Bab 24 : Rekaman Vlog Bilqis

394 75 2
                                    

Mocca tidak tau, apakah karena amarah Papa Devano yang sempat menamparnya begitu keras, saat dia dibawa kembali ke rumah oleh para Bodyguard, apakah itu yang membuatnya begitu gelisah sekarang.

Pemuda itu mondar - mandir di dalam kamarnya, yang dikunci dari luar oleh Papa Devano. Iphone-nya lowbatt, shit, Mocca mengutuk, mencari charger di laci meja belajarnya.  Sebuah benda kecil terlempar jatuh ke dekat kaki Mocca. Apaan sih? Flashdisk?

"Flashdisk apa ini? Tugas sekolah Devano dulu?" Mocca memungut benda kecil itu. Dikembalikannya ke dalam laci, benda itu sudah lama ada di situ,  Mocca memang tak terlalu peduli dengan barang - barang milik Devano. 

Mocca hampir tersungkur saat hendak memasang charger iphone, oh shit! Kenapa gue? pemuda itu mengutuk sendiri, dilihat tangannya bergetar, sehingga sulit rasanya dia memasukkan ujung charger itu ke kontak listrik.  Kok gue gemetaran?

"Uukh!" Mocca tiba - tiba mendekap mulutnya. Ada yang bergejolak di perutnya hingga dia ingin muntah. "Si-sial, jadi mual gini, gara - gara mo nyolokin charger iphone doang, set dah!"

Apa karena besok dia akan dibawa ke Panti Rehabilitasi Narkoba, apakah itu yang membuatnya mau muntah dan gelisah seperti ini?  Pemuda itu berulang kali mengusap rambutnya, berganti mengusap tengkuknya yang serasa merinding. Anjir! Gue..Gue ngerasa butuh sesuatu,  tapi apa?

Sekarang sudah pukul 11 malam, mau tidur pun rasanya sulit,  Mocca akhirnya mengambil flashdisk itu lagi, iseng dipasangnya ke komputer yang ada di kamarnya. Hehehe sapa tau isinya film BF, Mocca cengengesan sendiri. Daripada gue gak bisa tidur, gelisah dan mual gak keruan, mending nonton...

Tapi isi flashdisk itu ternyata vlog Bilqis yang direkam melalui camera handphone. Wait, vlog Bilqis?? Mocca mengangkat alis, tercengang,  kok bisa vlog Bilqis ada dalam flashdisk milik Devano? Setau gue,  Devano gak pernah peduli dengan Bilqis.

Dalam rekaman vlog itu tampak Bilqis sedang berada di sebuah Cafe, bersama Devano. Mungkin bukan 'bersama', tapi Bilqis yang membuntuti. Dan memang, Mocca dapat melihat betapa garangnya tatapan mata Devano saat Bilqis menyorot wajahnya dengan camera handphone.

"Ini Yayang Bebeb gue, Devano Alanza Dirgantara," terdengar suara Bilqis dalam vlog. "Dia cakep banget kan? Hihihi..Eh Yayang liat sini dong,"

Mocca memutar bola matanya, mencemooh, melihat betapa Bilqis setengah mati berusaha membuat Devano tetap bersamanya dalam vlog itu.  Yah elah,  si Bilqis, bela - belain banget sih lo, padahal Devano jelas - jelas gak mau,  pemuda itu merasa miris, teringat kata - kata Bilqis sewaktu di SMP Vava.

Tampak Devano menoleh ke arah lain, berusaha memalingkan wajah dari sorotan camera handphone Bilqis. Mocca menghela napas, hampir saja dia berhenti menonton vlog yang membuatnya iba dengan Bilqis, jika tidak terlihat oleh Mocca adegan selanjutnya dalam vlog itu.

"Shit!"

Mocca melihat tiba - tiba  Devano  berdiri sambil mengumpat. Seperti sedang terkejut, lalu tergesa mengambil iphone-nya, tapi sesaat  Devano tampak mendelik kesal.

"Eh Yayang? Kok handphone gue diambil siyh?" Terdengar jeritan Bilqis.

"Pinjem!" Dengus Devano kasar. Sorotan camera handphone itu kemudian bergerak, mengarah ke suatu tempat. Kenapa si Bos Devano? Mocca tercengang, ikut melihat arah sorotan itu.

"Busyet! Ajigile! Itu - itu kan Mami Helena! Ngapain dia..," Mocca terbelalak, mendekatkan wajahnya ke layar monitor komputer.

Dalam rekaman vlog, tampak dari kejauhan, di sudut gelap Cafe,  Mami Helena sedang berbicara serius dengan seseorang yang mengenakan masker hitam, tampaknya sedang bertransaksi sesuatu. Mocca melihat sorotan camera handphone itu terus bergerak, Devano pasti membawanya agar lebih dekat dengan posisi Mami Helena dengan orang bermasker hitam.

Percakapan selanjutnya yang terdengar, membuat Mocca semakin mual rasanya, karena begitu tegang.

"Perusahaan itu harus jatuh ke tanganku dan anakku Bobby. Makanya aku butuh bubuk itu untuk menghancurkan anak Harry," terdengar suara Mami Helena.

"Kenapa gak langsung dihabisi aja, Bos?" Si orang bermasker berujar.

"No, terlalu mudah buat Harry," Mami Helena berkata dingin. "Aku ingin melihat Harry menangis melihat anak kesayangannya hancur perlahan - lahan! Biar tau rasa, seenaknya memenjarakan suamiku, dan menghapus jatah warisan untuk Bobby. Adik kurang ajar si Harry itu!"

Terdengar orang bermasker itu terkekeh menanggapi kata - kata Mami Helena.

"Ya sudah pastilah, soalnya Raihan suami Bos, nilep uang perusahaan kelewatan banyak sih, makanya si Harry cepat mengambil alih semuanya..,"

"Diam kamu!"

"Trus aku juga masih ingat, dulu yang membakar gudang perusahaan kan suami Bos juga..,"

"Aku bilang diam, atau aku batalkan jatahmu!"

"Eh jangan dong, Bos,"

"Heh, siapa di sana?!" Tiba - tiba Mami Helena berteriak.

Kejadian selanjutnya, Mocca melihat sorotan camera handphone itu jadi berguncang - guncang, entah menyorot kemana, begitu buram, sepertinya Devano terkejut, dan membawa handphone itu sambil berlari. Setelah itu layar monitor menjadi gelap. Vlog selesai sampai di situ.

Anjir! Vlog ini, sangat penting! Jantung Mocca berdegup kencang. Bisa gue tunjukin pada Papa Devano sebagai bukti nih! Hmm, kenapa Devano gak langsung memperlihatkan vlog ini dengan Papanya yak?

"Tunggu..," Mocca mendesis, kalo dilihat tanggal vlog ini dibuat, sepertinya kejadiannya  dua hari sebelum Devano ditemukan tewas karena O.D, malam saat gue kecelakaan dan masuk ke tubuh Devano, Mocca mengerutkan kening.

Mungkin Devano sebetulnya ingin memberitau. Terlihat dari tindakan Devano memindahkan vlog itu dari handphone Bilqis ke dalam flashdisk. Tapi sayang takdir berkata lain, maut lebih dulu menjemput sebelum sempat Devano memberitau Papanya.

Mocca mengusap rambutnya. Tangannya semakin gemetar. Gue jadi curiga, bener kagak Devano mati karena O.D atau jangan - jangan justru sengaja dibuat O.D. Busyet! Jangan mikir yang serem - serem dulu, Mocca..

Pemuda itu kembali mondar - mandir,  gelisah, mengambil botol air mineral yang ada di kamarnya, kemudian ditenggaknya sampai habis, tapi ternyata itu tak bisa membuatnya tenang. Gue harus gimana? Flashdisk ini harus gue berikan pada Papa Devano. Ya besok, sebelum gue dibawa ke panti rehabilitasi, mudah - mudahan gue sempat ketemu Papa Devano. Mocca menyimpan flashdisk itu ke dalam saku celana panjangnya.

Mocca memandang foto Devano yang terpampang di dinding kamar. Maafkan gue, Bro. Gue gak  tau lo ternyata adalah Kakak kembar gue, 13 tahun kita terpisah gara - gara si Mami biadab itu, Mocca mengusap foto itu. Tenang Bro Devano, gue akan terusin perjuangan lo membongkar kejahatan Mami Helena. Gue janji, kematian lo gak akan sia - sia..

"Uukh!" Mocca kembali mendekap mulutnya, rasa mual luar biasa tiba - tiba datang lagi, ingin membuatnya muntah. Njir, kenapa sih gue? Makan apa ya tadi, kok mendadak jadi pengen muntah terus? Apa karena gue stress mikirin masalah Mami Helena yak? Si-sial!

Mocca tergesa memasuki kamar mandi,  karena tak dapat menahan rasa mualnya. Di depan wastafel, pemuda itu akhirnya memuntahkan segalanya. Keringat dingin mulai mengalir di seluruh tubuhnya yang menggigil, menahan rasa nyeri pada setiap sendinya. Anjir! Sakit banget! Dengan tangan yang semakin hebat bergetar, Mocca mengusap bibirnya, begitu gugup, a-apa yang terjadi dengan gue? Ke-kenapa gue jadi mual..

"Aaargh!! Hell! Gu-gue gak tahan lagi!" Tiba - tiba pemuda itu berteriak kencang. "Sakit banget! Sa - sakit!!"

Tampaknya tubuhnya tak dapat menahan lebih lama lagi, Mocca tidak tau, bingung, rasa menagih itu begitu kuat menyiksanya, entah terkena sakit apa dia sekarang, bagai kesetanan Mocca akhirnya berlari keluar kamar mandi,  menggedor - gedor pintu kamar, berteriak - teriak, mengumpat, menangis atau entah apa namanya, memanggil Papa Devano agar dibukakan pintu.

Aku Bukan DevanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang