Salah Paham

407 20 2
                                    

Masih banyak typo ya....

Jangan lupa Vote dan Coment ya....

Selamat membaca

"Astaghfirullah Haladzim....Arman... Lida... Apa yang kalian perbuat" suara ibu berteriak kencang yang membuatku kaget dan  terbangun dari tidurku, dan yang lebih bikin aku kaget posisi tidurku memeluk mbak Lida.

Bagaimana bisa mbak Lida tidur dalam pelukanku di lantai, padahal jelas tadi aku tidur di atas sofa, tak kalah kaget Mbak Lida bangun dengan keadaan kaget setengah mati, ketika muka kami hanya berjarak beberapa centi.

"Dhek kok bisa kamu tidur disini??" Mbak Lida mendorong kuat tubuhku yang belum kumpul semua nyawaku, alhasil aku jatuh terlentang.

"Kalian telah berbuat zina??? MasyaAllah Lida... Arman, kenapa kalian tega melakukan ini pada kami, orang tua kalian, kalian itu bersaudara". Bapak meraih kaos yang aku kenakan dan wajah ayah namapak marah dan kecewa kepada kami beliau mengeratkan giginya wajahnya nampak merah, aku belum pernah melihat kemarahan bapak seperti ini. Aku masih bingun apa yang kami perbuat, aku berusaha mengumpulkan memory kejadian semalam, tidak ada hal yang menyimpang yang kami lakukan, tapi ketidak sengajaan saat kami tidur yang mengakibatkan kesalah pahaman yang fatal.

"Bapak, Ibu ampun... Kami tidak melakukan apa-apa, tadi kami menunggu kalian pulang dan nonton film, dhek Arman tidur di sofa, sedang Lida tidur di bawah, ini murni ketidak sengajaan pak, bu demi Allah kalian tidak salah mendidik kami." Mbak Lida berusaha menenangkan bapak yang siap melayangkan tinjunya ke mukaku.

"Hentikan Arifin!!!". Kami mengabaikan bahwa eyang ada di antara kami. Tatapan beliau sangat kecewa melihat drama yang terjadi di antara kami, pasti bapak malu di depan eyang, anak-anaknya terlihat seperti orang yang berbuat maksiat, pasti bapak merasa gagal sebagai orang tua.

"Bu.... Saya telah gagal mendidik anak-anak saya, mereka lupa kalau mereka itu saudara" bapak perlahan melepaskan remasan di bajuku dan terduduk lemas di lantai sembari menangis kecewa.

Aku benar-benar tidak bisa melakukan pembelaan pada diriku, nyatanya bapak melihat kami tidur berpelukan, meski mati-matian ku katakan kami tidak melakukan apa-apa.

"Nikahkan mereka Fin". Sontak mata kami membulat mendengar pernyataan eyang yang di luar nalarku.

"Tidak yang,  jangan nikahkan saya dan dhek Arman, kami bersaudara, kami tidak melakukan apa-apa eyang.... Tolong percaya pada kami." Mbak Lida meraih kaki eyang dan bersimpuh di lantai.

"Kalian hanya saudara angkat, kalian sudah melakukan dosa besar, jangan kalian tambah dosa.... Kal...." Belum sempat menyelesaikan ucapan nya eyang tiba-tiba pingsan

"Ibu... Ya Allah bu... Bangun, pak bagaimana ini ibu??". Ibu menagis sambil memeluk tubuh eyang yang lemah.

...

"Kondisi Ibu Siti Maesaroh kurang baik, tensinya sangat tinggi 180/97 jadi tolong di kontrol makannya dan jangan boleh banyak pikiran dulu ya pak ibunya." Kata dokter UGD RSUP Kariadi yang tadi memeriksa eyang.

"Trus gimana sekarang ibu saya dok, apa sudah sadar?" Ibu masih menangis.

"Sudah siuman, dan Alhamdulillah meski pingsan dan tensinya tinggi tapi tidak ada gejala stroke, tapi untuk beberapa hari ibu Siti Maesaroh harus di rawat inap ya bu, agar mudah dalam pengawasan." Jawaban dokter membuat kami lega.

Ibu di perbolehkan masuk ke IGD menemani eyang sebelum mendapatkan ruang rawat inap, dan mbak Lida di minta bapak mengurus administrasi, giliran hanya aku dan bapak di luar ruang IGD.

