15 : bullshit

19 0 0
                                    

kalau jaydan adalah definisi sempurna yang disebutkan oleh satya, maka bagi jaydan, semuanya hanyalah omong kosong belaka.

"jay, lo adiknya kak satya kan?"

"jay, gue denger lo masuk jurusan sama kayak kak satya ya?"

"jay, kok kak satya bisa sepinter itu?"

"jay..."

"jay..."

"jay..."

tidak, jaydan tidak sesempurna apa yang satya bayangkan.

"hehe iya, seenggaknya gue juga bisa lah pinter kayak kak satya. masa kakaknya sepinter itu tapi adiknya bodo, malu maluin nanti."

selama ini, jaydan selalu hidup dalam bayang bayang satya.

setiap bertemu dengan orang baru, siapapun dan dimanapun itu, jika jaydan memperkenalkan dirinya, semua orang pasti akan bertanya terlebih dahulu tentang satya.

sebenarnya, sangat jelas terlihat, bahwa jika dimana jaydan ada disana, maka nama satya akan selalu terpaut didalamnya. semua orang tidak mengenali jaydan sebagai jaydan, namun mereka mengenalinya sebagai adik dari si sosok idaman masyarakat─ satya aditama gemintang.

lagi dan lagi, pada akhirnya jaydan hanya akan selalu menjadi bayang bayang satya. hanya sebatas itu, walau pada kenyataannya jaydan selalu berada didepan satya, tetap saja yang orang lain pandangi bukanlah dirinya, namun satya.

"kenapa sih gue harus lahir kayak gini? kalo aja gue tau gimana cerita akhirnya berjalan, pastinya gue bakal nolak dilahirin jadi anak bungsu idaman bunda sama ayah. pasti sejak dulu dengan senang hati gue bakal pura pura jadi anak tolol yang gak ngerti apa apa. sumpah pengen puter balik waktu." jaydan merengek sembari menendang angin. posisinya tertidur terlentang dikamarnya, menghadap langsung pada langit langit kamar berhiaskan benda glow in the dark.

laptopnya terhubung panggilan video bersama keempat sahabatnya. berbeda dengan naresh yang sedang bermain suit gaplok bersama kembarannya─ jevan, haikal justru menampilkan layarnya sedang menggosok gigi dikamar mandi.

chetta? anak itu tertidur karena bosan.

jaydan membalikkan tubuhnya menjadi telungkup, menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangan, menatap jengkel pada para sahabatnya yang terlihat acuh, tidak peduli sama sekali.

"gue curhat kalian kok gitu sih... jahat." ia mengerucutkan bibirnya.

naresh menoleh, sedetik kemudian tamparan melayang sempurna dipipi kiri pemuda tampan itu, pelakunya? tentu saja jevan.

"cicing heula sia teh gembel." naresh balik memukul kepala jevan, sementara si pelaku utama hanya menunjukkan cengirannya.


play : stay here [ gaho ]



"jujur kalo gue jadi lo gue udah nyerah sih." pemuda bersurai hitam pekat itu kembali berbicara, kali ini kedua netranya terfokus pada wajah yang lebih muda dilayar laptop.

"lo apa gak capek? kita temenan gak cuma sehari dua hari jay, dari awal mpls smp. gue tau lo sayang banget sama kakak lo, tapi pertanyaannya, apa dia juga sayang sama lo? sorry to say this, tapi semua perjuangan lo itu sia sia jay." naresh menekan kalimat terakhirnya, membuat wajah sendu jaydan terlihat semakin murung, seolah ada awan hitam yang menutupi binar matanya, terselimuti kelabu, terpengaruh oleh kata kata sesat naresh yang sayangnya memang benar apa adanya.

"sia teh tong kitu, watir bengeutna eta." haikal menyahut, sudah selesai menggosok gigi, kini sedang berjalan ke kamarnya. "jay gini nih, menurut gue, daripada lo terus terusan ngejar sosok sempurna kakak lo yang bahkan gak segan ngumpatin lo itu─ walau gue belum pernah denger dia ngumpatin lo sih."

ia berhenti sejenak. "gimana kalo lo jadi diri lo sendiri? gue tau selama ini walau otak lo memproses cepat, lo gak tertarik sama sekali di bidang akademik gitu kan? waktu awal mpls sma lo mau masuk club basket tapi lo urungin karena kak satya masuk club olimpiade ipa." haikal membaringan tubuhnya telungkup, ponselnya ia taruh diatas kasur, mengarahkan pada wajahnya.

"masalahnya gini jay, lo terlalu sibuk mengejar kak satya, sehingga tanpa sadar sebenarnya lo melupakan jati diri lo sebenernya. lo jauh dari diri lo sendiri, lo gak berusaha mengejar diri lo padahal disini yang paling butuh diperhatiin itu lo."

jaydan terdiam, mencerna kalimat haikal yang kini berlabuh pada logikanya.

haikal benar.

"terus gue harus gimana? kalian sendiri tau, bunda sama ayah gak pernah ngasih perhatian layaknya orang tua sama anak ke kak satya. bahkan hal sekecil 'kamu udah makan?' atau ucapan selamat malam aja gak pernah kak satya denger dari bunda..." suaranya melirih, ia menunduk.

"tau gak sih? selama ini gue selalu merasa bersalah sama kak satya. seandainya gue gak lahir, pasti kak satya lebih bahagia kan? gue udah rebut semua kasih sayang bunda sama ayah... g-gue ngerasa kalo gue itu cuma parasit di hidup kak satya..." suaranya bergetar, tanpa sadar setetes air mata terjatuh melalui pipinya, dan dengan segera ia hapus kasar, menggantinya dengan senyum kecil.

"jujur, gue nyesel dilahirin kayak gini."

seluruh pemuda yang tersambung dengan video call jaydan terdiam─ termasuk chetta yang masih tertidur lelap. mereka memang tau seluruh masalah si bungsu, walau dominan seluruh cerita abu abu nya selalu tertuju pada satya. selalu satya. mereka tidak tau bagaimana rasanya menjadi jaydan, namun setidaknya mereka bisa mencoba mengerti.

jaydan selalu membanggakan satya, dan kali ini adalah kali pertamanya jaydan mengungkapkan seluruh hati dan benaknya untuk dibagi pada sang sahabat.

untuk pertama kalinya jaydan menangis dihadapan mereka.

haikal tidak tega, rasanya ingin ia berteleportasi melalui laptopnya, merengkuh tubuh si bungsu agar menangis dipundaknya, "jay..."

"kalian bener, semua percuma." jaydan dengan cepat memotong, berusaha menetralkan nafas dan menyeimbangkan suaranya.

"tapi seenggaknya gue berusaha, kan? gue gak sempurna, bener bener gak sempurna. well, kalau bagi kak satya gue itu sempurna, bagi gue sendiri nggak. lagian percuma kalo gue sempurna kalo nyatanya dapetin perhatian kak satya barang sedetik aja gue gak bisa, kal, na... g-gue capek, tapi gue gak bisa berhenti..."

kacau.

tangis jaydan pecah saat itu pula, seluruh kalimat acuh yang terlontar dari belah bibir satya menyeruak begitu saja, mengalun bagai kaset rusak, terus berulang memenuhi benaknya.

tubuhnya bergetar hebat, tanpa sadar kedua kepalan tangannya merambat naik, meremat dan menjambak surai hitamnya sendiri hingga ujung jemarinya memutih, membuat para sahabatnya sontak panik.

"jay! lepasin tangan lo, nanti rontok!" haikal berteriak, membuat chetta tersentak dari tidurnya dan langsung membelalakkan matanya menatap jaydan yang sudah menangis sesegukan sembari menjambaki rambutnya.

"ih jaydan kenapa?!" panik pemuda manis itu, turut heboh berteriak dengan suara lumba lumbanya.

"jay, dengerin gue. lo boleh nangis, galau, curhat sampe telinga gue berdarah juga gue gapapa, tapi lepasin tangan lo, ya? jangan sakitin diri lo sendiri, please." naresh berusaha menenangkan, namun hanya dianggap angin lalu oleh jaydan.

hingga akhirnya yang termuda menatap layar laptop dengan wajah sembabnya, menampilkan tatapan kosong juga raut putus asanya. bibirnya tertarik mengulas senyum kecil.

"sorry..." lirihnya sebelum mematikan panggilan vidionya, membuat para pemuda ditempat berbeda itu dilanda panik dan khawatir.

jaydan benar benar kacau. dan satu satunya alasan ia bisa sekacau itu hanyalah satu.

yaitu kakak kandungnya sendiri, satya.

Our Fate || 2sungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang