Valya

2.3K 249 12
                                    


Aku Valya. Tak perlu tahu kepanjangannya. Semua orang memanggilku Val. Katanya sih aku cantik. Dan aku adalah hadiah terindah dari Tuhan.

Aku memiliki cacat. Cacat hati yang mungkin tak akan bisa sembuh. Selain itu aku memiliki satu kembaran yang agak menyebalkan.

Ramah, ceria, bukanlah aku. Cuek, tak banyak bicara, itu aku. Penyuka perang dingin. Pengagum diam. Dan penikmat kesedihan.

Kini aku bercerita sedikit sejak kapan cacat hati ini ku rasakan. Mungkin kita mulai dari kebiasaan unik ku saat kecil.

Dulu,,, aku suka. Sangat suka melihat ekspresi perempuan. Saat mereka sedih, tertawa, bahkan saat mereka diam.

Dalam sunyi sepi, aku mulai mengagumi apapun yang menyangkut perempuan. Rambut panjang. Kulit bagus. Badan ideal. Dan salah satu fitur yang sangat kusuka adalah melihat perempuan berekspresi saat mereka berkeringat..

Aku yang duduk di bangku SD tidak mengerti apa itu penyimpangan orientasi.

Saat tiba waktu itu..

Flashback on

"pergi! Jangan gangguin Liya!" triakku kepada grombolan anak laki laki yang masih mengejek Liya sahabatku.

"haha anak cewek bisanya cuma nangis haha"

Brak

Kulemparkan kotak pensil kaleng yang berada di meja samping. Tepat mengenai kepalanya.

Aku melihat darah membasahi kening laki laki itu. Dan beberapa orang datang mengerumuni nya.

"VALYA!!!"

***

Disinilah aku sekarang, mendengarkan semua penjelasan kepala sekolah. Satu kesimpulannya, aku tidak diizinkan sekolah selama tiga hari.

Ku lihat wajah mamah mulai memerah. Mungkin mama marah padaku. Tapi entahlah aku hanya mau keluar dari tempat ini dan pergi menemui Liya. Apa mungkin dia kesakitan? Dimana Liya?

"bu, dimana Liya?"

Tanyaku pada si kepala sekolah

"Liya sudah pulang, tadi dijemput papa nya"

Dia menjawab dengan sedikit senyum di wajah itu.

"tangan Liya luka, kenapa ibu hanya marahin Valya? Val kan hanya membela teman"

Seketika mama menoleh padaku dan tersenyum.

"nanti kita jenguk Liya ya?"

Dan kuanggukkan kepalaku senang.

Liya adalah sahabatku satu satunya. Tidak ada yang mau berteman padaku selain dia. Yaa mana ada yang mau menemani preman sepertiku.

***

"kalo di pegang kayak gini sakit ngga Liy?"

"shhh"

Tak ada jawaban, Liya hanya meringis saat lebam di tangannya aku sentuh. Warna nya biru, dan tidak berdarah. Tapi satu hal yang membuat duniaku berhenti berputar, yaitu wajah Liya saat dia meringis.

Biar aku jelaskan, alis matanya menyatu, matanya sendu, dan suara 'shh' tadi ntahlah apa itu membuatku ingin melihat Liya meringis sekali lagi.

"Val sakit, pegangnya pelan pelan"

Liya memanyunkan bibirnya, mirip bebek.

Flashback off

Jadi sejak saat itu, aku suka sekali melihat siaran ibu melahirkan di tv. Wajah berkeringat itu mengundang tatapan mataku, dan jangan lupa triakan yang dikeluarkannya adalah nada yang indah untuk ku dengar.

Bestfriend or Girlfriend(?) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang