Selamat Membaca....
🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀Kami makan malam bersama di rumah ibu, dan kami juga akan menginap di sana. Atun membantu ibu membereskan meja makan, sedang aku di teras belakang bersama bapak sambil minum kopi dan iseng bermain catur sama bapak.
"Gimana hubunganmu sama Lida Man?". Bapak bertanya dengan tatapan fokus pada bidak catur di hadapan kami.
"Baik pak." Jawabku singkat
"Maksud baik itu gimana??". Duh masak aku ena ena sama Atun aku ceritain ke bapak.
"Ya... Baik, gak buruk pak". Aku jawab dengan cengengesan
"Udah sunahan belum??." Alis Bapak di tarik ke atas, dengan tatapan khas orang kepo dan senyum nakal ternyata gokil juga, tanya soal sunah. Kebiasaan laki-laki pasti akan bangga dengan kejantanannya dan aku termasuk pria yang bangga dengan kesuksesanku malam Jum'at kemaren.
"Jelas udah dong, anak bapak yang ganteng ini pejantan tangguh pak hehehhe...." Jawabku bangga.
"Hebat juga kamu, emang Lida mau??" Pertanyaan bapak semakin liar, dan sangat pinter memancing anaknya.
"Eh, bapak.... Siap yang bisa nolak anak bapak ini lah..." Masih dengan nada sombong karena bisa menaklukan istri dadakanku.
"Masa cepet banget Lida takluk sama kamu.??" Bapak semakin excited dengan ceritaku.
"Bapak ingat hujan deras malam Jum'at kemarin??". Aku semakin terpancing buat cerita bagaimana awal mula, kalau mungkin bapak sama ibu dulu saling cinta, jadi bras bres enak-enak saja, mungkin kisahku lebih menarik dari kisah bapak, dari adik kakak menjadi suami istri.
"Iya.... Trus??". Aku tak banyak punya teman dekat, jadi teman dekatku laki-laki ya bapak ini.
"Kan.... Di Gajah Mungkur listrik padam pak."
"Truuusss??" Bapak dengan senyum penasaran.
"Anak perempuan bapak punya pobia dengan tempat gelap kan??." Aku tersenyum penuh arti.
"Lah, trus kamu perkosa istri kamu??." Gak cuman gokil bapakku ternyata, tapi dia juga begitu rendah menilai anaknya...
"Ihhh bapak... Enak aja, masak istri sendiri di perkosa!!" Aku sedikit kesal dengan pertanyaan bapak yang terdengar absurd
"Jadi sama-sama mau nih???". Senyum bapak makin nakal dengan menarik alis kirinya.
"Bapak, sampai saat ini Arman berusaha memerankan peran suami dengan baik, soal cinta mah bisa datang karena terbiasa, masak baru perubahan status seminggu udah cinta. Ada-ada aja bapak ini." Aku kembali memfokuskan pandanganku ku kuda hitamku yang sudah ku atur untuk menjegal raja putih milik bapak.
"Kalau Lida sudah mau kamu ajak sunahan berati Lida sudah cinta sama kamu Man?".
"Belum pak, dia masih mencintai mantan pacarnya, sehari sebelum kami menikah, mantan pacarnya datang kesini, Arman liat pas dia pulang, wajahnya seperti apa? Arman juga tak tau." Paparku agak kecewa, dan ada rasa nyeri kalau membicarakan mantan pacarnya Atun.
"Ha???? Lida punya pacar Man?? Bapak kok gak tau?" Lah kepo lagi ni bapak.
"Kalau dia masih cinta sama mantannya kok dia mau kamu ajak gituan??". Bapak kembali tanya soal gituan lagi.
"Kan kita niatnya ibadah pak... Dia aja habis itu nangis, kayak nyesel gitu pak." Duh curcol
"Yah... Kamu yang sabar ya Man, trus kamu udah berapa kali gituan sama Lida??"
