بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
bismillaahir-rohmaanir-rohiimAssalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh ...
[•••••]
Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah untuk mengabulkan doa-doa kalian. Semua akan terbalas suatu saat nanti.
••••••••••
(Selamat membaca)
"Kak, kita buka puasanya di sini?" Genggaman ditangan Embun digoyangkan oleh Veli disebelah kanannya.
"Iya, sekali-sekali kan kita harus makan makanan enak," jawab Embun.
"Emangnya makanan di sini gak mahal-mahal, kak? kalau mahal, mendingan kita makan di rumah saja," usul Lian disebelah kirinya tanpa digenggam oleh Embun.
"Enggak, kok. Restoran ini punya nya tante kakak."
"Tante?"
"Iya, itu orang nya," tunjuk Embun.
Seorang wanita dengan hijab gaya kekinian nya sedang melambaikan tangannya. Baju tunik nya tertutup oleh celemek yang dipakai. Para karyawan seperti nya sibuk seperti biasanya, apalagi di bulan Ramadhan ini. Restoran tante–kakak dari ibunya–baru saja buka di sore-sore menjelang waktu berbuka puasa ini.
"Oh, ini adik-adik kamu." Dila–tante Embun–berjongkok dihadapan kedua anak-anak itu.
"Nama kamu siapa cantik?" tanya Dila.
"Veli."
"Kalau kamu?" Mata Dila beralih menatap Lian.
"Lian."
"Ah ..., gemasnya." Karena tidak tahan, tangan Dila pun berhasil mencubit kedua pipi Veli dan Lian.
"Orang tua kamu sudah tahu, Embun?" Dila tentu bertanya seperti ini. Dia tidak mau menyakiti perasaan kedua anak ini, kalau suatu saat nanti tidak ada persetujuan dan berujung diusir.
"Belum."
"Kok bisa!"
"Tante kayak gak tahu hubungan aku sama papa mama aja." Embun menduduki duduk nya di tempat dengan kursi panjang dekat dinding.
"Mungkin saja mama kamu pulang," ucap Dila sedikit keraguan dalam dirinya setelah mengucapkan itu.
"Embun gak mau berharap lagi, biarin aja mereka mengurus urusannya sendiri. Mau pulang atau enggak, Embun udah gak peduli."
"Embun ... ." Dila merasa iba dengan keponakannya itu. Dia juga marah dan kesal karena adiknya–mama Embun–selalu berpergian tanpa tahu waktu. Beberapa kali juga Dila mencoba berkomunikasi dengan sang adik, tapi tetap saja tidak ada hasil yang didapatkannya.
"Kita pesan, tante." Buku menu itu dibuka dan Embun memilih-milih.
"Ya, mau pesan apa? Lian sama Veli juga mau apa?" tanya Dila.
"Nih, kalian pilih aja." Buku menu itu geser ke hadapan Liam dan Veli.
"Aku mau–"
"Vel!" Tangan Lian menahan tangan Veli yang akan menunjuk makanan.
Veli mengerti, dia menarik tangannya lagi, dan buku menu itu pun digeser ke Embun lagi.
"Lho kenapa? kok kalian–"
"Kita air putih aja," jawab cepat Lian.
"Kenapa–"
"Gak mau merepotkan kak Embun," jawab Lian lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind the scene [END]
Dla nastolatkówIni bukanlah cerita remaja pada umumnya. Semua tentang Hidayah dari Allah lewat perantara teman, media sosial ataupun mengingat kematian. Kehidupan Sekar dan Embun akan memberi kisah. Di balik hidup mereka berdua, akan ada hikmahnya masing-masing. ...