Lapak ini karatan, jamuran, bersarang laba-laba, lumutan😭
⚠️15+⚠️
Manis-manis manjaaaaaa
Happy reading!
****
"Sya?" Afkar memanggil ketika keheningan menyeruak sebelumnya.
"Iya?"
Afkar menahan napas sejenak, dalam hati ia ragu ingin mengatakan hal ini atau tidak. Jika mengatakannya, apa Caca akan setuju?
Keheningan menyeruak kembali. Afkar justru menjauhkan tubuh, lalu matanya menatap Caca yang menunggu ucapannya.
"Kenapa?" Caca bertanya lembut.
"A-aku pengen kita punya anak."
Dentuman keras di hati Caca membuat perempuan itu meneguk ludah kasar. Tatapan keduanya saling mengunci. Sama-sama merasakan debaran gila yang membuncah di dalam sana tanpa saling mengatakan.
Afkar mengerjap. "Ma-maaf, aku nggak bermaksud buat kamu-"
"Bang." Caca menyela. "Berarti aku harus hamil dulu 'kan?" tanyanya polos.
"Ha?" Sebentar, Afkar jadi bingung. Ya, kalau bukan Caca yang hamil, lalu siapa? Dirinya, begitu?
"Ya, kalau bukan kamu yang hamil, terus siapa? Aku?" tanya Afkar, jadi sebal sendiri.
Caca cemberut. "Tapi, aku belum hamil, tuh." Ia mengelus perut ratanya. "Biar hamil, gimana?"
"Kamu anak IPA atau bukan?" Afkar sepertinya akan bertambah demam jika membahas hal ini dengan istrinya.
"Alumni sih lebih tepatnya," kata Caca. "Emang kenapa?"
Kemudian, hening. Afkar mengembuskan napasnya pelan-pelan, seakan tidak mau membuat suara dari keluarnya embusan itu. Caca masih duduk di pangkuannya, tidak sadar jika perempuan itu sedang malu.
Afkar tidak pernah bermanja seperti ini pada Caca. Mungkin, lebih tepatnya, Caca yang belum tahu saja bagaimana sifat asli lelaki itu. Mereka sudah menjadi suami-istri, jadi wajar saja jika Afkar berperilaku demikian.
Meskipun mereka belum pada tahap benar-benar saling tahu satu sama lain—baik luar atau pun dalam—mereka sama-sama ingin belajar. Afkar belajar memperlakukan Caca selayaknya perempuan yang benar-benar ia cintai, menghargai dan menghormati perempuan itu sebagaimana mestinya. Dan Caca, ia belajar menjadi istri yang baik. Yang bisa mengurus Afkar dan bisa memenuhi semua apa yang Afkar mau karena itu memang kewajibannya.
Jika saat ini pembahasan mereka tentang anak, maka Caca tidak akan merasa tidak enak. Ia menerima apa pun keinginan Afkar, selagi itu hal yang baik.
"Tapi, kamu lagi skripsi," ucap Afkar tiba-tiba.
Caca menoleh terkejut, lalu bertanya, "Emang masalahnya di mana?"
"Nanti keganggu." Tatapan mereka kemudian bertemu.
"Emangnya langsung jadi, ya?"
Ya Allah ....
Afkar gemas sendiri. Ia menarik kecil rambut Caca. "Ya ... tergantung," ucapnya kaku.
"Mati dong." Caca kemudian tersenyum kuda ketika Afkar menatapnya datar. "Becanda, hehehe."
Afkar masih saja menatap Caca datar. Sungguh, ekspresinya tidak ada sama sekali. Caca gemas sendiri, lalu menarik kedua sudut bibir Afkar. Bukannya membentuk senyuman, akan tetapi seperti ekspresinya Joker.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pelabuhan Hati
RomansaMungkin, perlakuan saja tidak cukup untuk menunjukkan sebuah rasa yang begitu dalam. Ada kalanya lisan yang harus maju. Mengungkapkan pernyataan sederhana yang dinanti sejak awal. Namun, untuk beberapa orang-orang yang sulit mengungkapkan perasaan...