09 : he's here

29 0 0
                                    

brak!

"woy bangsat!"

tanpa angin tanpa hujan, selepas dari kamar mandi tiba tiba saja jevano datang dengan berlari dan menggebrak meja dengan keras, tidak memperdulikan para pengunjung yang menatap aneh padanya seolah mengatakan "apasih, cakep cakep sinting."

"sholeh sekali akhlakmu jep." sindir naresh dengan wajah pias, melirik sinis dari ekor matanya.

"kenapa?" tanya jaydan yang sudah menelungkupkan wajahnya diatas meja. sebenarnya sudah hampir tertidur dengan jemari naresh yang mengelus elus rambutnya, tapi gebrakan jevano yang tidak tau diri membuatnya terpaksa kembali membuka mata.

"cik atuh, your attitude, jep. main gebrak gebrak dikira lagi lomba sembako?" haikal mencibir sebal, ya habis lagi minum tiba tiba mejanya loncat dahsyat kan keselek dia.

sang tersangka hanya memamerkan senyum manis dengan matanya yang turut tersenyum, "coba liat deh meja kedua dari kita, ada sursiripris bikin naik darah."

"surprise, goblok." naresh memukul kepala kembarannya pelan, sayang kalau kencang, nanti tambah slengkean. kan dia masih mau punya kembaran pinter walau jevano gak bisa diharepin nilai akademiknya.

setelah cibiran naresh, semuanya bersamaan menoleh kesamping meja mereka, menemukan tiga kakak tingkat mereka yang nampak tidak memperdulikan atau tidak tau mereka ada disana. ah tidak, sebenarnya rendy turut menatap mereka dengan tatapan datar khasnya, sedangkan mahesa dan satya diam sembari memainkan ponselnya.

"ANJING DEMI?!"

keempat orang disana tersentak kaget mendengar pekikan haikal yang sangat mendadak.

pemuda berkulit tan itu menatapi temannya satu persatu dengan tatapan syok, "gila gila gila, dicariin sama adeknya taunya lagi nongkrong." ia menggeleng dramatis, "ada adabkah begitu?"

"ikal beliin cheesecake..."

suara parau dari sang tuan muda yang mengantuk membuat haikal mengangguk patuh dan pergi kekasir tanpa basa basi.

naresh menggeleng pelan, "jaydan panik si ono malah santai santai, bener bener." ujarnya pasrah, tak peduli lagi dengan jalan fikir seniornya satu itu. lantas ia menatap haikal yang datang dengan sepiring cheesecake berselai blueberry diatasnya, "bener bener babu sejati."

"jati dirinya emang sebagai babu." jevano menyeletuk.

jaydan hanya bisa menatap sendu, lalu menunduk sembari mengaduk minumannya, "capek." ujarnya serak, "kak satya kenapa gak pernah peduli sama gue ya? gue beneran adiknya bukan sih?" entah untuk siapa soalan itu diajukan. namun jelasnya keempat orang disana hanya bisa terdiam karena terlanjur terbiasa atas pertanyaan yang terlontar dari belah bibir itu. jawabannya masih abu, satya sendiri masih denial.

pemuda bersurai pekat itu kembali menunduk, membuka aplikasi chat dan membuka obrolan bersama seseorang.


. . .



kak ren

kak|

|y?

jaydan boleh minta tolong gak?|

|ap?

kak satya jangan minum kopi|
banyak banyak, nanti asam|
lambungnya naik lagi|

suruh kak satya makan juga|
kak satya kalo udah dirumah|
ngerem di kamar terus, gak mau|
ikut makan malem bareng|

pulangnya jangan malem malem|
nanti kak satya kecapean,|
kurang tidur|

oh iya, jangan bilang ini|
dari jaydan ya kak 😁|

|smph, lo jd adk gue aj lh
|cpk gue liat lo diem diem
|trs ky gini

|satya buta atau gmn sih
|ok ntr gue lakuin
|have fun, dan

makasih kak|


. . .



"gue bener bener gak faham sama jalan fikir lo. semoga lo mati dicaplok megalodon." rendy menghembuskan nafasnya pasrah, disusul mahesa yang mengangguk anggukan kepalanya tanpa bersuara.

satya sendiri tidak menunjukkan raut wajah bersalah barang sedikitpun. sudah jaydan beritahu bukan, satya itu tak tersentuh, tidak ada yang tau apa yang ada didalam fikiran ataupun hatinya, dia benar benar sosok yang tak tergapai barang sejengkal, wajah tanpa ekspresinya tidak bisa menggambarkan apa yang ada dalam fikirannya, walau hanya sekilas bayang.

tak lama suara decitan kursi dari meja tetangga mereka terdengar. kebetulan meja yang tiga sekawan tempati itu dekat dengan tangga menuju lantai bawah, sehingga lima orang yang merupakan adik tingkat mereka itu akan berlalu kesamping meja yang ditempatinya.

begitu berpapasan, rendy dan naresh bertukar tatap sebentar, sebelum naresh menepuk pundak satya tanpa ragu, lalu membisikkan, "rugi banget lo kak udah sia siain adik sebaik jaydan. semoga lo cepet nyesel, seenggaknya sadar."

kemudian turut menyusul rombongannya yang nyaris mengilang dibalik tembok pembatas. satya termenung sebentar, sesaat setelahnya ponselnya kembali bergetar, dan entah mengapa, beberapa baris untaian kalimat dari seseorang yang baru saja mengiriminya pesan membuat hatinya menjadi resah tak karuan.





. . .






jaydan

|kak, sebenernya jaydan juga
|pengen nyerah

|tapi jaydan selalu mikir, kalau
|misalkan jaydan nyerah, nanti
|yang bakal peduli sama kakak
|siapa lagi?

|jaydan sayang banget sama kak
|satya, malah seandainya kalau
|kita terlahir di kehidupan lain,
|dengan senang hati kok
|jaydan bakal milih jadi adiknya
|kak satya lagi...
|tapi dengan takdir yang beda

|jangan malem malem pulangnya
|ya, nanti bunda marahin
|kakak lagi

Our Fate || 2sungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang