Pagi ini turun hujan, Sorai menunggu Brian di teras rumahnya. Kebiasaan yang sejak dulu dia lakukan. Brian tak mengizinkan Sorai berangkat sendirian ke sekolah jika cuaca sedang tidak mendukung.
Lima belas menit menunggu, Brian belum nampak juga. Sorai takut telat. Mengirim pesan sudah, ditelepon tidak ada jawaban. Kemana Brian?
Kanaya keluar menemui putrinya.
"Brian belum berangkat juga?"
Sorai menggeleng dengan wajah cemas. "Apa Brian sakit ya, Ma?"
"Bisa jadi begitu. Ya sudah, kamu berangkat sendiri saja hari ini. Hujannya juga gak terlalu deras, kan? Bentar, Mama ambil payung dulu."
Mau tidak mau, Sorai mengangguk.
Di sepanjang perjalanan. Sorai jadi teringat kata-katanya kemarin pada Brian. Kata-kata yang mungkin menyinggung perasaan cowok itu. Kalimatnya pasti membuat Brian sakit hati jika memang benar Brian menyukai Sorai.
Mungkinkah hal tersebut yang membuat Brian enggan menemui Sorai hari ini?
Apa Sorai salah jika memperingatkan Brian untuk jangan suka padanya?
Sesampainya di sekolah, Sorai menutup payungnya perlahan. Menitipkan benda itu pada satpam seperti beberapa siswi lainnya.
Setelahnya Sorai berlari kecil mencari jalan yang melindunginya dari hujan yang mulai reda.
Sialnya saat sampai lantai koridor, Sorai hampir terpeleset. Hal itu membuatnya sedikit malu. Namun juga bernapas lega karena tubuhnya tak sampai menyentuh lantai yang licin itu. Berpegangan pada pilar cukup mengembalikan keseimbangannya.
Tak lama setelah itu, Galen berada di sampingnya. Berbisik di telinga Sorai dengan suara khasnya.
"Hati-hati," ujarnya.
Lalu berlalu begitu saja. Meninggalkan Sorai yang terpaku di tempat.
Jantung Sorai berdetak dua kali lipat rasanya. Ingin rasanya dia melompat akibat terlalu senang. Sedekat itu jaraknya dengan pangerannya tadi.
Apa Galen mulai peduli?
Rasanya Sorai ingin mendengar sekali lagi suara itu, suara yang sangat mampu meluluhkan hatinya untuk kesekian kali.
💫💫💫
Di kelas sedang berlangsung pelajaran Bahasa Indonesia. Sorai masih melamun tentang kejadian pagi tadi. Tersenyum dengan tatapan kosong ke luar jendela. Sampai ia sendiri tak sadar bergumam. "Suaramu membuatku candu."
"Ckk ... Sorai, lo lagi apa sih. Itu Pak Dimas lihatin lo mulu!"
Sorai langsung menatap Mentari. "Mikirin Galen, Tar."
"Hmm, kebiasaan!"
Mentari hanya menggelengkan kepalanya, lalu kembali fokus pada catatan yang dia buat. Pak Dimas suka sekali tiba-tiba menyuruh muridnya mengumpulkan buku catatan.
"Lo nggak nyatet?"
Sorai menggeleng. "Nanti pinjem punya lo aja, ya?"
"Oke."
Setelah mengakhiri materinya. Pak Dimas undur diri. Waktu istirahat dimulai.
"Mau ke kantin sekarang?"
Bukannya menjawab, Sorai malah melontarkan pertanyaan lain. "Brian kok gak balas chat gue ya, Tar? Udah dari semalam dia nggak bisa dihubungin. Dia kemana, Tar?"
"Kalo lo tanya gue, gue harus tanya siapa? Coba cari ke kelasnya aja."
"Malu."
"Kenapa?"
"Nanti dikira pacarnya Brian."
"Bukannya semua orang juga udah tahu kalo kalian cuma sahabatan?"
"Gak semua, Tar. Gue tahu beberapa orang berpikir kalo gue lebih dari sahabatnya Brian."
"Wajar, Rai. Kalian deket banget soalnya."
"Kalo kangen Brian, gapapa kan, Tar?" ucap Sorai pelan dan ragu.