"Man, bapak ingin bicara sebentar, bapak percaya kalian tidak melakukan hal di luar norma, namun apa yang bapak lihat tadi tidak pula di benarkan, kalian bukan muhrim, dan kamu lihat barusan eyang sampai pingsan ketika kalian menolak untuk di nikahkan, bapak tidak ingin melihat kondisi eyang memburuk, kalian harus segera menikah, bapak akan urus pernikahan kalian lusa". Seketika duniaku runtuh, aku tak pernah membayangkan menikahhi kakakku sendiri yang sejak kecil kami bersama, kakakku yang aku sayangi selayaknya kakak beradik, bagaimana tatanan pernikahan impianku dengan Zahra?? Ya Allah  membayanhkan mbak Lida menjadi istriku saja aku tak sanggup, bagaimana menjalaninya ya Allah.

"Pak, aku tidak bisa pak, aku gak bisa menikah dengan mbak Lida yang jelas dia kakakku, aku tidak memiliki perasaan apapun sama mbak Lida pak, yang ada perasaan sayang adik kepada kakaknya". Aku masih berusaha menolaj pernikahan ini.

"Tapi nyatanya kamu bisa kan tidur bersamanya??? Itu sudah lebih dari cukup sebagai alasan kalian menikah, jangan kau tambah dosa kepada orang tuamu Man, lusa bapak yang akan menikahkan kalian." Ya Allah tolong hambamu ini....

Ternyata mbak Lida mendengar pembicaraan kami dan dia berdiri membeku mendengar pernytaan bapak tadi.

"Lida... Kamu sudah lama disitu??" Bapak sedikit kaget ternyata mbak Lida sudah berdiri tak jauh dari kami, dia menangis dalam diam, pundaknya nampak merosot dalam keputus asaan. Dia hanya mengangguk menjawan pertanyaan bapak.

"Pasti kmau sudah mendengarnya kan? Lusa kalian menikah, bapak tidak terima penolakan dari kalian.!" Sarkas bapak.

"Baik pak, saya bersedia." Aku gak habis fikir mbak Lida begitu mudah tanpa perlawanan dan mengatakan 'iya' untuk menikh denganku.

"Mbak Lida... Apa-apan kamu,... Kamu bersedia menikah dengan ku, dan meng iyakan tuduhan kita berzina?" Aku mendekat ke mbak Lida merutuki kebodohan mbak Lida.

"Cukup dhek... Aku lelah." Mbak Lida mendudukkan dirinya di bangku tunggu.

"Kalian bicarakan baik-baik, bapak akan ikut masuk melihat eyang."bapak bergegas masuk ke UGD dan menyisakan aku bersama mbak Lida.

"Mbak seneng kan, akhirnya nikah, gak jadi perawan tua??". Aku tak pernah sekejam ini dengan mbak Lida, sebenarnya aku menyesali ucapanku ini, kenapa kata-kata kotor seperti ini keluar dari mulutku.

"Terserah kamu mau omong apa dhek, yang pasti aku tidak ingin membuat orang-orang yang aku sayangi menderita dan kecewa karenaku. Bapak sudah menutup aibku dengan merawatku, aku belum bisa membalas budi beliau, dan aku telah melakukan kesalahan yang akan menyeret bapak ke pertanggung jawannya ke pada Allah. Dan Bismillah, aku bersedia di nikahkan denganmu. Dan ku harap kamu bersedia menikah denganku." Mbak Lida berbicara dengan suara bergetar menahan tangisnya, apakan ini sebuah lamaran dari mbak Lida, harusnya aku yang laki-laki melamar perempuan, tapi perempuan itu Zahra bukan mbak Lida, entah kenapa aku menjadi benci dengan mbak Lida, seolah ini semua kesalahannya.

"Baiklah demi nama baik, dan demi bapak dan ibu, aku terima pernikahan ini mbak, tapi dengan syarat pernikahannya hanya di KUA tidak ada acara resepsi." Jawabku mentok sepertinya memang harus begini.

Aku pergi meninggalkan mbak Lida yang menangis di depan IGD, sepertinya sebentar lagi subuh, aku bergegas ke mushola dan aku butuh curhat dengan Sang Khalik.

T
B
C

Jangan lupa Vote dan Coment ya.....

KAKAKU = ISTRIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang