07 : selfish

29 1 0
                                    

padatnya jalanan di kota bandung selatan sudah menjadi hal lazim bagi para pengendara dan pejalan kaki yang melintasi perbatasan tengah kota. diiringi lagu khas nadin yang mengalun lembut di radio salah satu kendaraan beroda empat, didalamnya terdapat tiga orang pemuda berbeda kegiatan yang berdiam semu satu sama lain, tenggelam dalam pikiran masing masing tanpa menganggap keberadaan yang lain ada.

mahesa yang menyetir bersenandung pelan mengikuti ketukan irama yang terdengar ditelinganya, sesekali jarinya mengetuk stir mobil menghasilkan bunyi pelan menghentak.

rendy disamping mahesa melihat keluar kaca jendela, memperhatikan lambat laun pejalan kaki yang berlalu lalang kesana kemari. malam ini terang tanpa adanya bintang, hanya rembulan yang menyinari diiringi lampu dari pengendara ditengah jalan serta lampu dari dalam toko yang merambat keluar trotoar.

satya sendiri entah apa yang sedang dilakukannya, hanya berdiam diri sembari memejamkan mata, dibilang tidur juga tidak karena sesekali ia tampak memainkan ponselnya.

"tya." panggil rendy tiba tiba.

satya membuka matanya, melirik kursi rendy melalui ujung mata. walau hanya ia yang dipanggil, nampaknya mahesa turut terpanggil hingga ia juga menoleh pada si pemanggil.

"apa?" tanyanya.

untuk sesaat keadaan diantara mereka mendingin. rendy mengulum bibirnya sekilas, membuang nafas dalam diam.

"lo tuh kenapa sih..." bisiknya pelan, namun masih tetap terdengar. suaranya terdengar lirih, dengan tatapan yang terus menatap keluar jalanan.

"apanya yang kenapa?" mahesa ikut menyahut.

"satya, lo aneh..." rendy mengatai mendadak, membuat satya mengerutkan keningnya bingung, "kalo lo gak mau sama jaydan, siniin jaydan buat gue. kasian gue liat jaydan tiap hari ngejar ngejar lo segitunya, presiden aja bukan. jaydan juga manusia, sama kayak lo, walau kerjaannya ketawa sana sini dia juga punya perasaan..." ia memejamkan matanya sesaat.

"paket komplit kok ditolak." lanjutnya lagi sembari berbisik, seolah kehilangan tenaganya, "gak waras."

mahesa menghela pelan, kalau sudah menyangkut masalah jaydan, mahesa tidak mau ikut campur. biarlah menjadi masalah rendy dan satya, ia tidak mengerti hubungan mereka karena tidak terlalu dekat pula dengan adik sahabatnya itu. cukup yang ia tau hanya adik dari sahabatnya yang selalu berusaha mendapatkan hati satya selama kurang lebih 17 tahun ini. selebihnya ia tidak tau dan memilih untuk tidak peduli.

tapi sepertinya sikapnya yang tidak peduli menjadi faktor pendukung bagi satya untuk tetap angkuh pada pendiriannya dan tidak mendengarkan ucapan rendy.

satya hanya membisu mendengar penurutan rendy, seolah menganggap sekedar angin lalu.

"tapi jujur lo emang goblok banget tya." mahesa menggigit bibirnya. sebenarnya ia benar benar tidak ingin ikut campur, tapi perkataan rendy juga tidak salah. mau sampai kapan satya seperti ini?

"mau sampai kapanpun, lo gak bakal bisa ngubah waktu. jaydan lahir lebih sempurna daripada lo itu bukan salahnya dia. lo aja lahirnya kecepetan." melirik lewat kaca spion, ia dapat melihat mimik wajah satya yang masih terlihat acuh sembari membuang muka kesamping.

"lo sama rendy kenapa sih? ini urusan gue." akhirnya jawaban yang keluar tetap sama. keras kepala, sangat menggambarkan garis keluarga pemuda itu. baik satya maupun jaydan, mereka sama sama keras kepala dengan caranya sendiri.

"gue tau ini urusan lo, masalah lo. tapi disini gue sebagai sahabat lo udah bener bener buntu, tya. lo selalu aja bersikap seenak lo tanpa mikirin perasaan orang lain. gue kenal lo ga cuma seminggu dua minggu, tapi tujuh belas tahun. cukup singkirin gengsi lo yang selangit itu, akuin kalo selama ini sikap lo salah, dan semua masalah lo beres. gimanapun lo itu tetep butuh jaydan walau lo gak sadar." kata kata itu keluar begitu saja dari bibir yang paling tua, mahesa menatap lurus jalanan dihadapannya.

"gue bukannya menghakimi. tapi percuma gue disini jadi sahabat lo kalo nuntun lo ke jalan yang bener aja gak bisa. guna nya sahabat lo pikir apaan? cuma ada buat main doang? nggak." satya terhenyak. menatap mahesa dari spion depan.

"gue bukan merasa paling bener, tapi gue ngelakuin apa yang menurut gue bener. seengganya gue udah nasehatin lo panjang lebar, gue mohon seenggaknya lo sedikit aja berubah, sadar tya."

setelah itu keadaan di mobil kembali menghening. rendy memejamkan matanya, sudah masa bodoh dengan satya dan segala urusannya. benar apa yang dikatakan mahesa, sahabat mereka yang satu itu terlalu mementingkan ego.

kali ini pula, satya cukup tertohok oleh kata kata mahesa. pemuda nasrani itu jarang mencampuri masalah orang lain, namun kali ini sampai mencampuri sejauh ini walau tidak dengan kalimat sarkas seperti rendy, entah mengapa seolah benar benar membuat hati satya goyah.

tapi satya tetaplah satya. yang selalu berpegang teguh pada pendiriannya. setidaknya untuk sekarang, satya masih ingin membangun dinding pertahanannya.

Our Fate || 2sungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang