Surabaya, 11 Januari 1942.
Akhir akhir ini keheningan selalu mengisi, entah apa rencana semesta, namun yang dirasa dua insan di tengah pengasingan kehidupan sosial itu merasa ada perasaan yang mencekam.
Malam terasa beda, tidur tak lagi nyenyak, siang terasa begitu hening walau berbagai suara mengisi, petang terasa menusuk. Seolah olah berbagai mata mengawasi gerak gerik mereka.
Hari ini adalah hari berulang tahunnya Hendrick, sejak tadi pagi mereka sudah bersiap siap. Hendrick mengajak Lasmi untuk ke kota, bertujuan untuk berfoto. Tadinya Lasmi menolak, karena mengkhawatirkan kondisi Hendrick apabila terjadi hal hal yang tidak mengenakan.
" Ya, masa mau foto pakai topi caping, aneh kamu tuh. Orang foto ya mau bagus," ucap Hendrick di sela tangannya yang sibuk mengancing kemeja putihnya yang tertutupi jas bewarna hitam.
Lasmi mendekati Hendrick, kemudian memasangkan dasi hitam di leher sang suami.
" Bukan begitu, aku hanya mengkhawatirkan dirimu," ucap Lasmi setelah berhasil memasangkan dasi di leher sang suami, kemudian mendongak menatap Hendrick yang juga menatap ke arah anak matanya.
Cup
Hendrick mencium kening Lasmi, seolah menyalurkan ketenangan di tengah kegelisahan wanita Jawa itu.
" Apakah aku harus memakai seragam sialan itu untuk melindungi diriku, dan meredakan kecemasan mu?," Tanya Hendrick.
Lasmi menyunggingkan senyum miring," kau selalu memakai seragam itu untuk menjadi tameng bagi dirimu."
Hendrick tertawa kecil, kemudian menatap dirinya lagi di depan cermin, diikuti Lasmi yang menerobos diri Hendrick, kemudian berdiri di depannya.
Serasi.
Hendrick memakai setelan kemeja putih, dengan jas, celana dasar, dan dasi bewarna hitam. Sedangkan Lasmi yang memakai jarik sutra bergambar flora dari pemberian Hendrick waktu itu, dan memakai kebaya putih dengan sanggulan khas wanita Jawa yang di hiasi roncean bunga melati.
Setidaknya untuk sehari mereka ingin mengenang masa kehidupan jaya mereka, sebelum mereka menapaki kehidupan sederhana.
" Aku merindukan keluarga ku," lirih Lasmi kecil sembari menundukkan pandangan, meski begitu Hendrick masih bisa mendengar nya.
" Mereka selalu menyayangimu, kau anak yang baik, istri yang baik, sahabat yang baik, teman yang baik. Mereka hanya perlu waktu untuk menyadari yang sesungguhnya. Tidak ada keluarga yang benar benar membenci anak nya, mereka selalu mendoakan mu in sya Allah," ucap Hendrick menenangkan Lasmi.
Lasmi mendongak, mereka saling menatap satu sama lain. Kemudian Hendrick mendekatkan diri ke arah Lasmi, lalu mengecup bibir wanita yang dicintainya itu.
" Ayo, tak ada waktu lagi mooi meisje," Hendrick sudah melangkah mendekati pintu. Sedang Lasmi berdiri mematung di tempatnya. Tampaknya wanita itu terlalu terkejut, dengan panggilan manis dari sang suami.
" Eh? Mengapa kau masih diam disitu? Tidak akan sampai di kota bila kau terus mematung disana, kau bukan hantu yang bisa hilang kemudian terbang bebas."
" Eh?," Lasmi tersadar dari lamunannya, kemudian melangkah mendekati Hendrick dengan senyum mengembang, namun tampak mengerikan.
" Kau manis sekali tuan meneer," ucap Lasmi sembari mencium pipi Hendrick, kemudian melangkah cepat keluar kamar.
Hendrick tersentak, dan tersenyum, kemudian meraba sebelah pipinya yang dicium sang istri, dia kemudian mencium tangan yang di gunakannya untuk meraba pipi bekas ciuman Lasmi, kemudian menyimpannya di saku jas hitamnya. Aishhh sepertinya laki laki itu mengada, seolah olah ciuman sang istri bisa dia simpan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Di Langit Hindia Belanda
HistoryczneSudah lama Indonesia di kuasai oleh kerajaan Belanda . Segala sistem yang mencekik , dan penjajahan yang kejam , menjarah seluruh bumi Pertiwi tanpa ampun . Banyak sekali terjadi pertumpahan darah , deraian air mata , dan jeritan pilu dari Masyaraka...