Senyap.
Bahkan suara langkah kaki tak terdengar sama sekali.
Dengan cahaya bulan yang berperan sebagai penerangan, pasukan Levi yang juga didalamnya termasuk Mikasa berjalan dengan suara langkah kaki yang sangat pelan dan mereka agak menempel di dinding batu bata dari kastil tua dengan posisi siap tempur kapan saja. Senapan laras panjang yang ada di tangan mereka dalam kondisi menyala, siap ditembakkan kapanpun pelatuknya itu ditarik.
Di depan mereka sekarang ada sebuah pintu kayu, cukup mudah untuk di dobrak pastinya oleh Levi atau yang lainnya. Levi pun memberikan aba-aba pada pasukannya menyuruh agar mereka segera bersedia sebelum ia melayangkan tendangan kakinya membuka paksa pintu kayu tersebut.
Brak!
"Astaga, kalian membuatku menunggu begitu lama. Aku sampai bosan menunggu disini."
Sebuah sambutan tak terduga dari seseorang yang pastinya merupakan bagian dari pasukan musuh.
Tim Levi berpencar, memilih jaraknya masing-masing untuk bertempur jika diperlukan. Namun ada satu dari mereka yang hanya terdiam, membeku ditempatnya berdiri sekarang dengan badan sedikit gemetaran.
Orang itu, yang menyambut mereka tersenyum lebar. Matanya mengarah pada Mikasa yang masih berdiri disana dengan tubuh gemetar.
"Akhirnya kita bertemu lagi, Mikasa."
Mendengar nama Mikasa disebutkan, seluruh pasukan termasuk Levi mengarahkan pandangannya ke arah Mikasa yang hanya bergeming di tempatnya itu. Keringat di dahi Mikasa sedikit mengalir, tubuhnya gemetaran, bahkan bagi gadis itu mengambil satu tarikan napas pun sekarang terasa sulit.
"Aku merindukanmu, adik kecilku."
Kembali ke beberapa jam sebelumnya.
Pasukan Levi yang terdiri oleh Eren Jaeger, Armin Arlert, Jean Kirstein, Connie Springer, Sasha Blouse, dan Mikasa yang tentunya di komandoi oleh Levi Ackerman itu sedang berkumpul untuk rapat akhir di pondok kecil tempat para anggota pasukan Levi tersebut tinggal bersama tidak termasuk Mikasa karena Mikasa tinggal bersama Levi.
Waktu mereka hanya beberapa jam sebelum mereka akan menyusup ke wilayah musuh dan menghancurkan pertahanan mereka.
"Jadi kalian sudah mengerti tugas kalian masing-masing, bukan?" Levi memperhatikan satu persatu wajah bawahannya yang mengangguk serempak.
Tugas mereka terbilang mudah. Sebagai tim komando, mereka akan memasuki wilayah lawan dan menghancurkan rantai komunikasi mereka sehingga penyampaian informasi di pihak lawan menjadi terhambat. Di dalam sebuah perang, informasi menjadi sesuatu yang tidak ternilai harganya.
"Ku rasa kalian sudah tahu ini, tapi biarkan aku mengatakannya sekali lagi," nada suara Levi sangat serius, "jangan mati. Aku tidak mengizinkan kalian untuk mati di medan perang. Mengerti?"
"Mengerti," sahut mereka semua serempak.
"Baiklah, rapat usai. Kalian bersiap-siap, sebentar lagi kita akan berangkat."
Levi menghela napasnya berat. Perang lagi. Akan ada bau darah dan juga daging yang terbakar lagi. Para manusia-manusia yang hina ini tidak akan berhenti berperang sampai semua dari mereka mati. Ini adalah realita yang sangat menyebalkan dan tidak bisa dihindari di dunia yang kejam seperti ini.
"Apa ada yang mengganggu pikiranmu?" Mikasa rupanya masih ada disana. Ia baru saja mengemasi barang-barangnya dan menghampiri Levi yang nampak sedang berpikir keras.
"Tidak ada," sahut Levi mengulas senyum. Ia menatap wajah Mikasa dengan seksama. Sudah hampir dua bulan mereka tinggal bersama sehingga gadis itu tak lagi secanggung dahulu untuk bicara dengan Levi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Girl Who Standing in the Dark (Tamat)
FanfictionMikasa melarikan diri dari Hizuru lalu menjadi tawanan di Paradis. Secara khusus, dia dijaga oleh Levi Ackerman yang merupakan pria terkuat dari Pasukan Pengintai. "Apakah kau akan melarikan diri?" - Levi "Tidak, aku tidak akan melarikan diri." - Mi...