Dua Belas | Gadis yang Mudah Kesepian

706 115 25
                                    

Harusnya sama sekali tak ada yang menarik dari pemandangan di depan sana. Hanyalah dinding tinggi berwarna putih kusam yang mengelilingi wilayah dari Pulau Paradis.

Ya, tentu tidak ada yang menarik bagi Levi untuk memperhatikan dinding tersebut. Lebih menarik baginya untuk memperhatikan gadis yang mana sejak kepulangan mereka dari penyerangan ke markas komunikasi Marley raut wajahnya tak pernah lagi menunjukan keinginan untuk hidup.

Levi bertanya-tanya, apakah pertemuannya dengan pria yang dikatakan Hange bernama Akashi Hizuru itu sebegitu berdampaknya pada Mikasa?

Mengapa dia bisa menjadi seperti sekarang ini?

Gadis itu kian jadi pemurung. Wajahnya yang sebelumnya sempat memancarkan kebahagiaan kembali seperti orang yang sedang berduka.

“Minumlah.” Levi memberikan gelas berisi coklat hangat kesukaan Mikasa. Dia baru saja kembali dari markas Pasukan Pengintai untuk memberikan laporan terkait misi mereka.

Mikasa  menerimanya tapi mulutnya tetap membisu, tidak ada kata terimakasih yang keluar dari bibirnya. Dia bahkan tidak langsung meminum coklat hangat tersebut.

Melihat Mikasa yang seperti ini membuat Levi menghela napasnya pelan, teringat kembali percakapannya dengan Akashi malam itu.

🖤🖤🖤

Suasana mencekam di ruangan lantai dua kastil tempat pasukan Levi termasuk Hange berada sekarang menjadi saksi akan pertempuran dengan lawan yang cukup tak terduga.

Sebelumnya, setelah Mikasa pergi dari kastil tersebut bersama dengan Sasha yang menemaninya, ruangan itu tiba-tiba kedatangan beberapa anggota pasukan bantuan musuh yang sama sekali tak terdeteksi kedatangannya.

Tiba-tiba saja mereka datang.

Hanya beberapa orang, lebih tepatnya lima orang yang mereka yakini berasal dari divisi pasukan khusus milik Marley. Hal ini terbukti dari ban lengan yang terpasang di lengan kiri mereka.

“Kalian lama sekali,” keluh Akashi pertama membuka suara.

“Maaf, kami sedikit tersesat sebelumnya,” jawab seorang pria berkacamata sambil menggaruk telinga kirinya agak canggung. Sementara yang lainnya hanya sedikit melirik ke arah Akashi tanpa membuka mulutnya. “Jadi inikah pasukan yang Cattleya bilang sebelumnya? Mereka terlihat biasa saja menurutku. Benarkan, Pieck chan?”

“Mungkin saja,” sahut wanita berambut hitam berantakan yang dipanggil Pieck tadi.

Kapten pasukan mereka, Zeke Jaeger tersenyum simpul. “Bagaimana Tuan Akashi? Apakah kami sudah boleh mengambil alih dari sini?”

Akashi mengangkat bahunya lalu menjawab dengan tak acuh, “yah, urusanku sudah selesai. Kalian bisa melakukan tugas kalian.”

Setelah mengatakan itu, dengan entengnya Akashi melompat keluar melalui jendela yang ada dibelakangnya. Ia melompat dari lantai dua kastil tersebut.

Melihat Akashi melarikan diri, membuat Levi segera mengejarnya tapi dia langsung ditahan oleh Zeke yang menghalanginya dengan sebuah serangan yang segera saja ditepis Levi.

“Lawanmu adalah aku, Tuan?" ucap Zeke menantang Levi tapi sempat tersendat sebentar saat memperhatikan tinggi dari lawan di depannya sekarang. Dia terlihat seperti seorang bocah menurut Zeke.

Levi berdecih. Ia tidak memiliki waktu untuk berurusan dengan pria itu sekarang. “Eren!” seru Levi memanggil Eren yang dengan sigap mengerti maksud kaptennya.

“Akulah yang akan menjadi lawanmu,” seru Eren kepada Zeke.

Setelah itu, Levi segera bergegas menyusul Akashi meninggalkan anggota pasukannya untuk melawan lima orang lawan disana terserah mereka mau berhadapan dengan siapa yang penting jangan sampai ada yang lolos darisana.

The Girl Who Standing in the Dark (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang