Maaf Pembaca, di part ini mohon sedikit bijak dalam membaca ya
Selamat Membaca
🥰😍🤩🥳💖☀️🌟Dengan tangan bergetar kusentuh surainya yang berwarna tembaga itu kemudian ke pipinya, dan bibirnya, Atun memejamkan matanya, aku yakin saat ini jantungnyapun berirama tak kalah kerasnya dengan jantungku.
Terjadi perang batin di hatiku, apakah aku akan meminta hakku malam ini, akankah dia mau ketika aku mengajaknya berkembang biak??
"Atun..... Bolehkah.... Hemmm bolehkah aku???" Belum aku menuntaskan pertanyaanku tiba-tiba lampu menyala
"Alhamdulillah.... Listriknya sudah menyala." Wajah Atun terlihat girang, sedang aku tertunduk karena gairahku sepertinya gagal tertuntaskan, kuyakin pasti Atun akan kembali ke kamarnya.
"Eh... Iya, kamu mau tidur di sini atau kembali ke kamarmu?." Tanyaku dengan sedikit kecewa dan menggaruk tengkukku yang sama sekali tidak gatal, semoga dia tidak melihat aset berhargaku yang saat ini sudah berubah bentuk dan terlihat menonjol dari luar celanaku.
"Aku tidur di kamarku saja, met malam Bi, jangan mimpi Indah ya, dia kan tetangga sebelah, gak baik mimpi in istri orang, hehehheh." Siaaalll kenapa lampunya cepat nyala sih... Lagi mau seru malah listriknya nyala. Atun bangkit dari duduknya dan melipat jilbab kotak yang tadi dia kenakan.
"Udah aku tak mimpiin kamu aja yang halal di mimpiin". Jawabku ketus dan sepertinya semesta kembali mendukungku.
Duaaaarrrrrrrr
Suara petir yang sangat keras di lanjutkan dengan listrik yang kembali padam."Aaaaaa...... Kok gelap lagi sih" Atun yang baru berdiri akan kembali kekamarnya kembali terduduk di tempat tidurku.
Udah sini tidur disini aja, kutarik lengannya dan tanpa persiapan dia limbung di kasurku. Dan aku memposisikan tubuhku miring ke arahnya, ku lancarkan kembali aksiku yang tertunda, masa bodoh dengan cinta, yang penting malam ini aku harus bisa mengajak dia beribadah.
Dia menatapku dengan pandangan sulit di artikan, dia masih terlentang di atas tempat tidur, ku raih tubuhnya agar miring ke arahku, tanganku kembali menyusuri kepala, kemudian pipinya, dia tidak melakukan perlawanan, matanya kini terpejam, sepertinya dia merespon sentuhanku, dia mengigit bibir bawahnya, membuat aku juga ingin menggigitnya.
Ku sentuh bibirnya dengan ibu jariku dan ku bisikkan di telinganya "bibirnya jangan di gigit, nanti sakit." Ku dekatkan bibirku ke bibirnya yang lumatable, masih sama rasanya seperti tadi siang, rasanya manis.
Setelah beramin di bibirnya, kulanjutkan ke lehernya, ternyata membuat tanda kepemilikan tidak perlu belajar, naluriku sebagai laki-laki dengan cahaya remang-remang, ku yakini leher Atun saat ini penuh tanda kemerahan random hasil kerja bibirku, dia beberapa kali menggeliat dan sedikit berdesis menahan desahan.
"Atun... Aku ingin meminta hakku sebagai suamimu." Tanpa menunggu jawaban darinya ku kecup pucuk kepalanya ku bisikkan do'a
"Bismillah, allahumma jannibnas-syaithaan wa jannibis-syaithaana maa razaq-tanaa."
yang artinya: Dengan menyebut nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari gangguan setan dan jauhkanlah setan dari rezeki yang Engkau anugerahkan kepada kami.
"Aamiin...." Jawab Atun sambil menganggukkan kepala tandanya dia memberi izin untukku mengajaknya berjima
Skiiiipppp
Hujan masih turun meski tak sederas tadi namun listrik masih padam, dan beberapa lilin sudah mati, meninggalkan pencahayaan remang-remang.
"Maaf kalau aku menyakitimu. Terimakasih kamu sudah memberikan hakku." Kami masih dengan keadaan tanpa busana dan tertutup selimut, kami saling berhadapan, namun kepala atun berada di depan dadaku, lengan kiriku dijadikan bantalan kepala oleh Atun, dan tangan kananku ku gunakan untuk membelai rambutnya, sebenarnya aku kasihan dengan Atun, dia sempat menangis saat kami melakukan ibadah, mungkin karena minimnya pengalamku sehingga belum bisa membuat istriku nyaman.
"Masih sakit??" Tanyaku sambil menghapus sisa air matanya, entah hanya sakit di bagian intinya atau hatinya juga tersakiti, bercinta dengan laki-laki yang tidak di cintainya.
"Sedikit perih." Bisiknya
"Maaf ya, mungkin aku terlalu kasar, aku sama sekali tidak punya pengalaman, jadi mungkin kamu belum nyaman." Aku kembali mengecup pucuk kepala Atun yang masih nyaman sembunyi di dada bidangku.
"Gak papa...kita sama-sama baru pertama melakukan seperti tadi, jadi hal wajar kalau kurang nyaman." Jawab Atun masih belum mau menatap wajahku.
"Kamu menyesal melakukannya denganku? Tanpa cinta??" Tanyaku penuh selidik dan berusaha melihat mata dari Atun yang masih sibuk memperhatikan dadaku.
"Enggak, meski kita sama-sama melakukan tanpa cinta, mau sekarang atau besok, kita tetap harus melakukannya kan??bagiku menikah itu bukan main-main, dan sekali seumur hidupku." Masuk akal juga jawaban si Atun, dan pemikiranku pun sama dengan pemikirannya.
"Kamu bisa membaca pikiranku ternyata ya?? Aku juga sama, hal seperti tadi mau tidak mau, siap tidak siap pasti kita lakukan, dan aku maunya melakukannya hanya denganmu, karena kamu istriku, di keluarga kita tidak ada istilah poligami atau perceraian." Aku tidak mau di anggap mesum oleh Atun, kalau aku tidak memulainya pasti dia sebagai perempuan gak mungkin kan dia mendusel-ndusel aku duluan, ya biarlah ku jatuhkan harga diri berbonus nikmat terlebih dulu.
"Ibu bilang Eyang memberi ultimatum sama kamu, maksimal tiga bulan lagi aku harus hamil kan?." Ternyata ibu cerita kemarahan eyang sama Atun.
"Hemmm iya.... Semoga Allah segera memberikan keturunan kepada kita, dan Atun, belajarlah menerimaku, aku yakin kamu belum bisa menerimaku di hatimu kan?? Aku bukan mahluk susah untuk di cintai, belajarlah menerimakku dan mencintaiku, aku juga akan belajar mencintaimu, dan menerimamu lahir batin." Ku tatap mata istriku yang menangis, kuhapus air matanya dan ku cium kedua matanya.
"Jangan nangis ya... Semoga hanya ada bahagia di pernikahan kita." Dia mengangguk dan entah jam berapa kami baru tertidur.
***
Bersambung....
Aku mau tanya ni...
Dari awal novel ini menceritakan dari sudut pandang Arman, perlu gak aku buat dari sudut pandang Lida???Jangan lupa koment dan beri tanda bintang ya
KAMU SEDANG MEMBACA
KAKAKU = ISTRIKU
General Fiction(End) Aku Arman, Muhammad Arman Hassani, harus terjebak menikah dengan perempuan yang usianya 4 th di atas ku, parahnya lagi, perempuan itu adalah kakak angkatku, karena ketidak sengajaan yang berakibat fatal dalam hidupku, menjungkir balikkan tatan...