🌸 Jauh Lebih Dekat

24 3 7
                                    

Setelah mengatakan hati-hati pada Sorai, Galen kembali menengok ke belakang. Memperhatikan gadis itu yang masih diam di tempat.

Galen tersenyum. Benar kata Jevan dan Banyu. Sorai memang lucu.

Rambut sebahunya menjadi daya tarik tersendiri. Senyumnya manis. Jika dibandingkan dengan Agnes, mungkin akan banyak yang bilang bahwa Agnes lebih cantik. Tapi Sorai jauh lebih menarik.

"Gal,  lo di suruh menghadap guru BP. Katanya ada hal penting yang mau dibicarain." Saloka menyampaikan pesan yang dia terima kemarin sore pada Galen saat mereka berpapasan.

"Kapan?"

"Pas jam istirahat."

Galen mengangguk. "Oke."

"Kalo gitu gue duluan. Ada rapat OSIS dadakan nih pagi-pagi."

Setelah Saloka pergi, Galen kembali melanjutkan langkahnya menuju kelas. Satu hal dalam benaknya saat ini. Dia tahu apa yang akan guru BP katakan. Kemungkinan besar adalah masalah biaya sekolah yang menunggak.

Seperti bulan-bulan sebelumnya. Galen harus menjelaskan alasan mengapa dia bisa telat membayar. Meminta keringanan waktu sampai dia punya cukup uang.

Hidupnya tidak sesulit ini dulu. Semuanya berubah saat ayahnya tak lagi tingal dengannya.

Semua fasilitas yang dulu diberikan sekarang tidak ada lagi.

Galen pada akhirnya harus mencari uang tambahan. Sebab dia tak mungkin mengandalkan kakaknya terus-menerus. Apalagi bisa dibilang pekerjaan kakaknya itu tidak terlalu baik.

Begitu masuk kelas, Jevan dan Banyu menyambutnya dengan candaan. Galen sama sekali tidak merespons.

"Dipanggil guru BP lagi ya, Gal?" tanya Jevan memastikan. Dia sendiri sudah tahu apa yang beberapa bulan terakhir ini menjadi masalah untuk sahabatnya.

"Gue masih ada simpenan. Kalo lo mau, pake dulu aja," ujar Banyu menawarkan bantuan.

"Eh eh, simpenan apaan dulu nih maksudnya. Cewek ya?"

"Simpenan uang Jevan bego. Yakali cewek."

"Berapa? Giliran gue minjem aja. Pelit lo!"

"Bukan gak mau minjemin ke lo Jev. Tapi masalahnya lo doyan ngutang tapi gak pernah bayar. Maleslah gue."

Jengah dengan keributan yang kedua sahabatnya buat. Akhirnya Galen bersuara. "Lo berdua beneran mau bantu gue?"

"Ya selagi kita bisa bantu, kenapa nggak? Lagian selama ini, kita berdua sering lo bantuin juga Gal."

"Cariin gue kerjaan."

"Kerja apa?"

"Apa aja."

Jevan dan Banyu saling pandang. Tersenyum lebar.

"Kerjaannya apa aja kan, Gal?"

"Iya apa aja."

Banyu menyerahkan selembar kertas. Di sana tertulis sedang mencari seorang model untuk sebuah brand kemeja pria.

"Setahu gue, uangnya lumayan, Gal. Lo kan cakep, pasti terpilih. Iya kan, Jev?"

Jevan mengangguk. "Gak ada salahnya coba, Gal."

"Dapet ini dari mana?" tanya Galen serius.

"Dari kakak gue. Lo tahu kan kalo Kak Vino fotografer? Dia lagi nyari model yang cocok untuk brand kemeja. Tapi kliennya minta model yang gak biasa-biasa aja. Jadi minta dibuatin casting." 

Galen terlihat menimbang-nimbang. Rasanya memang tak ada cara lain lagi. Dia harus segera mendapatkan uang.

"Castingnya kapan?"

"Mulai hari ini jam empat sore."

"Oke gue ikut."

🌸🌸🌸

Sepulang sekolah, Brian menunggu Sorai di depan gerbang. Dia rindu suara Sorai.

