DANAR
Sekujur tubuhku bereaksi mendengar pertanyaan Nira. Wajahku memanas. Jantungku berpacu dua kali lebih cepat. Pandanganku hanya terfokus pada wajah perempuan di hadapanku -- lainnya buram. Waktu serasa berhenti.
Aku berusaha menenangkan diri. Tentu saja hatiku sangat girang dan antusias, tetapi otakku tak mampu menelannya. Kami sedang sibuk membicarakan kematian Kamila, kelicikan si Anjing Gila, dan rencana kami untuk mengatasi semuanya itu.
Lalu apa ini?
Aku mendekatkan kepalaku ke arah Nira sampai mulutku berada di sebelah telinganya. "Apakah ini strategimu untuk mengalahkan Anjing Gila?"
Nira terdiam. Ia mengatupkan bibirnya, lalu menutup matanya dengan satu tangan. “Ah, aku ngaco, Mas. Nggak usah dipikirin. Entah kenapa aku ngomong kayak tadi.”
Aku meraih pergelangan tangan Nira dan menariknya perlahan, berusaha menatap matanya. “Tapi aku nggak pernah menarik tawaranku, Nira. Aku cuma ingin memastikan kalau kamu serius, atau ini adalah salah satu bentuk strategimu lagi.”
Lalu Nira terbahak dan menggelengkan kepalanya. Sepertinya ia juga salah tingkah. “Sudahlah, lupakan saja, Mas. Ayo kita pulang.” Ia bangkit berdiri lalu membetulkan posisi tasnya. “Jadi itu yang Mas Danar pikirkan tentangku? Selalu menyusun strategi?”
“Nir, jangan marah gitu, dong. Aku selalu berpikir yang baik tentang kamu,” aku memelas. Namun aku tidak memaksanya lebih lanjut dan mengikutinya ke luar rumah sakit.
Di dalam mobilku di tempat parkir, kami berdua terdiam. Aku memegang kemudi, tetapi tidak tahu harus pergi ke mana. Aku melirik ke Nira yang duduk di kursi penumpang di sebelahku. Matanya masih terpaku pada pangkuannya.
“Mau kuantar ke mana?” tanyaku.
“Entahlah, Mas. Aku sudah kehabisan strategi sebenarnya.” Mendadak kusadari wajah Nira terlihat begitu lesu. Kepergian Kamila sudah membuatnya terpukul, ditambah lagi dengan pesan dari mantan sialan itu. “Apartemenku nggak aman. Tapi aku juga nggak mau membahayakan teman-temanku kalau menumpang di tempat mereka.”
Aku sempat berpikir untuk membawanya ke rumah Mas Prad dan Uni Ratna -- kakakku dan istrinya -- tetapi bisa membahayakan mereka. Kos Wulan apalagi. Markas Penumbra paling aman, tetapi aku tidak bisa membawa Nira ke sana.
“Markas Tiara?” usulku. Tiara pasti tidak keberatan jika aku meminjam markasnya untuk Nira beberapa hari lagi.
Nira menggeleng perlahan. “Ingatan tentang Kamila akan menghantuiku.” Ia menghela napas.
“Ya sudah, kita pulang ke apartemenku saja.” Aku menyalakan mesin mobil lalu memundurkan mobil dari tempat parkir.
***
Lagi-lagi aku berterima kasih kepada Ardhi Arsa yang menempatkanku persis di sebelah unit Nira, karena memudahkanku untuk melindunginya sekaligus memudahkan Nira untuk mengambil barang-barangnya. Tiga orang pengawal berbaju serba hitam -- kuyakin bawahan Arjuna -- berjaga di sekitar unit kami untuk mengusir jurnalis yang ingin memburu berita mengenai Nira. Walaupun trending topic mengenai Nira sudah turun bersamaan dengan sidang kasus limbah PT. CAS yang dinaikkan, kami tetap mengantisipasi siapa tahu ada jurnalis ngeyel yang nekat datang ke apartemen Nira.
Setibanya kami di apartemen, Nira mengambil pakaiannya di unitnya lalu menumpang mandi di unitku. Selagi menunggu, aku menghubungi Arjuna untuk menanyakan perkembangan kasus pembunuhan Kamila. Beberapa agen Penumbra sudah melakukan pemeriksaan medis terhadap mayat Kamila, walaupun bukan otopsi secara menyeluruh yang dilakukan pihak kepolisian karena belum mendapat izin dari keluarga Kamila.
KAMU SEDANG MEMBACA
Embracing Dawn (T) | ✓
Любовные романы[LOVE ACTION UNIVERSE #2] DAFTAR PENDEK THE WATTYS 2021 READING LIST WATTPAD ROMANCE ID - Dangerous Love DESEMBER 2021 (BUKAN KARYA PLAGIAT) Walau ini bukanlah pertemuan pertama mereka, tapi masing-masing mulai menyadari bahwa satu-satunya jalan un...