Pindah Rumah

301 20 0
                                    

Selamat membaca
🌟🌟🌟

"Kalian yang rukun ya.... Ingat jangan ada pertengkaran dalam rumah tangga, kalian sudah saling mengenal sejak kecil, jadi saat ini bangunlah hubungan saling menghargai, kamu Lida, Arman bukan lagi adikmu dia suamimu, dan kau Arman, bukan lagi anak Ibu, kamu sekarang menantu ibu, ibu titip Lida sama kamu". Ibu memelukku saat ikut mengatarkanku ke rumah baru kami yang ada di Gajah Mungkur, rumah warisan dari orang tua bapak, rumah dengan bangunan khas tahun 50an dinding tebal dan acinga belum halus jendela yang lebar, meski rumah dengan model kuno namun rumah ini cukup asri, ada pohon mangga dan pohon rambutan di halaman rumah, juga ada kolam buatan menyerupai sungai dengan batu alam sebagai tepi kolam membuat suasana semakin sejuk di banding rumah bapak yang ada di daerah Simpang lima.

Bapak, Ibu, bulik Ratna dan Eyang yang baru saja di ijinkan pulang ikut dari rawat inap RS ikut mengantarku ke rumah baru.

"Iya bu... Atun sekarang tanggung jawab Arman, InsyaAllah Arman akan jaga amanah bapak dan ibu dengan baik". Jawabku

"O iya Man, Eyang sudah tua, segeralah kasih eyang cicit, biar eyang sempat menggendong cicit eyang." Aku dan Atun mendadak tersenyum kikuk mendengar penuturan eyang yang mendamba cicit.

"Yang sabar ya Eyang ... Itu kan Allah yang kasih, eyang do'akan saja ya...." Kali ini Atun yang menjawab dengan diplomatis.

Setelah makan siang, hasil masakan Atun, ibu dan bulik Ratna rombongan keluargaku kembali pulang ke Simpang lima meninggalkan aku dan Atun di rumah.

"Bi, kamu pilih kamar yang mana?" Tanya Atun saat membuka salah satu kamar yang ada di rumah kami.

"Bisa gak kita mencoba menepis rasa canggung kita, kita belajar menerima pernikahan kita, dengan tidur sekamar, minimal kita biasakan untuk bersama, meski kita sama-sama tau kita belum bisa melakukan kewajiban kita". Ya kurasa gak seru kan suami istri tidur terpisah, meski aku pun sepertinya tidak bisa tidur dengan wanita yang sama sekali tidak aku cinta.

"Hemmmm.... Kamu yakin??? Kita tidur sekamar??" Tanya Atun ragu.

"Apa salahnya kita coba." Aku nylonong  masuk ke kamar yang pintunya di buka oleh Atun dan membawa koperku masuk ke kamar tersebut, kamar bercat putih dan perabot di kamar itu beberapa dari bahan kayu yang di pliture berwarna coklat, memeberi kesan elegan, tempat tidur cukup luas bisa untuk tidur tiga orang dengan sprei berwarna putih.

Malamnya kami berdua di kamar dengan kesibukan masing-masing, si Atun sudah berganti pakaian dengan baju tidur namun jilbab instan masih dia kenakan, sampai hari ini aku belum pernah melihat rambut istriku sendiri, istri.... Geli juga menyebut gadis yang biasa merawatku dari kecil kini ku sebut istri. Dia kali ini tengkurap di atas kasur dengan laptop di depannya dan beberapa bertas di samping nya, dia sibuk memasukan nilai murid-muridnya, sedang dudu memangku laptopku dan bersandar di sandaran dipan tempat tidurku,  aku sibuk buka email dengan laptopku.
Aku membuka emailku, ada sebuah pesan dari biro Haji dan Umroh yang cukup terkenal di Semarang yabg kemarin aku kirim lamaran kerja di sana, ternyata balasan emailnya adalah jadwal untuk wawancara.

"Tun, Atun.... Alhamdulillah... Aku di panggil wawancara di Khadijah Haji & Umroh, besok."

"Alhamdulillah... Jam berapa??" Jawab Atun ikut antusias

"Jam sembilan".

"Kamu bawa mobilku ya, kan motor kamu masih di rumah bapak." Dulu sih asik-asik saja pinjam barang punya Atun saat kami kakak beradik, tapi sekarang sepertinya harga diriku menolak memakai barang milik istri.

"Gak usah, besok sebelum wawancara, aku ke rumah bapak dulu, ambil motor, lagian lebih enak bawa motor bisa bras bres di jalan."

"Ya dah terserah kamu." Jawab Atun singkat.

Ku tutup laptopku, aku mencoba tidur di samping Atun yang masih sibuk dengan kerjaannya. Aku mencoba untuk tidur, namun hanya mata yang terpejam, pikiran dan hatiku belum bisa ku istirahatkan, aku sungguh tidak nyaman dengan kondisi saat ini, rasanya aku ingin menarik perkataan ku untuk tidur terpisah samapai aku siap, tapi aku kan tak bisa egois, Atun sudah mau berusaha, harusnya aku juga ikut berupaya membangun rumah tangga yang sakinah mawadah warahmah.

Dengan alasan haus, aku keluar dari kamar, padahal sama sekali tidak haus, saat kembali ke kamar aku melihat Atun sudah tertidur dengan posisi tengkurap dan laptop masih menyala, apakah dia juga tidak bisa tidur karena ada aku di sampingan.

Kupandang wajah polos Atun yang tertidur dengan masih memakai jilbabnya, dia pun masih belum nyaman dengan ku sebagai suaminya yang jelas di perbolehkan melihat auratnya.

Aku keluar dari kamar, karena belum ngantuk ku nyalakan TV yang ada di ruang keluarga tepatnya di kamar kami, entah jam berapa, akhirnya aku yang menjadi tontonan tv.

"By... Hubby... Bangun... Udha mau subuh ni, kok tidurnya di luar??" Atun membangunkanku yang tertidur di sofa depan tv.

"Maaf aku ketiduran pas nonton bola." Bohongku, padahal gak ada pertandingan bola di tayangkan di tv.

"Bi... Jujur aku belum siap kita tidur sekamar, sepertinya, kamu juga kan? Jadi kita jangan memaksakan keadaan dulu ya, kita lern by doing ya??" Pinta Atun dengan senyum manisnya, dan aku pun mengangguk meng iyakan ucapnnya.

Bersambung

KAKAKU = ISTRIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang