"Lihat deh si Sorai, beruntung banget ya bisa punya sahabat kayak Brian. Udah ganteng, baik, lucu, perhatian lagi. Jadi pengen juga punya sahabat kayak gitu!" ungkap seorang cewek dengan antusias.
"Ih, emang yakin cuma sahabatan mereka? Orang deket banget gitu. Gue berani bertaruh, pasti salah satu dari mereka nyimpen rasa."
Galen tak sengaja mendengar obrolan dua orang gadis yang kebetulan melintas di sebelahnya. Matanya lantas menuju pada satu titik. Brian dan Sorai tengah berjalan beriringan di hadapannya.
Kini tak ada kata lain yang bisa mendeskripsikan hubungannya dengan Sorai selain kata asing. Sorai kembali fokus pada kehidupannya sendiri tanpa melibatkan Galen. Setidaknya itu yang Galen rasakan.
Tak mendapat senyum apalagi sapa saat berpapasan. Hanya raut datar seolah tak pernah mengenal. Terakhir, Galen berusaha menyapa lebih dulu. Namun hasilnya hanya sebuah luka yang entah, Galen sendiri bingung mengapa ia bisa terluka.
"Are you oke?" tanya Galen kala itu.
Lantas Sorai hanya mengangguk dan berkata "Gue gak papa."
"Magnetnya udah beda, ya?"
Sorai mengerutkan kening. "Maksudnya?"
"Lo lupa? Lo pernah bilang, gue itu kayak magnet, sementara lo adalah partikel besi yang selalu bisa gue tarik. Sekarang ada magnet lain yang jauh lebih kuat, lebih bisa narik lo."
Sorai terdiam. Galen tahu Sorai kesulitan menjawab.
"Banyak yang mau dibilang, tapi susah untuk diungkapkan. Itu yang gue lihat dari diri lo sekarang, Rai."
"Sok tahu!" elak Sorai.
Sorai tiba-tiba melihat Mentari. Menunggu kesempatan, dia langsung melangkah pergi. Mengalihkan perhatian Galen yang masih mencecarnya. Dia sendiri tak mengerti apa yang sebenarnya sedang Galen cari tahu. Hingga bisa berkata demikian.
"Gue duluan, Gal. Semua ini gue yang mulai, yang bikin rumit itu gue dan perasaan gue. Sekarang gue lagi pengen jeda. Jeda untuk hal apapun tentang lo. Jadi gue minta. Lo bersikap sama seperti saat lo gak tahu perasaan gue. Kalo perlu anggap aja lo gak pernah kenal gue sama sekali."
Galen dibuat bertanya-tanya tentang makna jeda yang Sorai maksud. Apa mungkin dirinya masih punya kesempatan memiliki? Apa Sorai sebenarnya tidak berniat melupakan. Hanya jeda katanya, berarti ada kemungkinan dilanjutkan?
Sorai kembali melihat Galen yang masih setia menatap punggungnya. "Oh iya satu lagi Gal. Gue juga akan lupain kata-kata lo di rumah sakit waktu itu. Seperti yang lo minta. Gue nggak akan inget-inget kalo lo pernah bilang cinta sama gue, walau gue gak tahu itu serius atau bercanda. Gue bakal lupain itu. Lo tenang aja."
Galen hanya bisa diam. Dirinya masih mencerna situasi. Sementara Sorai kembali melanjutkan langkahnya menemui Mentari.
"Ini yang lagi dipermainkan hati siapa sih, Rai? Yang bego gue atau lo? Yang melukai gue atau lo. Kenapa gue terluka tapi merasa melukai."
🌸🌸🌸
"Jadi, udah putusin siapa yang mau lo pilih?" tanya Mentari setelah beberapa hari dia menyimpan pertanyaan itu. Dia menunggu Sorai memberitahunya lebih dulu. Tapi yang ditunggu seolah melupakan hal itu.
Kebetulan perpustakaan kali ini tengah sepi pengunjung. Keputusan yang benar mengajak Sorai kali ini. Mentari jadi lebih bisa leluasa berbicara soal rasa penasarannya itu.
Sorai mengangguk. "Gue pilih Brian."
"Yakin?"
Sekali lagi, Sorai mengangguk. Padahal di hatinya masih banyak keraguan. Dia tak tahu keputusannya sudah benar atau belum. Yang jelas, dia melihat ketulusan di dalam diri Brian. Setidaknya, Brian jarang membuatnya kecewa. Malah sebaliknya, Brian sangat menjaganya agar tidak terluka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mari Kita Cerita Tentang Luka
Fiksi RemajaSebuah kisah yang rumit. Antara aku, kamu dan luka kita. ________________ Dipubliksaikan pada tanggal : 27 Februari 2021