03 : hopes

559 96 12
                                    

kak ren

kak ren|
jaydan mau nanya|

|knp?

kak satya lagi sama kakak gak?|

|gk
|emg dia gk ngasih tau mau kmn?

gak|
gak sudi kayaknya sih 😁|

|hus, ngtik ny
|lupa mngkn, gk ush ambil hati

iya kak|


. . .




"kakak udah ketemu?"

jaydan menoleh, menatap bundanya yang baru saja duduk dengan segelas coklat panas digenggamannya. wanita yang baru memasuki awal kepala empat itu mengelus surai hitam pekat jaydan, gelas yang ia genggam disodorkan pada si bungsu.

"belum bun." jawab pemuda itu seadanya.

sang ibunda- gisa, lalu mengehela nafasnya pasrah, "yaudah, sekarang kamu belajar ya? gak usah mikirin kakak kamu itu. keluyuran gak jelas, mau jadi apa dia dimasa depan nanti." walau tidak dijelaskan langsung dihadapan jaydan, namun tentu jaydan sadar bundanya itu berbicara menggunakan nada sarkasme untuk kakaknya.

dan lagi, sudah biasa.

"jaydan harus bisa banggain bunda sama ayah ya? jangan kayak kakak kamu." wanita itu kembali membuka suara kala putranya hanya diam membisu.

"bun..." panggil jaydan lirih, menepis pelan tangan bundanya. kepalanya yang sedari tadi menunduk menoleh dengan netranya yang beralih fokus, "tapi segala penghargaan sama sertifikat dilemari pajangan rata rata kan punya kak satya."

jemarinya beralih menggenggam satu tangan bundanya, "bunda jangan gini, nanti kalau kak satya sakit hati dengernya gimana?" ia tersenyum kecil, "jaydan gak suka."

setelahnya pemuda itu beranjak tanpa berpamitan, memasuki kamarnya dan mengunci pintu dari dalam, meninggalkan keheningan yang tercipta antara gisa dan sesosok pemuda dibalik dinding dapur, menggenggam erat mug berisi coklat hangat yang baru saja ia buat.

"kenapa kamu pulang telat?"

intonasi yang tadinya lembut sirna seketika, tergantikan suara dingin menusuk yang ntah dari kapan satya simpulkan memang selalu ditunjukkan untuknya.

"nugas."

"masuk kamar."

tanpa bantahan atau sepatah katapun satya menurut, memasuki kamarnya langsung, enggan menatap bundanya yang bahkan tidak sudi menanggapi keberadaannya.










. . .











jaydan menatap lempeng laptop dihadapannya. sebenarnya tujuan utamanya untuk melanjutkan tugas di cafe yang belum selesai beberapa saat lalu, namun fokusnya teralih ditengah jalan, membuka aplikasi whatsapp yang menggiurkan untuk diperiksa walau akhirnya yang ia baca hanya chattingan dirinya beserta sang kakak yang jauh dari contoh interaksi seorang adik dengan kakaknya.

kak satya

kak|
kakak sayang sama jaydan gak?|

|gk

────────────────────────

kak, kenapa kakak gak suka|
sama jaydan?|

|harus bgt tau?
|kalo km emg pinter harusnya
|km sadar

────────────────────────

kak|
jaydan harus apa biar kakak|
bisa nerima jaydan sebagai|
adiknya kak satya?|

|gk ush ganggu
|sampai kapanpun lo bukan
|adik gue

────────────────────────

kak|
ternyata sakit ya|

|?
|minta aj urusin sm orang tua lo
|lo bkn siapa siapa bagi gue
|inget itu.

────────────────────────


"miris betul gue..." ia mengerjap pelan, "sabar ya, kurang usaha aja, dan. ntar juga lama lama luluh, positif thinking mungkin salting jadi gatau mau bales apa." pemuda itu menggumam pelan. walau pemikirannya diluar nalar namun tetap mengusahakan motivasi paksaan agar tetap tegar.

mau bagaimanapun, seburuk apapun pandangan orang lain tentang satya, satya tetaplah sosok kakak yang selalu jaydan sayangi. jaydan tidak akan pernah berhenti mengejar pemuda itu selama nafasnya masih berhembus.

karena demi tuhan, jika bukan jaydan, maka siapa lagi yang sanggup mendampingi kakaknya? orang tuanya mana peduli, sahabat satya sendiri saja tidak bisa menembus dinding pembatas yang dibuat keras oleh satya.

jadi tekat jaydan yang sudah bulat sedari dulu, jaydan akan selalu mendampingi satya walau pemuda itu sendiri tidak menganggap kebaradaannya.

setidaknya jaydan masih bisa berharap kakaknya berubah kan?

Our Fate || 2sungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang