.
.
.
.
.
.
.
.
.
.---------------------------$
"Enggak bisa bu. Katanya dia cukup dengan dua anak. Terlebih lagi ibu tahu kan kalau Val adalah anak yang membangkang. Jadi, keputusan aku udah bulat"
Wanita paruh baya hanya memijat pelan keningnya yang mulai berkerut. Kepala nya berputar tidak tahu arah memikirkan solusi dari ini semua. Anak nya sudah lama meninggal, meninggalkan istri dan 3 orang anak. Dua perempuan dan satu laki - laki. Tapi, bukan itu permasalahannya.
"Biar dia disini dengan kami. Kamu pulanglah ke rumah suami mu" Laki - laki yang terlihat menua itu ikut menimbrung percakapan mereka di ruang televisi. Wajah masing masing terlihat berbeda. Si Ibu dengan wajah prustasi nya, si wanita paruh baya dengan wajah kebingungannya, dan yang terakhir pasangan si wanita paruh baya dengan wajah tegasnya.
"Tapi, semua hak atas warisan kami dan anak saya Djuardi nanti akan jatuh sepenuhnya untuk Valya. Untuk kelangsungan hidupnya yang tidak kamu penuhi setelah kematian dia"
Lanjut bicara kakek dengan nada tegas tidak ingin dibantah.
"Pak, anak Djuardi ada 3. Bukankah lebih adil jika kita membagikannya rata pada kakak - kakaknya juga?"
"Dan bukankah kamu juga seharusnya adil dengan mengurus mereka dengan kasih sayang penuh sebagai ibunya? Bukan membawa salah satu dari mereka kesini dengan alasan suami mu hanya mau mengurus dua anak saja?
Telak.
Tidak ada jawaban dari dia. Ruangan ini sunyi cukup lama. Terlihat sekali masing - masing dari mereka sedang bertarung dengan isi kepala. Memikirkan nasib Valya si anak terbuang.
Tepat di umurnya yang ke 10 tahun, ayah kandungnya mengalami sakit parah dan menyebabkan kematian. Valya sendiri yang tidak memiliki banyak kenangan dengan ayahnya bahkan sangat sulit menemukan memori bahagia untuk dikenang. Wajahnya pun sudah terlihat samar sekarang.
"Baik. Tapi kami sekeluarga akan pindah ke Jakarta bu"
===
"Mama pulang ya Val, kamu baik baik sama nenek dan kakek ya"
Anak 10 tahun itu terlihat diam dan terus memandangi kendaraan yang mrmbawa keluarga nya pergi ke kota yang jauh. Tanpa dirinya.
###
Aku lah Valya, anak yang tidak di inginkan itu. Aku sudah mendengar perbincangan mereka, semuanya. Bahkan aku sudah tidak bisa menangis lagi. Atau mungkin tidak ada yang perlu untuk ku tangisi (?)
Aku sudah 11 tahun saat ini, mama menikah lagi dengan pria kaya tepat 2 bulan setelah kematian bapak. Hal itu mendapatkan gunjingan yang cukup dasyat dari keluarga bapak dan tetangga - tetangga sekitar. Tapi aku acuh.
Hari hari ku biasa saja. Tinggal serumah bersama nenek dan kakek adalah hal yang mungkin tidak pernah aku bayangkan. Sampai saat waktu itu..
"Anak- anak, perkenalkan teman baru kalian. Ayo nak perkenalkan diri kamu"
"Hai, namaku Ralyn. Aku pindah kesini karna daddy ada pekerjaan. Hehe"
Perkanalan yang di lengkapi cengiran kuda di akhir nya. Menarik. Matanya biru seperti laut.
"Terimakasih Ralyn, sekarang kamu boleh duduk di sana"
Anak baru itu duduk tepat didepanku. Wanginya seperti strawberry, bisa ku cium dari sini. Cantik.
***
Siang ini hujan di Bandung. Sepertinya aku lupa membawa payung atau semacamnya untuk melindungi ku dari serangan hujan. Aku terduduk di bangku koridor menunggu hujan reda. Setengah melamun memerhatikan mereka yang dijemput ayahnya. Haha aku ingin sekali memiliki seseorang yang bisa aku panggil ayah. Siapa yang tahu kalau aku memanggilnya ayah, jangka hidupnya akan lebih lama. Seperti teman temanku yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bestfriend or Girlfriend(?)
Teen Fiction"Apapun yang menyangkut kamu, tidak ada kata tidak" -Valya "Val ayuk kesini". "Iyaa". "Val makan ini yaaa". "Pesen aja". "Val punya kamu rasanya enak, tukeran ya?". "Nih". "Val terima aja, dia ganteng". "Hah? Iya deh". "Val putus dong, dia mau me...