Selamat membaca
💖💖💖💖💖💖"Arman, selamat bergabung di Khadijah Biro Haji & Umroh, semoga kita bisa bekerjasama dengan baik." Kata seorang laki-laki yang kira-kira berusia 30 tahun, yang katanya salah satu putra dari pemilik Biro Haji dan Umroh tempatku wawancara, sekilas sepertinya aku pernah mendengar suara orang tersebut, tapi entah dimana aku lupa.
Muhammad Ilham Asegaf namanya, wajahnya begitu teduh terlihat bersih dengan sedikit rambut di janggutnya dan pria yang murah senyum terkesan humble untuk orang sekelas anak owner Biro Haji & Umroh."Terimakasih pak Ilham, InsyaAllah saya akan bekerja dengan baik." Aku membalas jabatan tangan beliau.
"Mungkin ini rejeki pengantin baru, jadi meski habis nikah minggu depan sudah mulai kerja ya." Jawab dia sedikit bercanda, dia tau kalau aku baru dua hari menikah, tapi alasanku menikah muda tidak mungkin kan aku critakan, hehehhee... Karena sangat memalukan.
Derrrttt....
Gawaiku yang aku silent di saku bergetar, dan ku lihat sekilas tertera nama Atun di panggilan"Kalau penting di angkat dulu telponnya Arman." Memang atasanku ini sangat bijak, dan pengertian
"Dari istri saya pak, biar nanti saya telp lagi." Ku jawab agak malu dan kembali memasukkan benda pipih ajaib itu ke saku.
"Tidak apa-apa, angkat saja, mungkin penting". Dan atas ijin pak Ilham, nama panggilan bosku itu, aku mengangkat panggilan dari Atun.
"Assalamualaikum, Atun, ada apa??". Tanyaku, dengan suara sedikit aku rendahkan.
"..."
"Alhamdulillah, rejeki ku, aku di terima dan minggu depan aku sudah mulai kerja." Jawabku ketika panggilan di seberang menanyakan soal hasil wawancaranya.
"..."
"Iya, nanti insyaAllah aku makan siang di rumah." Jawabku, dengan nada pencitraan suami lemah lembut kepada istri, maklum pak bos masih asik di depanku, dan aku tadi mengangkat telp masih duduk manis di depan meja kerjanya.
"Ya sudah ya, Assalamualaikum" tanpa menunggu jawaban dari sebrang langsung ku putus sambungan telpku.
"Istri kamu bekerja atau di rumah?" Tanya pak Ilham.
"Istri saya guru olahraga di SD daerah Pamularsih pak." Jawabku sambil memasukkan kembali Hp ku ke dalam saku bajuku.
"Wau, jarang lho ada guru olah raga perempuan, tapi sepertinya selera kita sama, dulu saya pernah punya pacar seorang guru olah raga, tapi dia memutuskan hubungan kami tanpa alasan." Terlihat pak Ilham tersentum kecut, mungkin dia masih kecewa dengan kekasihnya.
"Jadi pak Ilham belum berkeluarga?". Kukira pak Ilham yang berusia di sekitar delapan tahun di atasku sudah berkeluarga, pasti beruntung yang menjadi istrinya memiliki suami sholih dan mapan, bonus tampan sosok sempurna untuk menjadi imam keluarga.
"Hampir, hampir Arman, bahkan keluargaku sudah setuju dengan pilihanku, tapi yaaaa mungkin belum jodoh, hehhehe... Malah jadi curhat." Pak Ilham menutup CV ku yang ada di depannya kemudian berdiri, aku pun berpamitan karena acara ramah tamah basa basinya sudah selesai.
***
Sesampainya di rumah sekitar pukul satu siang, mobil Atun sudah ada di halaman, tandanya dia sudah pulang.
Sebenarnya aku bingung harus bersikap bagaimana, meskipun tadi kami sudah berbincang lewat telpon namun, untuk berhadapan langsung aku masih sangat cangung.
"Assalamualaikum...." Aku masuk kerumah dab kulihat Atun masih dengan seragam berwarna khaki, dan Jilbab bermotif abstrak masih dia kenankan, dia asik menata makan siang di meja makan.
"Wa'alaikum salam, mau makan siang dulu atau sholat dzuhur dulu?" Jawab Atun sambil meraih tanganku dan di cium, aku heran dengan dia padahal tadi pagi dia ku maki-maki, namun seolah-olah tidak ada apa-apa.
"Aku mau sholat dulu, oh... Ya soal tadi pagi aku....mau minta maaf". Ku tarik tangan Atun yang baru saja akan pergi dari hadapanku untuk melanjutkan aktifitas di meja makan.
"Husst.... Sudah gak ada yang salah dalam belajar, kita belajar berumah tangga, wajar kalau banyak proses yang kita lewati, banyak masalah yang kita hadapi." Aku liat senyum tulus dari Atun, kenapa aku tidak bisa jatuh cinta dengan wanita secantik dan sebaik dia. Ya Allah, buatlah aku jatuh cinta padanya, sejatuh jatuhnya.
"Terimaksih... Aku sholat dulu ya, kamu sudah sholat?" Tanyaku dan dia jawab dengan anggukan dan senyuman.
Setelah selesai sholat aku menuju meja makan, dan Atun menuangkan nasi dan lauk di piring untuk ku, sayur daun singkong dan kuah beraroma khas masakan padang, dan rendang daging sapi tersaji di meja makan. Aku yakini sayur di mangkuk dan rendang di piring itu beli di warung Padang.
"Hemmmmm.... Nasi Padang??". Tanyaku sambil menghirup makanan yang di berikan Atun.
"Iya, aku beli sayur sama rendang, kalau nasi nya masak sendiri, maaf gak sempat masak." Kami memang tak suka ribet jadi gak masalah toh hanya dua orang kalau masak juga malah gak kemakan kan jadinya sayang.
"Tadi aku nganter anak-anak lomba di sekolahnya ibuk, aku bertemu beliau, kamu cerita kalau kita bertengkar?". Tanya Atun di sela-sela makan siang kami. Dan hampir saja membuat aku tersedak.
"Sebenarnya aku gak cerita, cuman ibu sepertinya cenayang, jadi tanpa aku cerita beliau tau kalau tadi pagi kita bertengkar." Jawabku sekenanya, dan Atun memicingkan matanya sepertinya dia tidak percaya dengan jawabanku.
"Alaaah... Kamu tu terlalu polos sih, besok lagi seperti apa rumah tangga kita, jangan samapai orang tua kita tau ya, kasihan mereka ikut memikirkan masalah kita, padahal mereka harusnya sudah lepas tanggung jawabnya." Benar juga kata Atun, kami udah baikan pasti Ibu sama Eyang masih kepikiran.
"Iyaaa... Besok lagi aku aku berbohong sama ibu kalau di tanya lagi bertengkar atau tidak." Sontak Atun mau menjitak kepalaku, dan kutangkis
"Eiiit.... Dosa?? Mau dosa jitak kepala suami??" Ku genggam tangannya erat, dan dia meringis kesakitan karena tangannya sedikit ku plintir dia mengaduh dan wajah merahnya yang seperti tomat itu terlihat cipokable entah keberanian dari mana ku dekatkan bibirku ke pipinya yang merah, dan ku tarik tubuhnya mendekat ke tubuhku, dia memejamkan matanya ketika wajahku mulai mendekat padanya. Awalnya ke pipi, dan seperti magnet ciumanku pindah ke bibirnya yang sedikit tebal di bawah dan berwarna pink cerah, terasa manis meski aku amatiran tapi aku memiliki insting kalau bibirku bertemu dengan benda kenyal dan manis seperti ini, tandanya aku harus melumatnya, kuhisap bibir manis itu dan tidak ada penolakan dari lawan mainku. Cukup lama aku menikmati sentuhan pertama ku kepada seorang gadis, bisa di bilang ciuman pertamaku. Aku berhenti ketika kami sama-sama kehabisan oksigen.
Kami sama-sama canggung dan kulihat Atun membetulkan jilbabnya kemudian menyentuh bibirnya yang terlihat bengkak karna ulahku, aku tertunduk malu, malau semalu malunya, meskipun halal tapi rasanya seperti berbuat dosa karena memaksakan ciumanku kepada istriku.
"Maaf, aku kelepasan" aku tertunduk dan diapun juga tertunduk, mungkin wajah kamu sama-sama merah.
Bersambung.....
Jangan lupa Vote ya... 🌟
KAMU SEDANG MEMBACA
KAKAKU = ISTRIKU
General Fiction(End) Aku Arman, Muhammad Arman Hassani, harus terjebak menikah dengan perempuan yang usianya 4 th di atas ku, parahnya lagi, perempuan itu adalah kakak angkatku, karena ketidak sengajaan yang berakibat fatal dalam hidupku, menjungkir balikkan tatan...