Hallo, ini cerita baruku, yang lama bakal up juga kok hihi, jangan lupa vote! Selamat membacaa
Seorang gadis kini sedang menuju rak sepatu untuk mengambil sepatu sekolahnya. Setelah memakai sepatu, ia langsung bergegas keluar rumah karena mendengar bel sepeda yang selalu terdengar setiap pagi di depan rumahnya.
"Ndro, udah sampai aja lo?"
Yaa, indro. Teman dekat gadis itu. Indro tak pernah alpa untuk menjemput teman gadis kesayangannya itu untuk berangkat bersama ke sekolah. Kesayangan? Wihh impresif!
"Ria Ria, pakai nanya lagi. Gw udah di sini, berarti udah sampai. Dasar itoy." Jawab Indro memutar bola matanya malas. Teman gadisnya itu selalu saja berperilaku random, sesekali Indro harus memperbaiki otaknya agar normal kembali.
Ria. Dia adalah gadis manis yang selalu dijuluki sebagai doi Indro. Mereka berdua sangat dekat dari bangku Sekolah Dasar hingga sekarang kelas 3 SMP. Saking dekatnya, sampai dibilang pacaran! Padahal kan cuma teman kesayangan, hihi.
Itoy? Oalah itu panggilan bandel dari Indro untuk Ria. Menjalin hubungan pertemanan dari SD, membuat Indro memiliki panggilan kesayangan untuk teman gadisnya itu, eh panggilan bandel maksudnya.
"Yaelah, baperan lu panjul. Yaudah yuk berangkat. Nanti telat, males banget dihukum bareng lo." Ucap Ria dengan muka sinis. Perlu kalian tau, muka Ria itu sinis-able. Lewat tanpa menunjukkan ekspresi saja bisa membuat orang tersinggung.
Panjul? Nama panggilan bandel untuk indro lah! Kalau Indro punya panggilan bandel intuk ria, sebaliknya ria juga punya panggilan bandel untuk Indro. Itoy panjul, boleh juga.
"Dih, kalau suka bilang aja kali, kan jadi lebih official gitu," indro mengedip-ngedipkan matanya ke Ria dengan maksud menggoda. Padahal lebih terlihat seperti orang cacingan.
"Apasih ndro, Ayo Berangkat!" Ucap Ria sedikit ngegas, sedangkan Indro hanya bisa menutup telinganya rapat-rapat, biar telinganya engga trauma akibat pekikan itu. Setelah melontarkan teriakan maut, Ria langsung bergegas menaiki sepeda Indro, dan mereka pun melaju meninggalkan rumah Ria.
Kini dua sejoli itu sudah sampai di depan gerbang sekolahnya dan menuju parkiran sepeda. Sesampainya di parkiran, mereka bertemu Wulan dan Joko, teman sekelasnya.
"Heyyo rindro pasangan aneh, yok ke kelas bareng!" Joko merangkul Indro, sedangkan indro mendelik geli ketika Joko mengedipkan matanya sebelah. Engga Indro, engga Joko, sama aja. Sama-sama cacingan.
"Yuk, bentar lagi bel nih," jawab Wulan lalu menggandeng Ria dan disusul Joko Indro di belakangnya.
Mereka berempat mulai menyusuri koridor sekolah yang sedang ramai, keramaian itu lebih tepatnya di area mading. Wulan dan Ria mengernyit heran, seakan-akan saling bertanya "kenapa mading ramai banget?". Sedangkan dua cowo di belakangnya hanya acuh dengan itu. Akhirnya dua cewe yang saling bergandeng tadi pun pergi menuju mading untuk menuntaskan rasa kepo mereka.
Setelah bergulat dengan keramaian, Wulan dan Ria pun kembali menghampiri Joko dan Indro yang sedari tadi menunggu mereka dengan sedikit berbincang. "Heh, lo berdua. Ada lomba basket kok engga kasih tau kita sih?" Ria menunjuk dua cowo yang sedang berbincang itu dengan ucapan cerewetnya. Ria emang gitu, sedikit bar bar dan cerewet.
"Iya nih, pasti kalian juga tau kan kenapa mading ramai?" Tanya Wulan kesal.
Yang ditanya hanya mengangguk polos."Tau," jawabnya serempak dengan cengiran yang terlihat menyebalkan dimata Wulan dan Ria.
"Kenapa gak bilang?! Kan kita jadi capek desak-desakan cuma mau liat mading. Dasar cowo." Sembur Wulan yang sukses membuat dua cowo itu cengo. Bagaimana bisa Joko Indro yang disalahin, padahal mereka saja yang tidak bertanya. Emang hukum alam deh, cewe selalu benar.
"Heh, malah nyalahin kita, siapa suruh lo berdua gak nanya ke kita." Ucap Indro tak terima disalahkan begitu saja.
"Tau nih, aneh bin ajaib, berobat lu pada sana." Kesal Joko. Joko disini kapten basket, tidak penting juga baginya untuk memberi tau teman-teman cewe, ntar fungsi mading apa?
"Bacot." Tegas Ria sadis lalu menarik tangan Wulan menuju kelas, meninggalkan dua cowok yang kini sedang menggerutu kesal karena jadi sasaran kemarahan Wulan dan Ria.
"Gini nih nasib jadi cowo, disalahin mulu." Joko berucap sok tersakiti dan berakhir jitakan dari Indro di kepalanya.
"Kalau udah gini ribet ceritanya, si Ria kalau ngambek susah dibujuk, harus nguras duit dan tenaga gue. Untung sayang." Ucap Indro sambil meratapi jalanan koridor yang mulai sepi.
*****
"Kenapa tuh muka kusut amat?" Tanya gino—cs Joko dan Indro. Ia melihat dua teman cewenya itu memasuki kelas dengan muka kesal. "Lan, Ri, kenapa?" Kini yang bertanya adalah Lili, teman Ria dan juga Wulan.
"Li, lo mau tau gak, 3 hari lagi anak basket mau lomba!" Ucap Ria lantang dengan amarah yang menggebu-gebu yang dibalas pelototan dari Lili bertanda ia juga kaget.
"What!! Eh Gino! Lo kenapa gak kasih tau gw, 2 minggu lagi kita kan mau ujian sekolah Gino, kenapa kalian masih pada ikut lomba sih! Nanti sakit, kecapean, terus gak bisa ikut ujian, nilainya rendah lalu gak lulus! Ya ampuuun, nanti kita SMA nya gak bareng dong!" Cerewet sekali Lili, mengalahkan Ria ternyata.
"Mampus pagi-pagi udah dihadapin sama 3 harimau." Batin Gino, pasrah dengan takdir yang menimpanya pagi ini. Nasib mu sangat malang gino.
Masih happy dulu ye kaaan, konflik blom ada kan masih awal huhu. Jangan lupa tekan bintang dipojok kiri bawah yaa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Untuk Ria (END)
Teen FictionCerita ini terinspirasi dari kehidupan seorang gadis yang selalu berusaha kuat dalam rapuhnya, melewati hidup yang seakan akan tak lagi berpihak padanya.