DANAR
Enam belas orang anak berusia SD berjajar dalam dua banjar membentuk delapan pasang yang saling berhadapan. Mereka menatap ke arahku dengan antusias, walaupun wajah mereka penuh dengan peluh dan napas mereka tersengal-sengal. Mereka mengenakan dobok, seragam khusus taekwondo serba putih, dengan sabuk hijau melingkari pinggang mereka.
Aku berdiri di depan dojang, kakiku di atas alas berwarna biru yang memenuhi seluruh lantai ruangan, memperagakan gerakan yang harus mereka ikuti. Bayu, asisten pelatihku, mengangkat kedua lengannya yang dibungkus pelindung, di hadapan wajahnya. Tanpa mengerahkan kekuatan penuh, aku mengarahkan kakiku ke pelindung lengannya, sambil berseru, "Ha!"
Murid-muridku mengikuti tendanganku. Aku mencontohkan sekali lagi, lalu menyuruh mereka mengulanginya. Sambil membiarkan mereka terus berlatih, aku berkeliling dojang untuk memberikan masukan kepada murid-murid yang belum memperagakan gerakan dengan benar.
"Begini udah bener, kan, Om?" tanya salah satu anak yang berdiri di tengah barisan. Matanya berbinar-binar menunggu persetujuanku.
"Sabeumnim," aku memperbaiki panggilannya. "Ya, sudah benar."
"Oh, iya, lupa!" seru anak itu sambil menepuk dahinya. "Om Danar kalau di dojang harus dipanggil sabeumnim."
"Chandra, fokus, dong, ah!" gerutu pasangan latihannya.
Aku menahan senyum. Chandra, keponakanku yang tahun ini menginjak usia sebelas tahun, adalah anak laki-laki yang ceria dan aktif. Selain pandai di sekolah, ia juga selalu kelebihan energi, sehingga aku mengusulkan kepada kakakku untuk memasukkannya ke klub taekwondo-ku, Pumsae Ragunan, yang baru menerima anak-anak untuk berlatih di sini selama setahun terakhir, setelah sekian waktu hanya terbuka untuk anggota semi-profesional hingga profesional.
Klub ini berjasa membesarkanku hingga menjadi atlet taekwondo nasional. Setelah aku pensiun, aku menjadi pelatih di sini. Klub ini pernah hampir bangkrut hingga seorang pengusaha kaya memutuskan untuk berinvestasi di sini dan menunjukku sebagai penanggung jawab utamanya. Kini, klub Pumsae Ragunan lebih banyak diurus oleh Bayu, asistenku yang merupakan mantan atlet taekwondo tingkat daerah. Aku lebih sering dipanggil oleh PB TI (Pengurus Besar Taekwondo Indonesia) untuk melatih atlet nasional menghadapi kejuaraan internasional.
Selain itu, lima tahun lalu, aku telah direkrut oleh Penumbra.
Penumbra adalah organisasi rahasia pemerintah yang tidak diketahui oleh masyarakat umum. Kami menjalankan berbagai misi di dalam dan luar negeri untuk menjaga keselamatan negara. Seperti namanya, yang berarti bayangan kelabu di antara sumber cahaya dan umbra, bayangan tergelap yang tertutup objek gerhana, kami beroperasi di antara terang dan gelap. Menembus celah-celah yang tak terjangkau oleh hukum dan aturan.
Kebetulan, muncullah salah satu orangnya. Lelaki bertubuh tegap, berkumis tipis, dan berkulit sawo matang yang mengenakan topi hitam di belakang ruangan itu tahu-tahu masuk ke dalam dojang tanpa kami sadari. Ia memberi isyarat kepadaku untuk mengikutinya.
"Lima belas menit lagi selesai," ujarku. "Kalian selesaikan dengan Bayu sabeumnim, oke?"
"Oke!" sahut murid-muridku serempak.
"Arasseo, Oppa!" celetuk seorang murid perempuanku, Naya, yang tergila-gila dengan K-pop dan drama Korea. Katanya aku mirip oppa Korea, padahal seharusnya aku sudah termasuk usia ahjussi.
BUK! Murid lelaki di sebelahnya menyikut lengannya.
"Danar sabeumnim, aku dipukul sama Kiel!" protes gadis kecil itu.
"Kiel, belajar taekwondo nggak boleh untuk kekerasan," tegurku.
"Tapi Naya sok korea-koreaan, Sabeumnim ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Embracing Dawn (T) | ✓
Romansa[LOVE ACTION UNIVERSE #2] DAFTAR PENDEK THE WATTYS 2021 READING LIST WATTPAD ROMANCE ID - Dangerous Love DESEMBER 2021 (BUKAN KARYA PLAGIAT) Walau ini bukanlah pertemuan pertama mereka, tapi masing-masing mulai menyadari bahwa satu-satunya jalan un...