04 : perfection [ jaydan side ]

628 93 20
                                    

bagi jaydan, satya itu dunianya.

entah jelasnya sejak kapan, bayang bayang seorang kakak yang sempurna selalu melekat dalam diri satya. setidaknya, itu yang selalu jaydan lihat dalam diri sang kakak yang bahkan tidak pernah menganggap sedetikpun kehadirannya ada.

sejujurnya, bahkan hingga saat ini, jaydan sendiri tidak mengerti kenapa ia begitu mendambakan cinta dan kasih sayang dari kakaknya. padahal jelas selama bertahun tahun mereka hidup bersama, jaydan lebih mengenal sifat satya yang sangat acuh terhadap orang lain termasuk keluarganya sendiri.

tidak seperti tetangganya, sahabatnya, orang tuanya, atau bahkan siswa siswi di seluruh penjuru sekolahnya yang selalu menatapnya hangat dan penuh afeksi, tatapan satya terlampau dingin untuk jaydan yang terbiasa akan kasih sayang dari semua orang.

tapi satu hal yang jaydan tau, tatapan dingin yang satya suguhkan pada semua orang bukanlah tatapan benci maupun penuh dendam, melainkan tatapan bingung disaat harus menghadapi orang lain dihadapannya. satya tidak pernah menatap jaydan dengan emosi ataupun tatapan benci, karena jaydan sendiri tau satya terlanjur mengedepankan ego dibanding hatinya.

yang membuat jaydan mengemis kasih sayang dari satya adalah karena orang itu satya. hanya satya yang pantas menempati posisi itu dihatinya, tanpa alasan dan tanpa karena.

"kak satya! jay denger kakak dapat peringkat satu lagi dikejuaraan olimpiade IPA ya?"

kilas balik kala itu, disaat jaydan masih menginjak umur 9 tahun, memandang kagum dengan netra penuh binar antusias pada satya yang tidak menunjukkan seutas pun senyuman bahagia atas prestasi yang diraihnya.

jaydan tau, kakaknya memang tidak pernah berekspresi, jadi mendapat atensi darinya saja, jaydan sudah sangat bahagia.

satya menoleh, sedikit menunduk menatap jaydan yang melompat kecil memandanginya. seharusnya, satya menganggap adiknya itu menggemaskan. namun tidak tau mengapa, dimata satya justru hal tersebut begitu menjengkelkan.

"gak usah deket deket." satya menatap tajam, menggunakan intonasi ketus dengan raut wajah datar andalannya, sangat jelas dari raut ekspresinya, menandakan bahwa ia terganggu akan kehadiran sang adik.

selanjutnya seperti kejadian yang lalu, binar dimata jaydan hilang seketika, kedua onyx seluas cakrawala itu meredup, tergantikan raut sedih kentara dengan tatapan sendu yang terlayang jelas ke arah satya.

itu bukan pertama kalinya.

dan seharusnya jaydan sudah terbiasa.

namun jaydan juga tidak tau menahu, kenapa setiap kakaknya berbicara padanya, perkataan yang terlontar dari bibir kakaknya itu selalu menyakiti hatinya.

lalu diumurnya yang menginjak tepat 13 tahun, jaydan memilih untuk satu sekolah dengan kakak kesayangannya. begitu jaydan memasuki lorong utama, disana ia melihat banyak penghargaan juga foto sang kakak bersama kepala sekolah. tidak ada senyuman, tapi piala, setifikat, dan seluruh medali yang kakaknya raih membuat jaydan diam diam menaruh harap.

apa suatu hari nanti ia bisa berjalan beriringan dengan satya?

terlarut dalam sebuah lamunan panjang berisikan sang dua lakon utama, jaydan berfikir, jika ia benar benar bisa mengiringi satya suatu hari nanti, bukankah artinya mereka akan semakin dekat? jujur, jaydan tidak meminta banyak, hanya satu.

ia ingin agar kakaknya menyadari sosok dirinya yang selalu berdiri dibelakang sang kakak, menanti agar punggung tegap itu berbalik menghadapnya, lalu melayangkan senyum hangat sebagaimana seorang kakak memperlakukan adiknya.

atau jika itu berlebihan, setidaknya tolong biarkan jaydan melihat senyuman satya untuk pertama kalinya.

hampir setiap malam jaydan berdiam dibalkon kamarnya, menatap gemerlap langit malam dengan ribuan atau bahkan triliunan bintang diatas sana, memantul melalui jernih matanya, tanpa menyadari pula sang kakak yang terkadang memperhatikannya dari balik jendela kamar.

satya tidak tau, apa adiknya benar benar sebodoh itu untuk menyadari kenapa ia selalu menjauh.

satya selalu berfikir, sebenarnya bahkan sebelum jaydan berlari mengejar langkahnya, justru jaydan sudah berada jauh dihadapannya. tanpa repot repot melangkah barang satu langkahpun, jaydan selalu jauh berada di depannya.

semua pandang mata, pusat perhatian, kasih sayang keluarga, kejeniusan, orang orang, dan semesta. semuanya hanya terpusat pada satu sosok, yaitu adiknya.

karenanya bagi satya, jaydan adalah sosok sempurna, yang tidak akan pernah bisa ia langkahi sampai kapanpun, itu sebabnya ia selalu menjauh. setidaknya cukup orang orang memokuskan pandangan pada adiknya, ia tidak ingin menjadi bahan perbandingan juga dengan adiknya.

satya sudah terlanjur nyaman dengan dunianya sendiri, dan satya tidak ingin membiarkan jaydan termasuk kedalam salah satunya.

jaydan hanya terlalu hangat untuk satya yang terbiasa dengan suasana dingin.

Our Fate || 2sungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang