Pagi itu langit sedikit berawan, Harleen dengan jaket biru mahalnya telah berdiri di depan pintu rumah menunggu sang ayah untuk keluar.
Koper dan beberapa tas telah dibawa keluar oleh pelayan di rumah mereka, hari ini Harleen akan pergi ke kampung halaman ayahnya di salah satu negara di Asia.
Sang ibu dengan wajah datarnya turut berdiri di depan pintu untuk mengucap selamat tinggal pada putrinya.
Ia menghampiri Harleen dan sedikit menunduk untuk menyesuaikan tinggi mereka. Wanita itu melepas sarung tangannya, menunjukan luka bakar ditangan kirinya."Ibu, apa kita tak akan bertemu lagi? Apa tanganmu baik baik saja?" Ucap Harleen dengan wajah sedih.
"Aku akan datang ke pernikahan ayahmu bulan depan, kita akan bertemu lagi. Setelah itu bermainlah ketika kau libur panjang"
ibunya berkata dengan tenang, bagai tak ada masalah untuk datang ke pernikahan mantan suaminya sendiri.
"Ibu, kau yakin akan datang ke pernikahan ayah dengan santainya? Bukankah kau benci 'rakyat jelata'?"
"Semua barang sudah dimasukan kedalam mobil, ayo berangkat" ayahnya datang dan menghancurkan acara perpisahan Harleen dan ibunya.
Ia segera memeluk Helea dan masuk ke mobil, dan melambai dari dalam sana.
(๑•﹏•) (keep reading)(๑´•.̫ • '๑)Harleen tertidur pulas selama 15 jam perjalanan, ia sedikit pusing ketika terbangun di mobil yang membawanya ke rumah 'rakyat jelata'.
Sebuah rumah sederhana menjadi tempat tujuan mereka. Rumah itu terbilang kecil daripada rumahnya dulu, ia sedikit sesak melihat banyak orang di rumah yang sempit.
Rumah itu cukup kecil dan dikelilingi oleh banyak bangunan yang lebih besar. Sepertinya tempat ini adalah sekolah ber- asrama khusus laki laki, dilihat dari banyak bangunan yang seperti kamar.
Banyak mata tertuju padanya terutama dari siswa-siswa berbaju putih dan memakai semacam rok. Entahlah, apa itu. Harleen tak mengerti, setahunya hanya laki laki Skotlandia yang memakai rok.
"Ayah... Aku takut. Tempat macam apa ini? Sepertinya mereka semua terus membicarakan aku sedari tadi" rengek Harleen.
Ayahnya menjelaskan bahwa tempat ini adalah sekolah ber-asrama. Disini adalah kawasan laki-laki, ada juga untuk perempuan tapi terpisah sangat jauh.
Ia juga baru mengetahui bahwa sekolah ini merupakan sekolah untuk belajar agama dan tentunya 'rakyat jelata' adalah anak dari pemuka agama yang memimpin sekolah ini.
"Apa yang berbeda dariku?" Tanya Harleen sebelum ia sadar bahwa ayahnya pergi meninggalkannya di tengah lapangan sendirian.
bingung kemana ia harus pergi, Harleen hanya berputar-putar disekitar sana. Salah seorang siswa lewat, ia tampak berbeda karena memakai celana dan memegang sapu.
"Hei kau! Bantu aku"
Harleen menepuk punggungnya, ia terkaget-kaget hingga melempar sapunya ke udara.Harleen mengambil kembali sapu itu dan tersenyum manis.
"Kau tak perlu sampai kaget begitu"
"Anda siapa? Saya tidak pernah melihat anda. Apa anda hantu zaman penjajahan?"
"Aku bukan hantu, bodoh! Tolong bantu aku mencari rumah kecil disekitar sini"
"Oh, saya kira anda hantu. Habis, wajah anda Eropa sekali. Oh iya, disini hanya ada 2 rumah. Rumah yang mana?"
"Rumah yang kecil dan ramai, sedang ada acara disana"
"Ooh.. ayo ikuti saya" ucapnya.Ia berjalan mendahului Harleen, dan terus menghindar jika Harleen ingin menyamai langkahnya. Mereka berjalan tanpa berbicara satu patah katapun.
Sesampainya Mereka tiba di rumah kecil itu, laki-laki itu berbalik badan dan menunjuk rumah itu sembari tersenyum. Seakan mengatakan 'ini yang kau cari'.
"Terima kasih... Aku tidak tau siapa namamu," Harleen mengedikan bahunya.
"Oh... Nama saya... Nama saya, siapa? Eh maksud saya Syafiq" wajah laki laki itu memerah padam, Harleen tak mengerti mengapa.
"Baiklah.. terimakasih Syafiq"
"Panggil saja saya, kalau ada apa apa" ucapnya(Don't forget to vote)
(Author)
KAMU SEDANG MEMBACA
THE PHOENIX: A.R.A.H
Romancemasih memanggilmu walau hanya bayangan, tak bisa melupakan memang menyakitkan. Tapi bagaimana seorang perempuan yang terkenal akan keberaniannya bisa runtuh hanya karena melihat hujan? "Kesalahan terbesar manusia adalah terlalu banyak menging...