Mentari tersenyum tipis. "Gak apa-apa banget, Rai. Kenapa tanya sama gue? Itu kan hati lo, perasaan lo. Mau lo kangen sama Brian atau Galen, itu hak lo. Meskipun gue gak munafik ya, Rai. Gue masih belum bisa move on dari Brian sepenuhnya. Kedekatan lo sama Brian sering bikin gue cemburu. Tapi itu semua gak penting, perasaan gue gak penting. Gue udah memutuskan untuk mundur. Bahkan kalo nanti pada akhirnya lo sama Brian jadian, gue gak apa-apa. Gue ikut seneng kalo sahabat gue juga seneng."
"Mentari, lo baik banget. Gue yakin, cowok yang nanti dapetin lo bakal merasa beruntung banget. Sama kayak gue yang bisa jadi sahabat lo."
"Udah ah. Apaan sih ini? Kok jadi melow. Ayo ke kantin. Gue laper, Sorai Lentera."
💫💫💫
Brian duduk dengan tenang di perpustakaan. Tangannya sibuk membolak-balik buku yang dia ambil acak dari rak bagian novel.
Handphone di atas meja tergeletak begitu saja. Notifikasi yang muncul di atas layar tak mengganggunya sama sekali. Bahkan tak ia lirik barang sedikit.
Perkataan Sorai kemarin cukup membuatnya patah arang. Membuatnya tidak menginginkan apa-apa selain ketenangan.
Tiba-tiba ada adik kelas perempuan yang duduk di sebelahnya. Wajahnya cantik, putih, tapi gadis itu memiliki kantung mata yang menghitam. Seperti sedang sakit atau kekurangan tidur.
"Baca buku apa, Kak? Serius banget kayaknya. Seru, ya?" tanyanya.
"Oh iya, kenalin, namaku Raditha Amara Senja. Nama Kakak siapa?"
"Brian."
"Temennya Kak Sorai, kan? Eh, atau pacar?"
Brian diam cukup lama sebelum menjawab. Senja masih menunggu jawaban. Gadis yang Brian rasa cukup aneh ini mulai menarik perhatiannya.
Dibalik wajahnya yang terlihat pucat. Gadis itu ternyata memiliki sikap yang tak terduga. Sangat percaya diri dan terlihat sangat ceria. Padahal Brian kira, gadis itu seorang pendiam.
"Penting buat gue jawab atau nggak?"
"Ya kalo Kak Brian mau jawab silahkan, tapi kalo nggak juga gak apa-apa. Senja nggak maksa."
"Lo kenal Sorai?"
"Nggak kenal sih, cuma tahu aja. Yang waktu itu duet sama Kak Galen, kan? Suaranya bagus banget dua-duanya. Duet mereka berdua keren parah pokoknya."
Mendengar penuturan Senja, membuat Brian kembali kesal. Lebih tepatnya semakin insecure. "Gue ke kelas duluan."
"Senja salah ngomong ya, Kak? Maafin senja."
Tanpa memedulikan adik kelasnya lagi. Brian langsung berdiri. Menyimpan buku di tempat semula, lalu pergi.
Senja hanya pasrah saat melihat Brian sudah keluar dari perpustakaan. Padahal dirinya masih mengingnkan sedikit waktu lagi. Dia sangat merindukan Brian.
"Senja seneng akhirnya bisa ngobrol sama kamu, Kak. Seperti mimpi yang jadi nyata. Akhirnya Senja berani buat muncul di hadapan Kak Brian lagi. Orang yang sejak kecil Senja suka. Sayang, bahkan sampai saat ini, Kak Sorai yang jadi pemeran utama. Kamu bahkan gak ingat aku, Kak."
Senja memegang kepalanya yang mulai terasa pusing. Penyakitnya kambuh lagi. Pandangangannya memburam dan semakin gelap. Senja pingsan.
⭐⭐⭐⭐
Next?Sekarang kenalan sama Senja dulu.
🎶Playlist - Utuh (Satine Zaneta)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mari Kita Cerita Tentang Luka
Ficção AdolescenteSebuah kisah yang rumit. Antara aku, kamu dan luka kita. ________________ Dipubliksaikan pada tanggal : 27 Februari 2021