Selamat Membaca
🍃🍀🌴🌀🌲🌱Wajah pucat Atun yang berada di brankar keluar dari ruang penanganan, di dorong oleh dua orang suster, aku dan ibu yang tadinya terduduk lemas di ruang tunggu bergegas mengikuti mereka menuju ruang perawatan. Atun baru saja melakukan tindakan kuret, janin yang baru berusia 7 minggu terpaksa harus di keluarkan karena kecerobohanku.
Aku benar-benar tak sanggup mengatakan pada Atun atas kejadian yang menimpanya, tentang bayi kami, seandainya bisa aku ingin menukar diriku dengan anakku.
Aku duduk di samping Atun yang belum sadarkan diri. Ibu menepuk pundakku dan berpamitan akan membeli sarapan untuk ku, karena sudah jam 9 pagi dan aku belum sarapan.
Setelah ibu pergi, aku genggam tangan dingin Atun.
"Atun....Sayang... Maafkan aku.... Maafkan kecerobohanku." aku menggukuk menangis dalam penyesalan."Ehmmmmhhh..... Aku dimana??." Atun mulai membuka matanya.
"Atun... Kamu mau minum??." Aku mendekatkan sedotan dan sebotol air mineral ke bibirnya.
Atun meringis dan memegangi tangannya saat dia berusaha bangun dari tidurnya.
"Sessstttt... Sakit." Dia kembali merebahkan diri ke brangkarnya.
"Kondisimu belum baik, kamu jangan bangun dulu." Aku memposisikan brankar dengan posisi duduk.
"Aku kenapa Bi??." Dia mulai berkaca-kaca dan mungkin merasakan ada firasat buruk.
Aku menengadahkan wajahku menahan air mata yang ingin mengalir.
"Aku sakit apa??" Ulangnya
"Kamu baru saja keguguran, kenapa kamu tidak bilang sama aku kalau kamu sedang mengandung??." Lirihku menatap matanya yang kini menangis.
"Aku... Keguguran???." Atun menutup mulutnya dengan kedua tangannya dan air matanya meluncur begitu saja dan membasahi pipinya yang pucat
"Maafkan aku... Karena kesalahanku bayi kita harus lahir sebelum waktunya." Aku memeluk Atun yang menangis sejadi-jadinya, dan dia memukuli dadaku dengan lemah menyalurkan kesedihannya.
"Aku tidak menyadari kalau dia hadir, aku baru akan membeli testpect ternyata dia sudah tidak ada." Atun ternyata belum tau kalau dia sudah mengandung hasil dari malam Jum'at kala itu.
"kenapa kau memaksaku, kau membunuh anakku aku benci kamu, kenapa kau egois, kenapa kau tidak mencoba memahamiku sebagai perempuan yang menikah karena terpaksa, kenapa kamu tidak lebih sabar mengambil hatiku."
Dan dia membuncahkan amarahnya dia semakin memukuli dadaku, meski dengan lemah tak terasa berati pukulannya, damun dadaku terasa sakit, dan mataku terasa panas, tangisannya begitu menyayat hati, dia terlihat terpuruk.
"Lida... Apa maksudmu, mengatakan Arman membunuh anakmu??." Ibu yang syok menjatuhkan sarapan yang baru saja dia beli, ibu mendengar percakapan kami.
"Ibu... " Aku kaget bukan main saat ibu datang dengan mimik wajah sulit terbaca.
"Apa yang kamu lakukan Man sama Lida??". Ibu mengguncang badanku meminta penjelasan.
"Semalam kami bertengkar, Arman meminta hak Arman sebagai suami, dan akhirnya pagi ini... " Aku tak sanggup melanjutkan ucapanku karena ibu lebih dahulu menamparku.
"Ibu tidak menyangka, anak ibu yang ibu besarkan dengan kasih sayang tega berbuat seperti itu pada istrinya, kamu seperti orang yang tidak bermoral Man, ibu kecewa padamu, ibu menyesal menyerahkan putri ibu padamu." Ibu menatapku dengan tatapan kecewa.
Aku sudah menyakiti dua orang wanita yang aku cinta.Aku berjalan keluar dari kamar rawat Atun, dan membiarkan ibu menenangkan Atun yang masih menangis.