"Baru sekali pak malam Jum'at kemarin, habis itu dia gak berani melihat wajahku. Gak tau kenapa, kayak malu entah nyesel." Nada bicaraku semakin merendah gak sesemangat tadi pas cerita menaklukan si Atun.
"Skakmat!!!!". Ternyata meski kuda hitamku sudah ku atur menjegal raja putih milik bapak, namun bapak memang atlit catur tingkat RT susah untuk di kalahkan.
"Kamu ni Man... Man, masih saja kalah sama bapak hahahhahaha." Bapak tertawa keras dan kembali menata para pasukan catur di bidak nya.
"Seru banget kayaknya.??" Atun datang dengan membawa sepiring pisang goreng dari dalam rumah.
"Kamu main catur sama bapak dulu ya, aku mau ke kamar mandi, kayaknya ada panggilan alam." Aku bangkit dari kursiku dan bergegas ke toilet untuk menuntaskan hajatku.
***
Kami semua sudah ngantuk bapaj dan ibu sudah masuk ke kamar mereka, sedang aku dan Atun kembali malu-malu.
"Bi, aku kangen kamarku." Sepertinya dia ingin kami kembali tidur terpisah.
"Aku juga rindu kamarku." Aku males debat, dan gantian aku juga jual mahal dongs, meskipun aku pingin kayak malam jum'at kemarin, tapi melihat Atun sepertinya masih sedih, kuberi kesempatan dia untuk sendiri dulu.
"Yuuuk tidur, aku tidur di kamarku, kamu di kamarmu." Aku bangkit dan berjalan duluan masuk ke kamar.
Dari dalam kamar aku mendengar bapak memanggil Atun. Mereka berbicara agak pelan tapi ku masih bisa mendengar dengan jelas saat sengaja nguping telingaku ku tempelkan daun pintu.
"Kamu, kok tidur di kamarmu Da??" Tanya bapak penuh penekanan dan pelan.
"Hemmmm..... Lida kangen tidur di kamar Lida pak." Jawab Atun dengan ikut memelankan suara.
"Gak boleh, kaku harus tidur sama Arman, kamu istrinya, dosa nolak suami. Jadikan Arman satu-satunya laki-laki di hatimu. Dan segera buatkan cucu untuk bapak"
"Sepertinya Arman sudah mulai suka sama kamu, tinggal kamu Da, buka lah hati untuk Arman." Lhooo bapak kok se enaknya menyimpulkan kalau aku cinta sama Atun, bapak tu malu-maluin aku aja.
Tok... tok....tok...
Tak lama kemudia Atun mengetuk pintu kamarku, aku menunggu beberapa saat dan membukanya, sebelum itu ku acak-acak rambutku biar terkesan bangun tidur.
"Ada apa??" Tanyaku kepada Atun dengan mata ku buat sipit seolah bangun tidur.
"Hemmmm.... Boleh aku tidur sini??" Atun menunduk, kemudian ku beri akses dia untuk masuk ke kamarku.
Atun langsung melepas jilbab yang dia kenakan dan langsung merebahkan badannya ke kasurku, dari body language nya terlihat kalau dia terpaksa tidur di kamarku. Dia meringkun tidur miring membelakangiku. Akupun dengan kesal ikut tidur membelakanginya.
"Tun??? Kalau kamu ingin tidur sendiri aku bisa tidur di ruang tv, sekalian aku mau nonton bola." Aku beranjak dari kasur yang kurindukan, namun tangan Atun menarik tanganku.
"Tidur denganku ya...."
Bersambung
Jangan lupa Vote
KAMU SEDANG MEMBACA
KAKAKU = ISTRIKU
General Fiction(End) Aku Arman, Muhammad Arman Hassani, harus terjebak menikah dengan perempuan yang usianya 4 th di atas ku, parahnya lagi, perempuan itu adalah kakak angkatku, karena ketidak sengajaan yang berakibat fatal dalam hidupku, menjungkir balikkan tatan...