Brian tersenyum saat Mentari melewatinya. Sedang gadis itu langsung menunduk dan mempercepat langkahnya. Mentari hanya tak ingin terjerat pesona Brian lagi. Itu saja.

"Tari," panggil Brian pada akhirnya.

Mentari berusaha biasa aja. Berbalik badan dan menghadap Brian.

"Nyari Sorai, ya, Bri?"

"Dia kemana?"

"Udah pulang. Dia dapet kabar kalo mamanya masuk ke rumah sakit."

"Kapan?"

"Baru aja."

"Oke, thanks infonya ya, Tar."

"Brian tunggu ...! Sorai perginya sama Galen."

Mendengar nama Galen disebut perasaan Brian jadi semakin kacau. Bukankah itu menandakan bahwa  Sorai dan Galen semakin dekat?

"Tar, lo mau ikut gue jenguk mamanya Sorai?"

"Boleh?"

Brian mengangguk. "Ayo, nanti keburu sore," ujar Brian sambil meraih tangan Mentari. Menggandeng tangan gadis itu sampai motornya yang sudah terparkir di depan gerbang. Sementara Jantung Mentari kembali berdegup kencang. Perasaan itu hadir lagi. Perasaan yang sangat sulit untuk ia jelaskan. Entah cinta, entah kagum, atau mungkin hanya sekadar rasa penasaran.

Keduanya melesat membelah jalan. Dibalut bisingnya kendaraan lain, Mentari hanya diam di balik punggung Brian. Namun tiba-tiba saja ada pejalan kaki menyebrang. Brian refleks menekan rem dadakan.

Membuat Mentari langsung berpegangan pada pinggang cowok itu.

"Gak apa-apa, Tar?" tanya Brian memastikan.

Mentari mengangguk. Kembali menarik tangannya. Mungkin saja Brian tak nyaman. "Gak apa-apa, Bri."

"Gak usah dilepas pegangannya. Biar lebih aman."

"Gak apa-apa?"

"Gak apa-apa gimana, Tar? Santai aja, lagian kalo terjadi sesuatu yang buruk sama lo, gue juga yang akan merasa bersalah, kan? Gue yang bawa lo, itu artinya gue harus bertanggung jawab atas keselamatan lo."

Senyum Mentari terbit lagi. Brian kembali meruntuhkan pertahanan hatinya.

"Thanks ya, Bri."

Di tempat lain. Sorai dan Galen baru saja memasuki ruangan tempat Kanaya di rawat. Sorai segera mendekat ke arah brankar tempat mamanya terbaring.

"Mama kenapa bisa kayak gini?"

Kanaya hanya tersenyum tipis. Dia tak ingin putrinya merasa terlalu khawatir.

"Tadi Mama cuma keserempet aja,  kurang hati-hati waktu mau menyebrang."

"Udah kasih tahu Papa?"

Kanaya menggeleng. "Gak usah. Nanti Papa kamu malah khawatir. Mama baik-baik aja."

Luka yang dialami Kanaya memang tidak terlalu parah. Hanya luka memar di beberapa bagian. Namun ia sempat pingsan sebab shock.

"Ini siapa, Sorai?"

Sorai melirik Galen sekilas. "Temen, Ma."

Galen yang sejak tadi hanya diam akhirnya bersuara. "Hallo, Tan. Saya Galen. Tadi saya lihat Sorai panik banget pas denger kabar Tante kecelakaan. Mangkannya saya tawarin tumpangan."

"Oh iya Mama inget, ini Galen yang sering kamu ceritain itu?"

"Mama ...."

"Sorai sering cerita tentang kamu. Ternyata lebih ganteng aslinya di banding di foto."

Sorai mulai menutup wajahnya malu. Mamanya ini tidak bisa menjaga rahasia. Sedang sakit saja sudah bisa membuat anaknya salah tingkah begini.

Galen menatap tingkah Sorai saat ini. Diam-diam dia mengangkat bibirnya perlahan. Tersenyum tipis.

"Lucu banget sih, Rai," batinnya.

_________
I'm back!

Next or No?

Playlist song 🎶 =  Apa Ini Cinta ( Caitlin Halderman )

Mari Kita Cerita Tentang Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang