[DUA PULUH DUA] Kemarahan Sekar

16 1 0
                                    

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Note : Hay semua ... Behind the scene kayaknya bakalan taman bulan Juni, entah di awal, pertengahan atau akhir. Tadinya mau tamat bulan Mei. Tapi sibuk tugas sekolah, hehe ...

~~~~~~~

Tidak ada yang tahu, kejadian apa yang akan terjadi selanjutnya. Bisa saja 10 menit ke depan, kita sudah dijemput oleh malaikat maut. Jadi, jangan ditunda-tunda untuk bertaubat kepada Allah.

============

Langit menjadi gelap. Malam sekitar pukul delapan malam, Shankara masih belum pulang ke rumah. Sekar sudah menunggunya sedari pulang sekolah. Berharap, Shankara akan menyesal dan meminta maaf, tapi semua sungguh diluar perkiraan nya. Shankara tetap sama, tak berubah sedikit pun. Kemarahan Sekar masih belum reda. Nayara, Ros dan Mika sebelum pulang sekolah pun, mereka masih sempat menenangkan Sekar, dan memberi support untuk Sekar. Apalagi Mika, dia bahkan memberi kata-kata yang panjang untuk Sekar. Dia berkata; 'Sekar kamu harus sabar, semua ini pasti ada jalan keluarnya. Kamu harus tahan kemarahan kamu, kamu harus selalu sabar dan tetap sabar. Ingat Sekar, sabar tidak akan ada habisnya, kalau sabar habis, manusia akan seperti zombi yang kelaparan. Sekarang kamu hanya perlu berdzikir, sholat, dan berdoa kepada Allah. Mengobrol sama kakak kamu dengan kepala dingin, jangan sampai setan menguasai diri kamu.' Benar memang kata Mika, Sekar harus sabar. Hanya Sabar yang bisa Sekar lakukan.

Rasa gundah terus menggerogoti hati Sekar. Ia takut kakaknya pergi dan keluar rumah. Apa yang harus Sekar katakan pada Jordan nantinya. Dari semua yang terjadi pun, Jordan masih tetap tidak tahu menahu. Itu sebabnya Shankara mengancam agar tidak bicara apapun.

Hingga suara dorongan pintu terdengar. Sekar langsung berdiri dari duduknya, dan menatap kakaknya yang baru pulang.

"Kak Shan, aku mau bicara sama kakak!" Sekar mendekat ke Shankara, hingga berhadapan.

"Apa?" dagu Shankara terangkat, "Masalah yang tadi?"

"Iya," kepala Sekar mengangguk. "Kakak, jangan sampai melewat batas kak! Kakak tahu kan hubungan yang kakak buat ini dosa!"

"Terus apa masalah kamu. Dosa pun kakak yang tanggung." Shankara melengos melewati Sekar dan duduk di sofa.

Sekar berjalan sedikit mendekati Shankara, dan sekarang berada di sampingnya, dengan keadaan berdiri. "Kakak lupa apa kata ayah sama bunda? Kakak lupa sama apa yang diajarkan kakak sendiri? Kakak lupa sama ayat Al-Qur'an yang kakak sendiri jelaskan pada Sekar? Kakak lupa itu semua? Dan kakak sekarang malah melanggar apa yang kakak larang sendiri!?" Pertanyaan bertubi-tubi dari Sekar membuat Shankara memejamkan matanya.

Jujur, Shankara juga mengambil tindakan ini dengan setengah hati yang merasa gundah, dan tidak tenang. Tapi ketika melihat kearah Embun, rasa gundah itu seakan hilang digantikan rasa tanpa penyesalan sedikit pun.

"Kak ..." Sekar berjongkok di samping Shankara dengan kedua kaki dengkulnya yang menumpu ke lantai, "Kakak boleh anggap Embun sebagai adik angkat kakak. Aku juga akan menganggapnya kak. Tapi kakak harus ingat batasan kakak. Kakak laki-laki dan Embun perempuan yang bukan mahram kakak," lirih Sekar.

"STOP!" bentakan Shankara cepat, lalu berdiri setelah melempar tasnya asal. Matanya menatap tajam Sekar yang sama halnya berdiri, dan sejajar berhadapan dengannya. Shankara menunjuk Sekar tepat didepan wajahnya. "Ingat sama kelakuan kamu!! Kakak malu Sekar kalau seandainya Paman Jordan tahu. Kakak juga kecewa sama kamu!"

"Sumpah demi Allah, kak. Semua itu fitnah, kakak gak tahu yang sebenarnya. Kalau kakak gak percaya, kita tanya Nayara sekarang," ajak Sekar. Fitnah yang ini begitu sangat kejam terhadap Sekar.

Behind the scene [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang