berarti dalam hidupnya.
Meski saat ini Galen tidak terlihat sekaya dulu. Agnes juga tidak peduli. Bahkan dia rela memberikan apapun jika Galen memintanya. Karena yang gadis itu butuhkan hanyalah sosok Galen ada di sampingnya.
Galen keluar ruangan. Bertepatan dengan itu, penjaga ruang UKS alias anak PMR masuk. Galen menjelaskan apa yang terjadi pada agnes sebelum dia benar-benar pergi.
"Kata Galen lo pingsan. Udah minum obat?" tanya cewek bernama Raisya.
Agnes menggeleng. "Obat yang bakal lo kasih gak akan bikin gue sembuh, Sya."
Raisya mengejutkan kening bingung.
"Karena obat yang paling ampuh buat gue cuma keberadaan Galen."
"Bukannya tadi udah dijenguk dia?"
"Nggak. Justru dia yang bikin gue sakit."
"Terus kenapa lo masih ngejar-ngejar dia kalo itu bikin lo sakit, hah?"
"Karena kata orang cinta itu butuh pengorbanan. Anggap aja gue lagi berjuang."
"Aneh! But, terserah lo."
"Mana obatnya?"
"Katanya gak bikin sembuh?"
"Setidaknya bisa bikin gue bertahan."
Raisya sedikit heran. Seorang Agnes hang notabena anak popular saja masih harus mengemis perhatian Galen. Bagaimana nasib penggemar Galen yang lain?
KAMU SEDANG MEMBACA
Mari Kita Cerita Tentang Luka
Ficção AdolescenteSebuah kisah yang rumit. Antara aku, kamu dan luka kita. ________________ Dipubliksaikan pada tanggal : 27 Februari 2021