Dua Puluh Tujuh | Ketulusan dan Keputusan

598 97 33
                                    

Pemuda itu telah menunggu rombongan yang sebentar lagi akan tiba dengan perasaan berdebar bersama dengan beberapa pengawal yang mengikutinya untuk menyambut tamu dari negeri yang jauh.

Perjanjian yang melibatkan dua negara yang meskipun bukan untuk menjalin persahabatan namun tentang kesepakatan untuk tidak saling melakukan penyerangan terhadap satu sama lain.

Perjanjian ini sedikit banyak juga terkait dengan Mikasa yang sekarang tinggal di Paradis. Nantinya, setelah perjanjian yang mereka sepakati telah ditandatangani, gadis yang disayanginya itu akan dapat hidup bebas sesuai dengan keinginannya.

Akashi sudah menunggu hari ini sejak lama. Segala yang merepotkan telah diurusnya dengan bantuan kakeknya yang merupakan raja dari negeri ini. Sekarang, hanya tinggal menunggu ketibaan mereka dan semua akan selesai.

Sebuah kereta api berhenti di stasiun Hizuru tempat Akashi menunggu. Tamu kerajaan yang ditunggunya turun dari kereta bersama dengan orang-orangnya dan langsung disambut oleh orang-orang yang juga menunggui kedatangan mereka.

Alangkah terkejutnya Akashi mendapati Mikasa juga berdiri disana disamping pria yang telah ia minta untuk menjaga dirinya.

Eh tunggu dulu, terasa ada yang aneh untuk Akashi sekarang.

Mengapa wajah gadis itu kemerahan seperti terbakar? Bukan hanya Mikasa, bahkan Akashi merasa kalau atmosfer disana terasa sedikit canggung. Apakah terjadi sesuatu sebelumnya?

🖤🖤🖤

Acara penandantanganan perjanjian telah diselesaikan dengan damai tanpa ada banyak halangan yang tentu hanya dihadiri oleh orang-orang yang berkepentingan. Mikasa yang tidak memiliki urusan tidak dapat menghadirinya dan meski ia dapat ia tetap tidak akan datang kesana.

Mikasa dan teman-temannya di tempatkan di kamar tamu kerajaan tepatnya di Istana Selatan yang memang dikhususkan untuk tamu. Setelah pertemuan penting tadi, teman-temannya sedang beristirahat di kamarnya masing-masing.

Merasa bosan sendirian di kamar tapi tidak ingin mengganggu waktu istirahat teman-temannya, dia memutuskan untuk keluar sendiri.

Mikasa berjalan-jalan di sekitar taman, tempat yang cukup jarang dia datangi setelah Akashi mulai tidak menghiraukan keberadaannya.

“Bagaimana kabarmu?”

Sepasang sepatu berhenti di depan kaki Mikasa hanya berjarak beberapa sentimeter saja. Mikasa mendongakan kepalanya.

Akashi berdiri di depannya. Selintas kenangan saat mereka terakhir bertemu muncul dalam benak Mikasa. Anehnya kali ini dia tidak merasa gemetaran seperti sebelumnya.

“Kau tidak keberatan bicara dengan ku sebentar?” pinta Akashi dengan nada rendah setelah Mikasa tidak menjawab pertanyaannya yang sebelumnya.

Mikasa mengangguk. Ia berpikir mungkin tidak apa-apa jika dirinya berbicara dengan Akashi sebentar. Lagipula setelah ini mereka mungkin tidak akan bertemu lagi.

“Aku sudah mendapat laporan tentang Midori,” ujar Akashi dengan suara yang sendu tanpa dibuat-buat membuat Mikasa agak meragukan pendengarannya. “Tim pencari masih melakukan penelusuran dan masih belum ada perkembangan sampai saat ini,” lanjutnya.

Saat mendegar laporan tentang Midori, Akashi langsung mengirim beberapa tim untuk melakukan penelusuran di sungai besar tempat Midori menjatuhkan dirinya.

Sayangnya arus sungai yang terlalu deras dan lagi sungai tersebut terhubung langsung ke laut ditambah kondisi cuaca yang kurang mendukung menjadikan kegiatan pencarian terhambat.

Sampai saat ini kabar yang Akashi terus terima adalah perkembangan pencarian yang begitu lambat sehingga belum menghasilkan sesuatu yang berguna.

Walau bagaimanapun, Midori adalah adiknya. Dia menyayanginya selayaknya seorang kakak yang menyayangi adiknya. Meskipun masih belum dipastikan kematiannya, Akashi menyayangkan pilihan Midori yang memilih bunuh diri seperti itu.

The Girl Who Standing in the Dark (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang