part 15

33 11 11
                                    

_____________________________________________

Adit tidak jadi menekan pegal gas ketika pandangan mata terali pada rumah Salwa lagi. Mobil Salwa keluar bersama mobil abu abu yang Adit tau itu adalah mobil ayah Salwa.

"Mau kemana mereka?"

Karena rasa penasaran yang sangat tinggi membuat Adit mengikuti kemana mereka ingin pergi.

Adit melihat ke samping kanan dan kiri melihat tempat yang belum pernah ia kunjungi sebelumnya. Mobil nya berjalan pelan saat melihat kedua mobil itu berbelok kiri ke arah rumah sederhana namun dengan halaman yang luas.

Adit melihat penasaran kedalam rumah itu lalu beralih pada kaki Salwa yang belum juga di obati.

"Gak ada niatan apa buat obatin lukanya? Dasar sok kuat! Paling nanti nangis kalo nggak ada ayahnya" ocehan Adit jengkel melihat Salwa yang tidak mengobati kakinya yang terluka.

Adit menajamkan penglihatan nya saat melihat ibu berdaster penuh warna dengan rambut yang di ikat sampai atas menghampiri ayah dan anak itu. Ibu itu tersenyum menyambut kedatangan kedua orang yang ada di hadapannya.

Mengira Salwa mengunjungi rumah saudara nya membuat rasa penasaran Adit berkurang. Adit putar balik bergegas pulang ke rumahnya. Dia berpikir bahwa Salwa hanya mengunjungi rumah itu sebentar bukan tinggal di rumah itu dan juga ia berusaha untuk tidak peduli dengan Salwa.

*******

Salwa menghembuskan nafas seraya mengelap keringat yang bercucuran di wajahnya. Melihat sekeliling rumah yang sangat asing untuknya namun ia harus terbiasa dengan rumah ini.

"Huuh.. akhirnya beres juga" duduk di sofa yang tidak empuk seperti rumahnya dulu. Dia menaruh kanebo yang ia genggam sedari awal beres beres di meja depan sofa.

Memejamkan mata berharap  lelah yang dia rasakan hilang. Kaki mungilnya yang masih terluka itu ia luruskan perlahan agar tidak begitu sakit. ia meminjat tangannya sendiri, pijatan pindah ke tangan satunya, ke leher lalu kedua kakinya.

"Salwa.." yang punya nama menoleh melihat ke sumber suara.

Surya berjalan menghampiri putrinya yang  sudah lepek dengan keringat. Salwa berusaha tersenyum walau di hatinya sangatlah kecewa dengan perbuatan ayahnya.

"Maaf kan ayah!" Surya duduk lalu menggapai tangan Salwa menggenggam erat kedua tangan Salwa.

"Jujur yah, Salwa kecewa sama ayah. Salwa nggak menyangka ayah bisa berbuat itu" Surya mengencangkan suara tangisnya. Menyesali perbuatannya yang telah merengut kebahagiaan anak perempuan satu satunya dan juga telah menaruh rasa kecewa di dalam hati Salwa.

"Tapi Salwa akan coba ikhlas terima ini semua" lanjutnya meng-eratkan kedua tangan ayahnya yang sudah menggenggam tangan Salwa.

"Salwa boleh tahu nggak yah? kenapa ayah bisa punya hutang sebesar itu? dan untuk apa uangnya?" Salwa baru menanyakan hal ini karena dari tadi tidak ada waktu yang tepat untuk ia bertanya tentang ini semua.

Salwa menatap ayahnya penuh rasa penasaran, sedangkan Surya merasa ragu untuk berbagi cerita pada putrinya. Mereka saling menatap untuk waktu yang cukup lama, Surya memejamkan mata lalu berkata.

"Dulu sebelum bunda meninggal.." rasanya sangat berat untuk menceritakan hal ini kepada putrinya itu.

"ternyata selama 5 tahun bunda berusaha lunasin hutang hutang papa, papanya bunda. almarhum kakek bunda punya hutang banyak sekali karena dia harus melunasi kerugian pada orang orang yang sudah di tipu kakek, mereka menuntut hak mereka dan mengancam akan melaporkan kasus itu pada polisi." Surya menunduk.

"Salah nya kakek, kakek malah meminjam uang pada rentenir untuk melunasi hutang nya pada orang orang yang telah dirugikan" dia mendongak melihat wajah putrinya yang sangat tertarik dengan cerita itu.

"Terus kakek kemana?" Tanya Salwa tentang keberadaan kakeknya. Surya menggeleng ia juga tidak tau dimana keberadaan mertuanya itu.

"Emangnya bunda nggak cerita sama ayah?" Surya menggeleng lagi dengan wajah penuh kekecewaan.

"Emangnya kamu nggak ingat bunda sering tidak ada di rumah?"

"Iya... dulu saat Salwa dan kak Raffi ingin memberitahu ayah bunda melarang kita" Salwa mengingat kejadian itu mengingat kembali wajah bunda nya yang selalu pucat saat pulang malam.

"bunda nggak pernah cerita sama sekali tentang hal ini sama ayah, dia menyelesaikan masalah itu sendirian." Dia merasa tidak kuat melanjutkan kalimatnya, melihat putrinya yang begitu ingin tahu ia paksakan untuk bercerita.

"Kata bunda, kalau sampai cerita nanti ayah akan marah. Salwa dan kak Raffi tidak mau itu terjadi"

Diam beberapa detik.

"Ayah juga sibuk dengan pekerjaan ayah, jarang sekali berinteraksi dengan bunda. Bunda juga pulang kerja nya sebelum ayah pulang kerumah, jadi ayah nggak pernah tau kalo bunda kerja." Surya memejamkan mata menahan rasa sakit di

"Karena terlalu fokus untuk menyelesaikan hutang hutang kakek membuat bunda melupakan kesehatan.dia punya penyakit Asma seharusnya tidak boleh kelelahan, tapi bunda malah bekerja" Surya menatap lurus kedepan, berusaha tetap tenang.

"Belum seminggu bunda meninggal mereka datang kerumah dan bilang semua nya kepada ayah"

"Tadinya ayah ingin menjual rumah kita untuk bayar hutang kakek yang masih 4 miliar pada saat itu, tapi sayangnya surat surat sudah bunda kasih ke meraka sebagai jaminan mirisnya tiga hari setelah itu ayah di phk oleh kantor karena pengurangan karyawan."

"Berarti selama ini ayah kerja apa?"

"Ayah meneruskan toko kue bunda yang terkadang ramai dan terkadang tidak"

"Bunda punya toko kue yah?" Suara mengangguk berusaha tersenyum.

"Ya ampun, padahal kalau rumah kita di jual mungkin bisa lebih dari 4 milliar Kenapa bunda melakukan itu?"

"Ayah pernah menanyakan itu pada mereka, tapi kata mereka bunda sendiri yang memberikan tampa paksaan. Mereka memberikan surat perjanjian yang ditulis oleh bunda sendiri, tulisan iu memang tulisan bunda. Di situ tertulis bahwa bunda akan melunasi hutang hutang kakek selama kurang dari 5 tahun kalau sampai lebih dari itu rumah itu bisa disita. "

"Berarti bunda tau dari awal kalo kakek punya hutang?"

"Mungkin" jawab Surya.

"Waktu itu ayah ingin sekali marah pada mereka, saat mereka ingin mengambil alih rumah kita. Dengan suasana hati ayah yang sedang berduka, tapi ini jadi tanggung jawab ayah dan ayah harus bisa meneruskan perjuangan bunda mempertahankan rumah kita. Tapi sayang ayah gagal."

"Ayah! Kalo saat bunda meninggal itu sudah terhitung 5 tahun harusnya rumah itu sudah di sita kan? Tapi kenapa baru sekarang yang sudah 8 tahun setelah bunda meninggal?"

"Waktu itu ayah memohon kepada mereka untuk menunggu ayah mencicil hutang kakek, karena kan ayah baru tau juga tentang hutang itu. Lalu ayah membayar mencicildengan menjual cabang toko kue lainnya dengan syarat memberikan waktu lebih lama lagi. Mereka menyetujui itu, tapi ayah paham mereka mengambil rumah kita karena memang sudah terlalu lama ayah mencicil hutang nya"

"Kita lewati ini sama sama ya yah! Salwa yakin kita bisa melewati semuanya!" Surya tersenyum mendengar kalimat penyemangat yang di lontarkan Salwa. Dia memeluk anaknya berterima kasih atas pengertian Salwa terhadap nya.

Bersambung......

Minal aidzin wal faidzin semua yang sedang merayakan! mohon maaf lahir dan batin 🙏  Maaf kalo punya salah masa kalian ya..

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian di part ini! Dengan cara vote dan komentar, kritik dan saran kalian sangat membantu aku menyelesaikan cerita S_A_L_W_A.

S_A_L_W_ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang