Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh ...
~~~~~~~~
Jangan percaya sama orang lain. Yang pantas kalian percaya dan mempercayakan nya adalah diri kalian sendiri.
===========
"SEKAR!!" Teriak Shankara, dengan rahangnya tegasnya sampai-sampai urat-urat nya nampak sekali.
Tentunya Sekar terkejut, bukan karena suara Shankara saja, tetapi bukaan pintunya juga yang sangat keras dan nyaring. Buru-buru, Sekar melepas mukenanya sehabis sholat magrib, dan langsung keluar kamar menghampiri sang kakak.
"Ada kak?" tanya Sekar begitu takut.
"Apa yang kamu lakuin lagi, hah! Sama Embun." Dagu Sekar di cengkram oleh jari-jari tangan Shankara.
"Aku gak lakuin apa-apa kak." Susah payah Sekar bersuara, karena bibirnya hampir tertutup akibat cengkram begitu kuat.
"Alah ... Gak usah bohong!" seru Shankara. Dagu Sekar Shankara hempas 'kan ke kanan.
Menahan kesakitan, Sekar tetap ingin bersuara untuk menegakkan kesalahan pahaman ini. "Aku gak bohong kak, memangnya siapa yang bilang?"
"Embun! Embun yang bilang sama kakak!" jawab Shankara. Jari telunjuknya menunjuk tepat di depan wajah Sekar. "Jujur kamu, selama ini apa yang kamu sembunyikan dari kakak?"
Mulut Sekar harus berbicara apalagi, semua tuduhan Shankara membuatnya pusing, di tambah perutnya yang masih sakit. "Aku berani sumpah kak, aku gak pernah lakuin sesuatu!"
"Kamu jadi seperti ini karena teman-teman kamu itu 'kan!!"
Sekar menggeleng. "Gak ada hubungannya kak, dan gak usah menyalahkan teman-teman aku yang gak ada salah sama sekali!"
Plak
"Kamu lebih membela teman-teman gadungan mu itu!" hardik Shankara, setelah menampar pipi kanan Sekar dengan sangat kuat.
Air bening keluar dari mata Sekar. Sesuatu yang tidak terduga terjadi pada diri Shankara. "Kakak nampar aku," lirih Sekar.
"KENAPA!? ini belum sepadan sama apa yang kamu lakukan terhadap Embun!" geram Shankara.
"Fitnah dari mana itu!" teriak Sekar. Dirinya sangat tidak terima atas fitnah ini.
"Fitnah kamu pikir, ini apa!?" Tiba-tiba, Shankara menarik tangan seseorang. Sekar tidak menyadari, kapan dia datang ke rumahnya.
"Embun," ucap Sekar.
"Iya ini Embun. Lihat!! Apa yang sudah kamu perbuat!" tangan Shankara menunjuk bagian bekas memar yang membiru.
Kepala Sekar menggeleng cepat. Bahkan ia sama sekali tidak tahu, kenapa Embun bisa seperti itu. "Itu bukan aku, kak! Tanya saja sama Embun, lagi pun aku gak ada waktu untuk menyakiti seseorang!"
"Pulang sekolah!? Hah! Ada sebagian orang yang melihat kamu membully Embun, lalu main tangan sama Embun, sampai-sampai tangan kaki dan wajah dia membiru!" Suara Shankara tetap meninggi, tidak ada pelan atau kelembutan yang menyapa telinga Sekar lagi.
"FITNAH!" teriak Sekar sambil memejamkan matanya. "Embun ... Sejak kapan aku bersikap seperti itu?" tanya Sekar begitu lirih.
Shankara juga menatap Embun disampingnya. Berharap Embun bisa mengungkapkan bahwa Sekar tak seperti yang ia pikirkan. Adiknya tidak mungkin berbuat semacam hal itu.
Sesaat melirik Sekar, lalu Embun menunduk kembali. "Sejak dulu, kamu dan teman-teman kamu itu selalu main kekerasan. Sore tadi juga, adalah salah satu buktinya," kara Embun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind the scene [END]
Teen FictionIni bukanlah cerita remaja pada umumnya. Semua tentang Hidayah dari Allah lewat perantara teman, media sosial ataupun mengingat kematian. Kehidupan Sekar dan Embun akan memberi kisah. Di balik hidup mereka berdua, akan ada hikmahnya masing-masing. ...