Mati Lampu

378 19 0
                                    

Masih banyak Typo ya Guysss.....

Gimana puasanya???
Masih semangat kan di 10 hari terakhir???

Selamat membaca ya

"Pagi mbak... Siapa yang masak ni??" Mbak Lida sudah duduk manis di kursi meja makan sembari siap melahap nasi goreng di depannya.

"Dhe Narti dhek, udah ayok makan, habis ini anter mbak ke sekolah." Mbak Lida sudah siap dengan stelan berwarna khaki dan hijab motif senada, namun make up tipis yang di pakai bikin kesan imut di wajahnya.

"Emang mobil mbak napa??" Jawabku singkat kemudian ku penuhi mulutku dengan nasi goreng yang meronta ingin landing di lidahku dan merosot ke lambungku.

"Mbak udah kesiangan, kalau bawa mobil malah gak nyampai-nyampai, rush hour ni kalau pagi". Belum kelar sarapanku mbak Lida udah ngode dengan berdiri menungguku sambil bersedekap. Duh mak lampir satu ini gak pengertian banget sama adiknya.

"Oke Ukhti... Demi kamu aku rela gak boker setelah sarapan". Ku raih kunci motor di bufet dan mulai menyalakan vespa merah kesayangan yang ku beri nama Slamet, dengan filosofi siapapun yang menaikinya akan Selamat.

Mbak Lida memakai helm dan langsung nangkring di belakangku.

"Udah ayo jalan, udah mepet ni waktunya". Mirip banget dengan tukang ojek pakai acara di tepuk-tepuk pundaknya segala.

Si Slamet melaju membelah kepadatan lalu lintas  di Semarang, benar kata mbak Lida, gak kebayang kalau berangkat ke sekolah naik mobil, jalan an di dominasi kendaraan beroda dua yang meliuk-liuk di jalanan mencari celah agar segera sampai di tujuan, suara deru mesin dan klakson yang bergantian membuat penuh pendengaran. Saat lampu merah Tugu Muda Aku melirik di sebelah kanan ku, kulihat seorang gadis sekilas mirip Zahra di berboncengan dengan laki-laki, apa benar dia Zahra? Kalau iya dengan siapa dia? Dia kan gak punya saudara laki-laki, kalau papanya? Kan ada di Jakarta. Ah gak mungkin dia Zahra, tapi kan... Jalan ini menuju kampusnya Zahra.

Tin .... tin ... tin ....

"Dhek udah hijau..." Mbak Lida menyadarkan ku dengan menepuk pundak ku. Bergegas kutarik gas motorku dan berjalan ke arah Siliwangi, dan gadis yang ku curigai sebagai Zahra ke arah Imam Bonjol, arah kampus Zahra.

Masih dalam pemikiran soal Zahra tak terasa aku sudah sampai di sekolah tempat mbak Lida mengajar.

Mbak Lida menyerahkan helm yang di pakai ke padaku. "Langsung pulang?"

"Gak dech mbak mau mampir ke rumah teman bentar, entar mbak ku jemput jam berapa?"

"Gak usah , mbak entar naik ojol aja kalau pulang."

"Ok lah, kalau begitu, Assalamualaikum" ku raih tangan mbak Lida dan ku cium punggung tangannya.

"Hati-hati di jalan, jangan ngebut" ku balas dengan anggukan kepala dan lambaian tangan.

Setelah agak jauh dari sekolah mbak Lida aku berhenti dan ku buka chat WA dengan Zahra, ku telpon dia lewat aplikasi tersebut.

"Assalamualaikum Ra."

"Wa'alaikum salam Man"jawab Zahra dari sebrang.

"Hari ini kamu sibuk gak? Jalan yuk??"

"Maaf Man hari ini aku sibuk, masih ngurus skripsi yang belum kelar, mana lagi dosenku susah di hubungi lagi, revisi ku Man, bikin patah hati dech".

KAKAKU = ISTRIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang