"halo, kembali dengan naresh di acara live jokes nakal alias jokes naresh haikal, ini oknum demit nya ada di samping gue kalo mau tau, lagi merhatiin bocah yang baru aja nangis gara gara lucifer."
saat ini naresh sedang melakukan live di aplikasi instagram nya, cukup remang karena hanya bermodalkan cahaya minim dari lampu mobil yang dikendarai supir chetta. tujuan awal mereka datang ke cafe sebenarnya memang untuk melakukan jokes nakal bersama ketiga sahabatnya yang lain, namun naas acara live itu tidak bisa terlaksana karena tambahan jumlah penduduk cafe yang sama sekali tidak diharapkan keberadaannya.
"ya, jadi dua bocah kurang belaian di belakang bisa dihirauin teman teman sekalian. jujur kali ini kita cuma mau nyindir nyindir aja ya, kebetulan lagi males ngejokes, suasananya juga gak mendukung alias melow kayak malem mingguan lo pada, ya gak?" naresh tertawa pelan, sesekali ia membaca baca komentar dari para penonton live nya. lumayan walau cuma berkisar lima ratus orang.
"woy pinjem." haikal tanpa permisi merebut ponsel digenggaman naresh, mengalihkan benda pipih itu pada wajahnya.
"hey, yo! kembali dengan fullsun sma angkasa yang gue banggain sekaligus gue cintain kecuali minuman mas pano dibelakang kantin yang kebanyakan airnya jadi kerasa hambar, malam minggu gini apalagi hujan udah mulai turun nih, enaknya makan indomie kan? yang gak suka indomie sarap sih." setelahnya haikal tertawa diikuti naresh yang memang memiliki tingkat humor rendah.
kata naresh beberapa saat lalu tentang tidak menjokes, lebih baik dihiraukan saja.
haikal meredakan tawanya, "sindiran yang naresh singgung beberapa menit lalu, gue mau ngomongin tanpa nyebut orangnya langsung, tapi kalo keceplosan ya maaf, khilaf, namanya juga manusia."
"kata siapa lo manusia?" naresh menimpali, dibalas toyoran oleh si kulit tan, "cicing heula kunaon sih." sinisnya.
ia kembali mengalihkan atensi pada ponsel digenggamannya, tersenyum semanis mungkin yang dimana membuat naresh misuh misuh berlagak seolah muntah disampingnya.
"kalo tersindir, berarti ini buat lo, kebetulan temen temen lo nonton." haikal memulai, "kak, sorry tapi kata gue lo goblok banget sumpah. kalo gak tau, suara lo tadi di cafe kedengeran sampe meja kita. ya mikir aja lah, udah tau tetanggaan, tapi tetep aja nada omongannya gak dijaga. seenggaknya kalau gak punya hati, otaknya dipake kak."
naresh mendengus sinis, "dih, emang dia bakal peduli, kal? kan dia aja bilang dia mau jaydan pergi dari hidup dia, ntar kena karma nanges."
haikal membaca komentar dari beberapa username yang dikenalinya.
"setuju sih gue, dari jevano... lah anjing, kok lo cepet banget udah sampe rumah lagi, perasaan kita perginya barengan dah, cuma beda kendaraan." haikal mengerutkan keningnya. naresh sendiri sudah tidak heran lagi, terlanjur terbiasa.
lantas ia kembali membaca satu komentar dari kakak seniornya yang kebetulan merupakan sahabat dari seseorang yang ia sindir, "anjing- demi... sorry, gue gak tau kalo suara... si babi bisa sekenceng- itu, dari kak rendy. kak jujur gue sebenernya gak tau gue bacanya bener atau nggak soalnya ketikan lo acak acakannya melebihi adek sepupu gue yang masih kelas 1 sd, serius deh."
naresh kali ini berbalik menoyor partner nya itu, "kak ren ketikannya emang gitu, tolol. lo nya aja bodo, gitu aja gak kebaca."
"kalo gak ngasih saran mending diem deh." haikal merotasikan bola matanya malas, "iya kak, kenceng banget suaranya, musik di cafe aja tadi kaya radio butut dadakan, gak kedenger cuma krisek krisek." ia menjawab pertanyaan rendy yang belum sempat ia balas tadi.
berbincang bincang jelang beberapa menit kemudian, tiba tiba saja ponsel jaydan berdering menandakan panggilan masuk. haikal serta naresh yang berada didepan kursi jaydan chetta refleks ikut menoleh.
"oke siaran langsungnya cukup sampai disini, dadah." naresh merebut kembali ponselnya lalu mematikannya secara mendadak.
kembali memusatkan padangannya pada jaydan yang melirik lirik pada sahabatnya seolah mengode, naresh pun mengangguk, "loudspeaker, dan."
"halo?" jaydan berdehem kecil.
"dek? kamu gapapa?" suara dari sebrang sana membuat ketiga orang lain yang mendengarkan secara otomatis menahan nafas. itu mahesa, sahabat satya yang lain. dan setau mereka, mahesa ini hampir tidak pernah turut andil dalam masalah satya.
"gapapa, kak. kakak masih di cafe?" tanya jaydan balik.
"iya, tapi misah. kakak lagi nyebat ini diluar, satya lagi makan bareng rendy, sesuai sama pesan kamu."
jaydan mengangguk angguk walau tau mahesa tidak dapat melihatnya.
"sorry banget ya, kata kata satya tadi-"
"gapapa kak, kakak ngapain minta maaf? kakak kan gak salah apa apa sama jaydan, lagian jaydan udah biasa." nafas pemuda itu tercekat sebentar.
nyatanya, ia tidak pernah terbiasa.
"dan... gak usah pura pura kuat, keliatan dari tatapan kamu. mungkin iya kamu bisa bohong dari rendy ataupun temen temen kamu, tapi nggak dari kakak yang kaluarganya berprofesi psikologis turun temurun." suara helaan nafas sebagai penjeda membuat dada jaydan bergemuruh hebat, rasa ingin menangis namun tertahan karena juga penasaran akan kata kata mahesa selanjutnya.
"satya emang setolol itu ternyata, gak faham lagi kakak sama dia. jangan terlalu difikirin ya? istirahat yang cukup, jangan kecapean. kakak sama rendy bakal jagain kakak kamu terus selama kita lagi barengan, and... good night, dan."
jaydan tersenyum kecil, "night juga kak, makasih."
panggilan tersebut diakhiri, menyebabkan keheningan yang melanda seisi mobil. chetta masih bungkam, faktor mengantuk- jadi tidak terlaku fokus. sedangkan naresh dan haikal saling berpandangan sesaat.
"kenapa bukan kak mahesa aja sih yang jadi kakak lo, dan? yakin gue hidup lo bakal tentram, adem, ayem, gak usah nangis nangis gini lagi." sebenarnya haikal dan naresh hanya melebihkan, karena sedari tadi jaydan bahkan tidak menangis sama sekali, hanya saja ia menahan tangis dan kekecewaannya di dalam rongga tenggorokan sehingga suaranya kini entah seperti apa kedengarannya.
"agak ngawur tapi emang iya, mau nangis aja boleh gak sih." jaydan menyandarkan kepalanya pada jedela, menghadap keluar sembari memejamkan matanya.
"tapi seandainya bener gitu pun, gue tetep bakal berharap kakak gue kak satya seorang..." suaranya melirih.
"kenapa?" tanya haikal yang sudah menghadap ke depan.
untuk beberapa saat, jaydan terdiam. membiarkan sensasi AC yang menusuk permukaan kulitnya.
"karena kak satya emang seberharga itu... dan rasa sayang gue sama kak satya bahkan melebihi rasa sayang gue buat bunda sama ayah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Fate || 2sung
Fiksi Penggemar❝ dan? bandung dan segala isinya... itu semua gak berarti kalau gak ada kamu disini. segala keindahannya tertutup dengan renungan kehadiran kamu, semua tempat serasa kosong hanya karena karena kehilangan sosok mataharinya. ❞ [[ sudah dirombak ]] ﹫xy...