Aku masih termenung di depan kamar. Aku melihat bapak berjalan bersama pak Ilham, dan mereka mendekat padaku.
"Pak Ilham, kok bapak ada di sini, maaf tadi saya belum sempat minta izin ke bapak, karen saya fokus ke istri saya sampai kelupaan minta izin." Aku agak canggung pak Ilham melihat kondisiku yang berantakan.
"Tidak apa-apa, tenang saja, tadi kebetulan saya ke kantor pak Arifin kami bertemu di parkiran dan beliau bilang kalau istrimu sakit, eh pas mau kesini mobil pak Arifin bannya kempes, jadi saya antar pak Arifin sekalian saya jenguk istri kamu."
"Gimana kondisi Lida Man??" Bapak terlihat cemas.
"Baru saja sadar pak, tadi dia sudah di kuret, dan kondisi saat ini dia sudah baik". Tapi hatinya yang sepertinya kurang baik, lirihku dalam hati.
"Lida hamil Man??" Tanya bapak
"Iya pak, kata dokter sudah berusia 7 minggu, kami tidak menyadarinya, dan tau-tau tadi pagi dia pendarahan". Gak mungkin aku crita yang sebenarnya pada bapak di depan pak Ilham.
"Kalu begitu, bapak masuk ya." Bapak masuk ke kamar rawat Atun.
"Boleh saya ikut menjenguk istrimu Man??." Pak Ilham meminta ijin padaku kemudian kami sama-sama masuk ke kamar Atun.
"Silahkan pak". Aku berharap kondisi Atun sudah lebih baik dari tadi.
"Zahra...." Pak Ilham kaget saat melihat istriku terlihat pucat memakai pakaian rumah sakit dan tertidur di atas brankar.
"Mas Ilham???" Atun lirih melihat pak Ilham dan dia memanggil pak Ilaham dengan panggilan 'mas' dan pak Ilham memanggilnya dengan panggilan 'Zahra'. Bukannya Zahra mantan pacarnya yang di jodohkan.
Jangan-jangan istriku adalah Zahra nya pak Ilham... Ya Allah cerita apa lagi ini...
***
"Man, jadi Maulida Zahrotul Fadilah itu istrimu??." Kami duduk di cafetaria rumah sakit, kami sama-sama ingin mengeluarkan uneg-uneg kami.
"Iya pak, dan apakah istri saya adalah Zahra wanita yang pernah singgah di hati bapak??". Pak Ilham mengangguk.
Ternyata selama ini aku memberi saran kepada orang yang salah, saran yang ku berikan kepada pak Ilham menjadi bumerang padaku.
"Man, kamu tau kan perasaanku pada Zahra, dan kamu juga tau kan kalau Zahra juga masih mencintaiku, tolong Man biarkan kami bahagia." Pak Ilham memohon kebagaiannya dan berarti akan menjadi kesedihanku.
"Maaf pak, saya tidak bisa, Lida atau Zahra adalah istri saya, tidak mungkin saya menyerahkan istri saya kepada orang lain. Dan saya mengundurkan diri dari biro bapak, terimakasih atas kesempatan yang di berikan kepada saya." Aku bergegas meninggalkan pak Ilham yang masih terduduk lemas.
Aku berjalan gontai ke ruangan Atun, aku berharap ada pintu maaf untukku, sebenarnya aku sudah kalah habis-habisan, calon anakku sudah pergi, istriku membenciku, aku kehilangan pekerjaanku, yang bikin aku kalah telak adalah hadirnya mantan pacar istriku dia seorang laki-laki yang nyaris sempurna.
Aku kalah ya Allah...
Beri kekuatan pada hamba, meski hamba kalah, jangan ambil kesempatan untuk memenangkan hati istri hamba, hamba sangat mencintainya ya Allah....Bersambung.....
Jangan lupa vote ya
KAMU SEDANG MEMBACA
KAKAKU = ISTRIKU
General Fiction(End) Aku Arman, Muhammad Arman Hassani, harus terjebak menikah dengan perempuan yang usianya 4 th di atas ku, parahnya lagi, perempuan itu adalah kakak angkatku, karena ketidak sengajaan yang berakibat fatal dalam hidupku, menjungkir balikkan tatan...