Jabal Rahmah

313 23 0
                                    

Selamat membaca....
🕋🕋🕋🕋🕋🕋🕋

Kami tiba di bandara King Abdul Aziz di Jeddah jam 19.30 waktu Jeddah. Aku , bapak dan ibu menjadi beckpacker. Kok bisa kami sampai Jeddah??

 Kok bisa kami sampai Jeddah??

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Flashback

"Kamu masih mual Da??" Tanya ibu saat kami sarapan.

"Enggak bu, Lida selalu membawa parfum Arman, entahlah, kalau mual Lida selalu mencium parfum Arman bu, dan entah bagaiman, kok mual Lida bisa hilang" Aku menunduk malu, aku jadi bucin sama Arman.

"Sepertinya cucu kakek ini ingin deket sama ayahnya terus." Bapak tertawa meledek aku.

"Lida juga gak tau Pak, kalau dia sudah lahir pasti dia gak mau lepas dari bapaknya." Aku mengelus pelan perutku.

"Da gimana kalau bulan depan kita Umroh yuk??, nanti kita bikin kejutan untuk Arman, kita jadi jamaah beckpacker aja, bapak kan koneksi banyak di tanah suci, siap mencarikan hotel buat kita. Kalau beckpacker kan kita bisa bebas tidak terikat dengan jadwal biro."

"Bapak memang The best" aku peluk bapak sambil nangis.

"Jangan nangis malu sama anaknya, besok kita susul Arman, kamu mau kan rujuk lagi sama Arman??". Aku tersenyum dan mengangguk

Flashback off

Usia kandunganku sudah tiga bulan, Arman junior sudah lebih bersahabat di perutku, mungkin dia tau bapaknya ada di negri orang, gak ingin menyusahkan emaknya.

Sampai di Jeddah kami sudah di jemput oleh kawan bapak seorang tour guide independen di Jeddah, kawan bapak yang ku panggil Om Jhoni, dia juga mengenal Arman, bapak meminta merahasiakan kedatangan kami kepada Arman. Om Jhoni orang Jakarta teman kuliah bapak dulunya, dia biasa membantu para beckpacker yang inging menjalankan ibadah umroh, kami bertiga cukup menguasai bahasa Arab, dan ini bukan kali pertama kami pergi ke negara lahirnya Agama Islam ini.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 50 menit Kami sampai di sebuah hotel di Mekah, meski bukan hotel Makkah Royal Clock Tower, namun kami cukup nyaman istirahat disini. Hotel yang berjarak 20 menit jalan kaki dari Masjidil Haram.

Orang Arab sangat ramah, bahkan mereka pandai berbahasa Indonesia, besok rencana kita akan ke kota Tan'eim untuk mengambil Miqot Makkani kami akan menjalankan ibadah Umroh dulu sebelum bertemu Arman, kami sengaja tidak memberi tau kedatangan kami ke Tanah Suci, sebenarnya aku penasaran apakah Arman masih memiliki perasaan cintanya kepadaku, atau sudah terganti dengan wanita yang katanya bernama Hanna itu.

"Nak kita sudah dekat dengan Ayahmu" ku elus perutku seraya mengajaknya bicara.

Paginya setelah mengambil Miqot di Tan'eim dan berniat untuk Umroh kami berangkat ke Masjidil Haram, melihat bangunan itu rasa lelahku serasa sirna.

KAKAKU = ISTRIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang