Kemelut Seorang Pejuang

249 22 6
                                    

Kota Soerabaja, 1944.

                                            H A P P Y    R E A D I NG

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

                                
           H A P P Y    R E A D I NG

                           (๑˙❥˙๑)

               
                                        
Sang Surya perlahan menunjukkan keperkasaannya, sinarnya mulai mengusir kegelapan pada setiap penjuru belahan dunia.

Sambutan suara kicauan burung, udara kota yang sejuk serta harum tanah selepas diguyur hujan tadi malam masih menyisakan ketenangannya.

Hendrick menghirup dalam udara, seakan membasahi setiap jengkal tubuhnya yang merindukan ketenangan

" Pagi yang indah bukan?," Tanya seseorang yang menghampirinya, membuatnya terpaksa membuka mata mengalihkan pandangannya terhadap si pemulai pembicaraan,

"Pagi yang indah, namun tak akan seindah kejadian yang akan terjadi beberapa jam kedepan," lanjut orang tersebut menyelesaikan ucapannya diselingi senyumnya yang manis.

Hendrick menghembuskan nafas pelan, kemudian tersenyum samar,"Setidaknya Tuhan memulai hari ini dengan ketenangan yang ia berikan, agar kita menyimpan ketenangan ini untuk beberapa jam kedepan. Hal yang bagus bukan? Melakukan pekerjaan dengan tenang akan menciptakan hasil yang memuaskan," Ucap Hendrick menimpali.

Seorang yang menghampiri Hendrick tadi adalah Ali, selepas melaksanakan shalat Shubuh dan membersihkan diri dia berniat menghirup udara segar di halaman belakang rumah, namun ternyata ia sudah keduluan Hendrick, si serdadu Belanda yang berpindah haluan.

" Sepertinya kau telah banyak berubah Tuan Hendrick," ucap Ali dengan senyumnya seraya menatap Hendrick yang sesaat setelahnya juga melayangkan pandangan kearahnya.

" Kau tahu tentangku?," Tanya Hendrick penuh guratan penasaran.

Ali tertawa kecil menimpali pertanyaan Hendrick, kemudian duduk di sebuah kursi bambu di teras belakang rumah tersebut, sembari tangannya menghidupkan cerutu, yang ia hirup penuh hikmat kemudian tanpa merasa bersalah karena telah mengotori udara pagi yang bersih, asap cerutu tersebut menguar dengan bebas.

" Siapa yang tidak mengetahui dirimu? Seorang serdadu berpangkat tinggi di tanah Djawa, memimpin semua batalyon dibawah kendali markasnya. Hendrick seorang yang hebat, berdarah dingin dan kejam," Ucap Ali terjeda karena memandang sesaat ke arah hendrick untuk mengetahui tanggapan si lawan bicara,

" Namun, sepertinya Tuhan menyapamu dengan hidayahnya. Kau begitu berubah drastis, menjadi seorang yang lebih tenang dan terkendali, tidak brutal seperti dulu saat kau masih memakai seragam kebanggaan prajurit rakyatnya ratu Wilhelmina. Kau tidak perlu khawatir, aku dengan senang menerima mu disini, bergabung bersama laskar pejuang Nusantara. Bersama kita akan wujudkan kemerdekaan yang kita impikan," jelas Ali panjang lebar, yang dibalas Hendrick dengan senyuman.

Cinta Di Langit Hindia BelandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang