Enam | Hanya Mikasa

891 149 14
                                    

Surat yang dikirimkan Cattleya sudah sampai ke tangan para petinggi Marley yang segera menyuruh pasukan militernya untuk bersiap untuk berperang.

Pada kenyataannya Paradis adalah sebuah negara yang mengisolasi dirinya dari dunia luar dengan membangun tembok setinggi lima puluh meter tersebut menyebabkan negara lain kesulitan untuk mencari informasi mengenai Paradis. Akan tetapi Cattleya telah berhasil dan menyelesaikan tugasnya dengan baik. Setidaknya begitulah yang diketahui oleh para petinggi Marley.

“Kirimkan juga surat pada sekutu kita untuk membantu kita dalam perang kali ini dan menghancurkan Paradis untuk selamanya.”

🖤🖤🖤

Levi sedang menyeduh teh nya di dapur. Ia terbilang santai untuk seseorang yang mendengar berita bahwa kemungkinan tidak lama lagi Marley dan Paradis akan berseteru dalam sebuah perang.

Yah, perang bukanlah hal yang baru untuk Levi.

Sebenarnya Levi tidak mengerti, jika Paradis sudah mengisolasi dirinya mengapa begitu banyak negara lain yang ingin menghancurkannya? Hanya karena sumber daya Paradis yang begitu berlimpah membuat mereka ingin merebutnya?

Oi, yang benar saja. Tidakkah mereka memiliki sumber dayanya sendiri?

Dalam hal ini, Levi sudah cukup jengah. Ia ingin segera mengakhiri perang-perang sialannya ini dan hidup damai disini.

Membicarakan perang Levi jadi teringat kalau Erwin dan para petinggi militer sialan lainnya menyuruh Mikasa untuk ikut dalam perang melawan Marley. Levi pun mengarahkan pandangannya pada Mikasa.

Lagi-lagi gadis itu menatap keluar jendela. Menatap tembok tinggi yang dikatakan sebagai pelindung bagi Paradis.

“Menatap tembok lagi?” tanya Levi.

Mikasa mengangguk sebagai jawaban.

“Mengapa kau suka sekali menatapnya? Itu hanyalah tembok biasa menurutku.”

Mikasa menatap mata Levi sebentar, tidak langsung memberikan jawabannya. Tapi kemudian dia mengatakan “aku berharap, tembok itu akan melindungi kita disini selamanya,” beritahunya membuat Levi bingung untuk meresponnya.

Levi sendiri tidak peduli apakah Paradis dikelilingi oleh tembok atau tidak. Yang mana pun, itu sama saja bagi Levi dan karena itu ia pun menjawab, “ya, semoga saja.”

Tidak ada balasan lagi dari Mikasa membuat mereka berdua dalam keheningan untuk sesaat. Levi duduk diseberang Mikasa sambil menyesap tehnya. Pun ia memberikan gelas berisi coklat hangat yang disukai Mikasa namun belum disentuh gadis itu. Mungkin sedang tidak berminat.

Di situasi yang diam itu, diam-diam Levi memperhatikan Mikasa. Memperhatikan ekspresinya. Gadis itu jarang mengeluarkan ekspresi-ekspresi, lebih banyak bersikap datar seperti biasa-biasa saja membuat Levi kesulitan memahami perasaannya. Ia mungkin menangis kemarin, tapi hanya sebentar. Jika gadis lain mungkin akan lebih lama.

“Mikasa,” panggil Levi membuat Mikasa mengangkat sedikit wajahnya untuk menatap Levi diseberang sana. “Dalam perang melawan Marley nanti, tidak masalah kalau kau tidak ikut, aku akan menjelaskan pada atasan nanti.”

“Aku akan ikut,” sahut Mikasa cepat membuat kedua bola mata Levi membulat.

“Tidak, kau tidak perlu-“

“Aku akan ikut. Aku ingin ikut,” Mikasa bersikukuh. Gadis itu ternyata cukup keras kepala terhadap keinginannya dan entah kenapa Levi justru begitu lemah terhadapnya.

“Bisa kau jelaskan kenapa kau ingin ikut?” tanya Levi setelah diam sejenak. Setidaknya jika Mikasa ingin ikut, ia ingin tahu alasannya.

Mikasa diam sebentar lalu menolehkan kepalanya menatap tembok diluar sana. Ia lalu menjawab pertanyaan Levi dengan jawaban, “untuk melindungi kehidupanku disini.”

The Girl Who Standing in the Dark (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang