"assalamualaikum!"
jaydan, naresh dan jevano serempak menoleh kearah pintu. lalu detik kemudiannya kembali mengalihkan pandangannya ke sembarang arah. malu, sudah tau cafe ini pengunjungnya tidak pernah surut, selalu ada yang datang dan pergi bahkan kelebihan pengunjung hingga membuka kedai dadakan di sekitar bukit.
sebenarnya sudah biasa, namun tetap saja kelakuan pemuda kelebihan humor itu selalu membuat mereka malu.
"woy diem diem bae." haikal langsung duduk dihadapan jevano, diikuti chetta dengan style berkelasnya yang duduk disamping jevano. ah iya, jaydan duduk berhadapan dengan naresh.
"lo bisa gak mahal dikit gitu, jangan malu maluin sekali aja. padahal lo kemana mana bareng chetta, tapi aura bangsawannya gak nular sama sekali." naresh tersenyum kecut, memandangi minumannya yang direbut paksa oleh haikal.
"gak. jati diri gue nih bro, gue gak mau jadi orang lain buat nyenengin orang lain. gunanya apa, gak dapet duit ini." logikanya menyahut. walau sejujurnya ucapan pemuda itu ada benarnya, entah mengapa mendengar nada bicara si extrovert itu membuat takaran darah seakan meninggi seketika.
"serah lo serah." naresh menyudahi, membuang muka ke arah samping, dimana ada para gadis yang sedang memperhatikan seisi meja mereka. tanpa ragu naresh menyunggingkan senyum ramah, membuat sekumpulan gadis disebrang sana berteriak tidak karuan.
"buaya." sindir jevano.
"ngaca, monyet." naresh membalas.
jaydan menggelengkan kepalanya pelan, diantara mereka berlima memang hanya jaydan lah yang paling waras.
waras dalam kutip normal.
"kal mau pesen dong." chetta membuka suara, netra coklat hazelnya fokus melihat lihat lembaran menu yang terlampir. sementara haikal memandang dengan alis terangkat, kedua tangan yang lebih tua itu bertumpu diatas meja, menunggu pesanan tuan mudanya.
"si ikal udah beneran kaya abdi." naresh berbisik pelan ke arah jaydan.
"gak heran."
jevano berdehem, "jadi kakak lo ngilang dari kapan? tadi gue liat dari instagram kak ren kakak lo post foto item gitu, captionnya ganggu."
jaydan mengerutkan keningnya, "emang captionnya apaan sampe lo bilang ganggu?"
"captionnya 'ganggu' jing, bukan ngenganggu." dengus jevano menoyor pelan jidat jaydan. sekali sekali biar gak lemot kayak 3G.
"oohh, bilang." yang paling muda itu menganggukkan kepalanya, lalu turut melihat menu dibuku yang diserahkan naresh. sebenarnya hanya membulak balikkan lembaran kertas berlapis plastik itu karena jaydan sendiri sudah memesan makanan, hanya saja ia ingin menambah minuman.
"abisin dulu milkshake lo, dan. ntar kalo udah habis baru nambah lagi." naresh kembali menarik buku menunya.
"oke."
tiba tiba fikiran jaydan flashback beberapa menit yang lalu, "lo nanya dari kapan kakak gue ngilang gak sih?" ia bertanya pada jevano yang mengangkat alisnya.
"iya." tenang, jevano sudah biasa.
jaydan menggumam pelan, matanya berkelana kesana kemari menandakan sang empunya sedang berfikir, "kalo gak salah dari jam lima sih. gue gak liat jam, pas kakak gue pergi naik mobilnya gue lagi nyusun laporan bab akhir. lagian gue kira paling balik jam tujuh kayak biasa, taunya nggak." dapat dilihat sorot mata pemuda itu meredup.
jaydan menunduk dengan bibir mengerucut samar, kedua jemarinya bertautan, "tapi daripada khawatir kak satya yang keliaran gitu, soalnya jelas kan kak satya bisa jaga diri. gue lebih khawatir kalo kak satya dimarahin bunda lagi."
suasana dimeja itu mendadak hening.
jujur, selama ini mereka kesal dengan segala perlakuan satya yang semena mena terhadap jaydan, namun disatu sisi juga mereka menaruh sedikit rasa kasihan. karena mau bagaimanapun walau sikap satya terhadap jaydan salah, tetap saja dia begitu pasti ada alasannya, dan satu satunya yang bisa disalahkan disini adalah orang tua kakak beradik itu.
naresh menghela nafasnya, mengelus elus surai hitam jaydan- karena ia tau jaydan suka apabila dielus rambutnya seperti itu, lalu memberi saran.
"kalo kata gue sih, mending lo jauhin kak satya buat seminggu, seengganya biar dia sadar kalo dia juga butuh lo. soalnya walau typing dia sama lo spj alias singkat padat dan jelas tapi keliatan dari fastresponnya dia ngarep kalo lo chat." saran tidak berguna namun anehnya masuk ke otak jaydan.
"masa sih?"
"iya, dan. chetta juga walau bukan spesialis rasa, tapi chetta bisa liat kok setiap kak satya ngehindarin jaydan matanya kayak gak rela. tatapannya gak bisa bohong, dia pengen interaksi sama kamu, tapi gengsi." setelahnya pemuda berdarah china itu tertawa dengan suara khasnya.
benarkah?
jika boleh, jaydan juga ingin berharap seperti itu. namun dilihat dari sikap kakaknya yang acuh tak acuh dan seolah enggan membalasnya, sepertinya para sahabatnya itu hanya ingin menenangkan pikiran negatifnya.
pada kenyataannya, jika memang benar apa yang dibicarakan oleh naresh dan chetta, kenapa sampai sekarang satya belum juga berubah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Fate || 2sung
Fanfiction❝ dan? bandung dan segala isinya... itu semua gak berarti kalau gak ada kamu disini. segala keindahannya tertutup dengan renungan kehadiran kamu, semua tempat serasa kosong hanya karena karena kehilangan sosok mataharinya. ❞ [[ sudah dirombak ]] ﹫xy...