20 : morning

21 0 0
                                    

satya menghela nafasnya kasar, saat ini ia sedang berdiam diri diatas kasur sembari menunggu seseorang mengetuk pintu kamarnya. bukannya kepedean, namun salah satu rutintitas sang adik yang sudah ia hafal diluar kepala adalah setiap pagi pasti pemuda itu mengetuk pintu kamarnya untuk membawakan sepiring makanan atau sekedar berpamitan pada satya.

jemarinya berkali kali menuliskan utasan kata diponselnya namun selalu ia hapus kembali diakhirannya. ayolah, mungkin bagi kalian ini hanya sekedar ucapan selamat pagi biasa yang umum dilakukan oleh semua orang, namun bagi satya justru hal ini lebih sulit dibanding memenangkan kejuaraan olimpiade sains nasional bulan lalu.

"pagi, udah bangun?"

satya mendesis pelan, terlalu basic. tentu saja jam segini adiknya sudah bangun.

"jangan lupa sarapan sebelum berangkat, nanti maag kamu kambuh."

satya menghela nafas, kembali menghapus pesannya. bahkan jaydan yang mengingatkannya untuk sarapan setiap hari, jangan konyol.

"mau berangkat bareng?"

"ah anjing, susah banget kenapa sih."

satya melempar ponselnya ke sembarang arah. namun kala bunyi notif ponselnya berdenting, dengan sigap pemuda itu mengambil kembali ponselnya dan membaca satu bubblechat dari sang adik. hanya bertuliskan kalimat sapaan "selamat pagi, kak!"

"pagi juga." satya menjawab dengan gumaman.

"pengecut banget lo bangsat, gini aja gak bisa." ia kembali melempar ponselnya ke kasur, memejamkan kedua matanya sekilas, barusaha menjernihkan fikirannya.

kedua netra selegam obsidian itu terbuka, menatap ponsel pintarnya yang tergeletak diatas kasur, seantiasa menampilkan roomchatnya bersama jaydan.

"ajak berangkat bareng aneh banget rasanya. lagian kalo tiba tiba gue ngajak berangkat bareng bukannya dia bakal ngira gue kerasukan?" tanyanya lagi.

kesunyian dikamarnya menjadi saksi bisu akan dilema dalam hatinya. gundah menyapa, memikirkan beberapa utas kalimat jawaban yang kemungkinan besar akan terlontar dari bibir jaydan.

walau satya tau sebenarnya ini hanya overthinking, karena sejahat apapun satya pada jaydan, jaydan tidak pernah sekalipun mengacuhkan satya.

atau mungkin belum?

pemuda tampan itu menolehkan kepalanya, melirik ke arah jam kecil diatas nakas, menunjukkan pukul enam lebih tiga puluh menit, masih ada setengah jam waktunya memikirkan hal sia sia yang akhirnya tidak akan ia ungkapkan sama sekali.

"tolol banget lo, malu sama semua penghargaan di lemari tuh." ia berdesis, lagi lagi mengumpati dirinya sendiri. rasanya kini hal tersebut sudah menjadi aktifitas rutin bagi satya.

"ajak jangan ya?"

"mau sih."

"tapi kalo nolak gimana?"

"kemungkinan besar kayaknya gak bakal."

"tapi kali nolak?"

"ya resiko."

"ah bangsat."

satya mengacak kasar surai cokelat tuanya yang sudah tertata rapi. ia beranjak dari posisi duduknya, berjalan lunglai mengelilingi kamarnya sebelum kembali menuju kasur yang sudah ia rapikan beberapa menit lalu, lantas menjatuhkan dirinya sendiri sembari bergumam tidak jelas.

"pengecut."

"sinting."

"mati aja lo."

"gak guna."

"hidup nyusahin doang."

"laper."

ia mengernyitkan dahinya saat kata terakhir terucap dari mulutnya. kemudian menunduk menatap perutnya. kata kata itu keluar begitu saja tanpa satya sadari.

apa ia sedang lapar? makanya melantur tidak jelas seperti tadi? oh tentu saja, jawaban yang sungguh masuk akal.

tok tok tok!

"kak satya!"

si pemilik nama terlonjak, dengan tergesa ia merapikan penampilannya, sedikit menepuk nepuk kasurnya, lalu berdehem pelan.

beberapa kali melirik cermin dipojok ruangan. kala merasa tampilannya tidak mencurigakan barulah ia memasang tampang datarnya dan membukakan pintu.

cklek.

"apa?" tanyanya. bahkan kini satya tak tau bagaimana ekspresi ataupun caranya menatap sang adik, yang ia teguhkan hanyalah yang penting tidak terlihat peduli sama sekali. urusan aneh atau tidaknya belakangan saja.

kedua onyx itu bertemu, jaydan mendongkak menatap kakaknya, memberikan cengiran lebarnya sebelum memberikan piring berisikan dua sandwitch dengan bentuk senyum menggunakan saus diatasnya.

"kakak gak pernah makan di rumah, jaydan juga gak pernah liat kakak sarapan di kantin, jadi jaydan bikinin ini buat kakak, dimakan ya?" ujarnya riang. masih dengan senyum melekat, membuat hati satya diam diam menghangat didalam sana.

benar kata sahabatnya, ia terlampau bodoh untuk menyadari ketulusan adiknya selama ini.

yang lebih tua menghela nafasnya sekilas sebelum menatap makanan ditangan jaydan.

"makasih."

satu kata terlontar, mampu membuat kedua netra yang lebih muda membelalak kaget bercampur senang, mulutnya sedikit terbuka antara percaya dan tidak percya. manik yang senantiasa berbinar itu kini menyipit membentuk sebuah garis lengkung dengan kurva ranum yang melengkung sempurna melawan gravitasi.

ah ternyata bahagia adiknya hanya sesederhana ini?

"harus dihabisin ya kak! jaydan buatnya spesial loh, pake bubuk pelet cinta. jaydan turun dulu." selanjutnya ia membalikkan badannya, hendak kembali melangkah ke lantai dasar dengan perasaan berbunga yang hinggap di dalam dadanya.

namun kala suara dengan intonasi bass di belakangnya terdengar, jaydan sontak terhenti dari langkahnya. tubuhnya mematung dengan mata membelalak kaget.

"mau berangkat bareng?"

dengan cepat ia kembali membalikkan tubuhnya, mengerjapkan matanya dramatis sembari menatap sang kakak yang terlihat kikuk.

"NGAPAIN NANYA?!" pekiknya tanpa sadar, membuat satya ditempatnya memejamkan matanya sekilas, menatap jaydan tajam.

oh tuhan...

sebenarnya ada apa dengan pagi hari ini?

Our Fate || 2sungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang