Pulang sekolah Sorai berjalan ke arah halte, berdiam diri di sana. Dia lupa membawa payung, sementara langit terlihat kelabu, pertanda hujan akan turun. Sorai berharap dia sampai lebih dulu sebelum hujan datang. Namun sial, belum saja Sorai melangkah menuju rumah, gerimis sudah lebih dulu turun.
Rumahnya memang tidak jauh dari sekolah, tapi tetap saja Sorai takut terjebak hujan lebat nantinya. Jika dipaksa berlari, dia juga tidak sanggup.
"Kalo di cerita novel yang gue baca, harusnya ada yang bisa bantu gue. Anterin gue pulang atau setidaknya pinjemin payung." Sorai memulai khayalannya.
Suara tawa yang tak asing di telinga Sorai mengejutkannya. "Gimana kalo gue aja yang anter lo pulang?"
Sorai langsung tersenyum. Brian pasti mendengar khayalan Sorai tadi. Di tangan cowok itu sudah ada satu payung berukuran sedang. Cukup untuk dua orang.
Brian adalah teman sekaligus tetangga Sorai yang sangat baik hati. Sorai dan Brian terkadang sering dikira memiliki hubungan lebih dari sekadar teman biasa. Sikap Brian yang perhatian, ramah dan manis ini sering menjadi alasan mengapa orang-orang mengira Sorai dan Brian sudah resmi berpacaran.
"Brian, gue berharap pangeran yang dateng, bukan lo. Kenapa lo lagi lo lagi sih yang ada di hadapan gue?"
"Apa bedanya sih? Kan gue juga nggak kalah ganteng dari pangeran. Gue kurang keren gimana sih, Rai? Lagian masih mending ada gue. Coba kalo nggak ada, lo bisa aja pulang sendiri sambil hujan-hujanan. Mau?"
"Lo ajak gue pulang pasti karena ada maunya. Iya, kan?"
"Gak bisa positif thinking banget ya lo sama gue? Ini niat gue baik loh, tapi kalo lo nggak mau, gue juga nggak akan maksa. Tuh lihat udah mulai gerimis, mau lo kejebak hujan lagi kayak waktu itu?"
Sorai kembali melihat langit, dia yakin hujannya akan berlangsung lama. Sorai juga tidak suka menunggu hujan reda sendirian. Traumanya mungkin akan kambuh.
Dulu, Sorai sangat menyukai hujan. Namun setelah kejadian satu tahun lalu, ketika dia terjebak sendirian di pelataran toko setelah membeli buku, Sorai melihat sendiri bagaimana petir dan angin bisa menumbangkan pohon besar yang tak jauh dari dirinya berada. Sorai jadi sangat ketakutan. Suara yang dihasilkan begitu pohon tumbang langsung terngiang-ngiang di kepala Sorai saat ini.
"Oke, gue ikut!"
Brian mengacak puncak kepala Sorai. Tersenyum lagi. "Anak pintar."
Brian memayungi Sorai, cowok itu suka jika Sorai sering bergantung padanya. Namun Brian juga tahu, Sorai tidak akan bisa melihat perasaan lain yang selama ini dia miliki untuk gadis itu. Entah sampai kapan Brian akan mengagumi sorai dari balik layar.
Mata Sorai selalu tertuju pada manusia lain yang Brian rasa, orang itu jauh lebih sempurna dari dirinya. Tampan, tinggi, pintar. Gadis mana pun mungkin akan luluh pada pesonanya. Bintang Galendra, Brian tahu cowok itu masih menjadi manusia favorit Sorai saat ini.
Brian mungkin hanya akan terus bersembunyi, mengawasi Sorai dari kejauhan. Menjaga gadis itu tanpa perlu orang-orang sadari. Meski terasa tidak adil jika nantinya orang lain yang akan membersamai gadis itu.
"Brian, Galen kayaknya nggak akan suka sama gue. Tipe cewek idamannya mungkin bukan gue. Sikapnya ketus banget. Gue jadi mikir, apa gue mundur aja?"
Pernyataan itu tidak lantas membuat Brian senang, dia justru ikut merasakan bahwa Sorai tengah kecewa.
"Dia minta gue untuk berhenti kagum dan suka sama dia, Bri. Tapi gue gak tahu bakal sanggup atau nggak."
"Terus?"
"Menurut lo, apa gue harus nyerah sekarang? Padahal gue ngerasa, ini baru aja dimulai."
"Kalo lo mundur, lo juga nggak akan kehilangan apa-apa, sih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mari Kita Cerita Tentang Luka
Novela JuvenilSebuah kisah yang rumit. Antara aku, kamu dan luka kita. ________________ Dipubliksaikan pada tanggal : 27 Februari 2021