Sepuluh | Sepotong Memori

650 126 8
                                    

“Di ... diam!”

“Diam? Kau menyuruhku untuk diam? Harusnya kau yang diam, Adik. Diam dan ikut aku pulang, kami semua menunggu kepulanganmu di istana Hizuru, Mikasa Hizuru.”

Hizuru?

Eren, Armin, Jean, Connie, serta Sasha kini saling pandang. Mengingat kalau pertemuan pertama dengan Mikasa kalau gadis itu mengungkapkan kalau namanya hanyalah Mikasa lalu sekarang seorang pria yang mungkin sebaya dengan kapten mereka menyebutkan kalau nama lengkap Mikasa adalah Mikasa Hizuru.

Bersamaan dengan kebingungan yang kian menyelimuti mereka, Hange tiba ke dalam ruangan dimana tim Levi sekarang berada.

“Levi, bagaimana keadaan di-“

Kata-katanya berhenti. Hange yang masih berdiri di depan pintu tak bisa melanjutkan kata-katanya tatkala melihat sosok pria yang berdiri di tengah ruangan tersebut.

Pria dengan rambut senada malam serupa kepunyaan Mikasa juga dengan tatapan mata elang yang mempesona.

Tidak. Hange tidak sedang jatuh kedalam pesonanya kemudian jatuh cinta dalam sekejap mata. Dia menjadi diam karena dia mengenali identitas orang tersebut. Yang membuatnya terkejut adalah, bagaimana orang tersebut ada disini?!

Dia ‘kan seorang pangeran dari Kerajaan Hizuru!

Akal sehat Hange belum selesai memproses informasi tambahan yang ada dihadapannya sekarang ini namun suaranya lebih dulu keluar membuat suasana semakin kisruh.

“Akashi Hizuru?” Nada suara Hange terdengar seperti bertanya tapi sebenarnya Hange sangat yakin kalau yang ada di tengah-tengah pasukan Levi tersebut adalah benar Akashi Hizuru.

Dia adalah pangeran ketiga dari Kerajaan Hizuru yang dikatakan pemegang utama kendali militer kerajaan tersebut. Tangan kanan sang Raja dan dia juga yang digadang-gadang akan menjadi raja berikutnya. Karena itulah Hange menjadi sangat syok melihat pria itu ada disini sekarang.

“Bukan, aku bukan Mikasa Hizuru.” Bukan subjek yang dipertanyakan Hange yang berkata melainkan Mikasa yang berujar lirih setelah cukup lama ia diam. Tatapan Hange sekarang beralih pada Mikasa yang membuka suaranya dengan bergetar.

Terdengar tawa yang meledak dari pria yang dipanggil Akashi Hizuru oleh Hange tatkalah mendengar Mikasa menjawab demikian.

"Ahh, maaf-maaf," katanya dengan nada kecewa. "Lalu kalau kau bukan Mikasa Hizuru lalu kau siapa? Mikasa Ackerman?" sarkasnya lantang.

“A-aku ...” Mikasa tak bisa melanjutkan kata-katanya, ekor matanya melirik ke arah teman-teman nya yang menunggu penjelasan darinya. Tapi bagi Mikasa saat ini, ia tidak bisa menjelaskan apapun, bahkan ia ragu jika di masa depan ia dapat menjelaskannya pada mereka. Memang apa hak nya untuk mengeluhkan tentang asal-usulnya?

Dalam situasi yang canggung juga tegang itu, Levi juga sama sekali masih belum buka suara. Bahkan pertanyaan yang Hange tanyakan tadi sama sekali tak digubrisnya karena ia yang sedang bingung dengan situasi ini.

Mikasa Hizuru?

Mikasa Ackerman?

Katakan, siapa sebenarnya gadis itu? Siapa sebenarnya Mikasa?

“Katakan, bukan hanya aku yang tidak mengerti situasi ini bukan?” Connie tiba-tiba buka suara. Bertanya dengan resah karena situasi belum juga menunjukan akan mereda ini. Sayangnya situasinya masih belum tepat untuk mengajukan pertanyaan apapun.

“Diamlah bodoh, Diam dan perhatikan.” Jean menyahut kasar.

“Kau lah yang diam!” seru Eren tiba-tiba. Ia juga penasaran dengan situasi saat ini.

The Girl Who Standing in the Dark (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang