Happy reading, dont forget give vote, thank you✨
Pagi ini Ria bangun dengan disogoki suara perdebatan di luar pintu kamarnya. Di depan kamar Ria adalah kamar Ayah dan Bunda nya. Ria heran, tak biasanya Ayah dan Bunda bertengkar, apalagi ini masih pagi, masih jam 6 kurang. Dengan rasa penasaran, Ria pun mendekatkan diri ke pintu kamar, lalu menempelkan telinganya untuk mendapat akses pendengaran yg lebih mudah.
"Kalo kamu udah bosan, setidaknya kamu memikirkan Ria, anak kamu," terdengar suara Bunda Ria yang agaknya sedang menangis.
"Halah, udahlah. Aku nanti bakal biayain kamu sama Ria juga. Jangan sok dramatis kamu."
"Bukan masalah itu, ini juga menyangkut pertemanan Ria mas. Dia bisa saja dijauhi teman-temannya kalau sampai mereka tau masalah ini."
"Aku berangkat. Males ngomongin ini terus. Oh ya, secepatnya aku urus ke pengadilan." Suara pintu kamar terbuka dan langkah kaki Ayahnya mulai terdengar menjauh. Ria pun dengan segera membuka pintu kamarnya dan berjalan menuju kamar Bundanya.
"Bunda,"
"Eh Ria, udah bangun nak?" Tanya Bunda nya sembari menghapus air mata.
"Bunda kenapa nangis?" Tanya Ria ragu.
"Gak kok, Bunda gak nangis. Udah sana mandi, nanti Indro datang kamu belom mandi kan kasihan dia nunggu lama. Bunda ke dapur dulu ya siapin sarapan." Bunda memegang bahu Ria dengan tersenyum paksa, lalu pergi ke dapur.
"Ada masalah apa ya? Gak pernah gw liat Bunda nangis. Terus bersangkutan sama gw? Perteman gw? Au ah." gumam Ria lalu pergi untuk melakukan ritual mandi nya itu.
Setelah beres mandi dan sarapan, Ria pun pergi ke teras rumah menunggu Indro. Ia menduduki dirinya di kursi dan kembali mengingat pertengkaran kecil pagi tadi. Dia masih bingung, apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa ini bersangkutan dengan pertemanannya?
Saking sibuknya bergelut dengan pikiran, sampai-sampai ia tak sadar bahwa si Indro sang teman kesayangan sudah berada di sampingnya dengan tatapan mengintimidasi.
"Ri?"
"Ria?"
"Riaaatulll!"
"Woi itoy!" Pekik Indro membuat Ria tersadar dari lamunannya.
"E-eh iya kenapa ndro?"
"Yeahhh, giliran dipanggil itoy aja lo nyaut. Btw kenapa lo ngelamun pagi-pagi? Mikirin gw ya?" Ucap Indro percaya diri sambil menaik turunkan alis dan menyugar rambut ke belakang dengan jari-jari nya.
"Pede banget lo." ucap Ria malas.
"Eh Ria, nanti kita mampir ke kedai es krim dulu ya," ajak Indro membuat Ria heran. Tidak biasanya Indro mengajak ke kedai es krim sepagi ini, malah ia selalu melarang Ria makan es krim pagi-pagi seperti ini.
"Ngapain? Lo mau kerja jadi tukang es krim?" Tanya Ria asal dan dibalas pelototan dari Indro. "Sembarangan aja lo ngomong," Indro meraup muka mungil Ria.
"Gw itu mau beliin lo es krim, kan lo kemarin ngambek tuh sama gw, kalau lo ngambek pasti mintanya es krim, yaudah berhubung kemarin gw lupa dan lo gak nagih, yah jadi sekarang aja, gimana?" Jelas Indro panjang lebar.
"Oh oke. Yuk berangkat." Singkat Ria lalu meninggalkan Indro. Indro tak bergerak sedikitpun, matanya menatap Ria yang berlalu begitu saja dari hadapannya, mulutnya yang terbuka dengan ekspresi wajah yang flat. Cengo yang estetik.
"Ya ampuuun, capek-capek gw jelasin, cuma 'oh oke. Yuk berangkat'." Omel Indro sambil memeragakan kata-kata Ria tadi. Sedangkan Ria hanya acuh dan pergi menuju sepeda Indro yang sudah terparkir tidak indah di depan teras Ria. Sepeda Indro masih normal, memiliki standar dibagian bawah untuk menahan sepeda saat diparkir. Namun dengan santai nya Indro melempar sepedanya asal dan dibiarkan terbaring dengan tidak estetik di halaman rumput. Selalu begitu, tidak sayang sepeda.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Untuk Ria (END)
Teen FictionCerita ini terinspirasi dari kehidupan seorang gadis yang selalu berusaha kuat dalam rapuhnya, melewati hidup yang seakan akan tak lagi berpihak padanya.