08 : supposing

24 1 0
                                    

"seandainya kamu gak terlahir lebih sempurna dari kakak, pasti hubungan kita gak bakal sehancur ini, dan."

satya mengaduk minumannya, netra kelam selegam obsidian itu menaruh fokusnya pada pemandangan disamping jendela mereka yang menunjukkan kerlap kerlip indahnya pemukiman perkotaan pada malam hari dari kaki gunung.

"pengen banget gue jumpa lo dipemakaman pake baju putih."

rendy menyeletuk dengan santainya, kedua tangannya turut sibuk mengaduk milkshake kepunyaannya, sementara netra cokelat tua pemuda itu sesekali melirik ke arah satya yang fokus dengan ponselnya.

"kenapa sih manusia se-freak lo bisa lucky banget dapetin adik kayak jaydan? pengen tuker nasib gue." rendy menyindir lagi, namun apalah daya yang namanya satya tetap tidak akan peduli dengan apapun yang terjadi disekitarnya, bahkan jika bumi bergoyang sekalipun.

rendy terdiam sekilas, menatap sang sahabat yang masih terlihat acuh, "goblok ah, stress gue lama lama temenan sama lo." pemuda mungil itu menyerah, memilih untuk menumpu dagunya dengan satu tangannya diatas meja.

asik dengan lamunannya sendiri, tiba tiba saja kepalanya menoleh, dalam diam memperhatikan para pemuda di meja kedua dari mereka. berbeda dengan keempat pemuda lain yang tampak bersenang senang dengan canda tawa menggelegar, sangat kontras perbedaannya dengan satu orang diantara mereka yang terus menatap kearah meja rendy dengan sendu.

"lo tau?" rendy merendahkan suaranya, memanggil tanpa menolehkan pandangannya menatap satya, namun kakinya menendang tulang kering pemuda itu, membuatnya mendesis pelan sebelum menatap tajam kearah sang sahabat.

"apa sih? kalo lo mau jaydan ya ambil aja, gue gak butuh." desisnya kesal, hendak kembali memainkan ponselnya sebelum dengan mulus mahesa melemparkan gumpalan tisu ke arah satya.

"yes gol! semoga otaknya geser lagi jadi waras." celetuknya sembari mengangguk angguk, disetujui oleh rendy sebelum mereka bertos-ria dan tertawa bersama.

satya mendengus malas, netra selegam obsidian itu kemudian bergulir, tanpa sengaja bertabrakan dengan tatapan si sempurna yang selalu dihindarinya. kedua onyx berlawanan arah itu terkunci, dengan sorot makna berbeda, sebelum yang lebih tua dengan cepat mengalihkan pandangannya.

"mau sampai kapan lo acuhin jaydan kayak gitu tya?" mahesa menghentikan tawanya, kali ini ia menatap satya serius.

"selamanya."

"ck." rendy berdecak pelan, "lo gak boleh egois gitu dong sat, mau gimana juga lo sama dia itu saudara, satu rahim, satu darah. seandainya suatu saat nanti jaydan pergi dari hidup lo, lo kira lo bakal bisa hidup tanpa dia?"

satya berdecih, pemuda itu sedikit melirik sang adik disebrang yang kini sedang meminum minumannya, lalu tanpa hambatan mulutnya berbicara.

"seandainya dia pergi pastinya gue bakal seneng. karena emang itu yang selama ini gue mau kan?"

dapat dipastikan dengan posisi mereka yang hanya terhalang satu meja kosong, penghuni di meja jaydan bungkam seketika. yang tadinya dipenuhi suara gaduh tertawaan kini semuanya kompak melirik lirik sinis ke arah satya.

jaydan sendiri nampak tidak kaget sama sekali dengan perkataan itu, namun tetap saja gerakan tangannya terhenti.

patah hatinya untuk yang kesekian kalinya. karena orang yang sama, dan alasan yang sama.






. . .






bonus :

bonus :

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Our Fate || 2sungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang