Perjuangan baru

294 29 14
                                    

Hiruk pikuk kota menjadi pemandangan, berbagai suara pedagang yang mempromosikan dagangan mereka seakan menjadi alunan melodi pengiring, suara decitan rem sepeda pertanda bahwa dua insan itu telah sampai pada tempat tujuan.

"Ayo turun!," Ucap Hendrick menatap Lasmi yang terlihat masih nyaman duduk di atas boncengan sepeda tua itu.

Lasmi menggeleng kuat.

"Nee, aku takut...,"

"Aishh, kau takut pada apa nyonya muda? Kau lupa kau sedang bersama siapa? Tenang walau seragam itu tak lagi kukenakan, namun, sahabatku setia ku bawa kemana saja. AMAN," ucap Hendrick sembari menepuk sisi kiri jasnya, dan menekankan kata  Aman  pada akhir kalimatnya.

Kening Lasmi mengerut mendengar pernyataan laki laki Belanda di depannya," Sahabat? Kau diam diam mengajak pengawal ?."

Hendrick menghela nafas sabar, merogoh sisi kiri bagian dalam jasnya, kemudian terlihatlah kini sahabat yang ia maksud, adalah pistol kecil bewarna hitam yang benar benar mengintimidasi dari mulutnya yang siap merenggut nyawa siapa pun. sembari menunjukkannya di depan mata Lasmi nyaris menyentuh bagian wajahnya di antara kedua mata. Wanita itu menjerit histeris terlalu kaget mungkin.

" Bagaimana ? Kau merasa aman sayang ?_" tanya Hendrick mencondongkan tubuhnya, kemudian kembali menegapkan tubuh dan terlihat sedikit frustasi,

"Ayolah ! Tak perlu takut berlebihan, itu menganggu kepercayaan dirimu, tenang aku ini penembak handal dari jarak sejauh 100 meter pun aku dapat membidik musuh dengan tepat di bagian kepala atau jantungnya."

Lasmi akhirnya pun turun dari boncengan, sembari menepuk halus jarik sutranya yang mungkin sedikit terlihat kusut," Dasar psikopat !," Kemudian wanita itu berlalu meninggalkan suaminya di ujung jalan.

Wanita memang sulit dimengerti, mungkin benar adanya lihat saja tingkah wanita yang kini sedang memakai tusuk konde emas pemberian sang suami, tadi terlihat guratan takut dan cemas seakan anak ayam yang berlindung dibalik tubuh ibunya yang melihat mata mengintimidasi dari seekor musang. Namun, coba lihat sekarang dirinya melenggang bak ratu yang siap membunuh ribuan musuh hanya dengan satu kibasan tangan.

"Hendrick ! Kau menunggu apa ? Tak ada musuh disini tak perlu susah payah matamu memicing mencari letak kelemahan musuhmu dari jarak 2 km sekalipun !," Lasmi berteriak tak sabar sembari matanya menatap kesal sang suami yang kini terlihat terdiam masih berdiri di tempat semula.

" Musuh mudah ditaklukkan, yang sulit itu menaklukkan sikap labil mu Lasmi," ucapnya dalam hati kemudian berjalan ke arah dimana sang istri telah menunggu. Berjalan dengan tegap, dan sorot mata yang tajam membuat laki laki berdarah negeri kincir angin itu tampak seperti pangeran kerajaan yang sedang memimpin perang.

Ketika laki laki itu telah hampir mensejajarkan langkah kaki mereka, Lasmi menggandeng tak sabar sang suami, Hendrick hanya diam bisa dikatakan,
Ia sedikit kesal.

________

Kini tibalah mereka di depan ruko studio ternama di kota soerabaja, dengan beriringan mereka memasuki tempat tersebut yang dijaga oleh dua penjaga pribumi.

Banyak pasang mata melihat ke arah mereka, seakan mereka tengah mengadakan pertunjukan yang menarik. Namun yang ada hanyalah sepasang suami istri yang terlihat mesra berjalan anggun dengan percaya diri, siapapun yang melihat mungkin akan mengatakan beruntung pada Lasmi seorang gundik yang terlihat sangat di sayangi oleh tuannya.

" Hello meneer,Is er iets dat ik kan helpen?¹," Tanya seorang lelaki Belanda yang terlihat ramah, pada Hendrick.

Sedikit Lasmi merenggut kesal kenapa dirinya tidak juga disapa ? Kenapa hanya Hendrick, atau karena mereka sama sama berkulit putih?
Kalau begitu sepertinya Lasmi harus mengecat kulitnya dengan cat yang sering digunakan pak Cokro mengecat ulang pagar rumah. Benar benar !

Cinta Di Langit Hindia BelandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang