Bab 19 : Begitu Banyak Masalah

580 90 0
                                    

"Tuan Devano, ini Bibik,"

"Bik Inah?"

BRUUK!!

Mocca terjatuh dari tumpukan barang yang sedang dinaikinya, karena terkejut. Pemuda itu terjengit kesakitan. Bik Inah, pelayan senior itu buru - buru menolong Mocca.

"Tuan tidak apa - apa?"

"Gak apa - apa, Bik, gue kan Naruto," Mocca cengengesan, bercampur kesakitan.

"Naruto?"

"Ah lupain, Bik. Btw kenapa Bibik ke sini?"

"Bibik bawakan makanan untuk Tuan, Bibik yakin Tuan belum makan. Ayo lekas di makan, mumpung Tuan Dirgantara sedang pergi," pelayan senior itu meletakkan baki berisi nasi berserta lauknya ke depan Mocca, saat mereka berdua duduk di lantai. Mocca tertegun melihat kebaikan wanita setengah baya itu.

"Te-terima kasih, Bik,"

Perutnya sangat lapar, tapi tubuhnya ternyata tak dapat menerima tampaknya, baru satu - dua suap, Mocca memuntahkan semua yang dilahapnya.

"Tuan? Tuan tidak apa - apa?" Bik Inah mau tak mau khawatir juga melihat Tuan Mudanya muntah - muntah. Cairan putih memenuhi makanan yang dimuntahkan pemuda itu.

"Maaf Bik, maaf, gak tau, kok gue rasanya mual banget!" Rintih Mocca. Bik inah menyodorkan sapu tangan pada Mocca saat melihat pemuda itu mengusap mulut sekenanya dengan punggung tangan. Mocca akhirnya hanya meneguk teh hangat yang dibawa Bik Inah, tapi lumayan membuatnya lega.

"Bibik panggil Dokter ya?" Tawar Bik Inah, tapi Mocca menggeleng, mata coklat mudanya memperhatikan pelayan senior itu membersihkan lantai gudang dari sisa makanan dan muntah.

"Bik, bantu gue keluar dari sini..," tiba - tiba Mocca berkata.

"Apa Tuan?"

"Keluar dari sini,"

"Kenapa Tuan? Nanti Tuan Dirgantara tambah marah dengan Tuan," Bik Inah gundah memandang Mocca. "Bibik rasa lebih baik Tuan turuti dulu kemauan Tuan Dirgantara.. "

"Plis Bik?" Mocca mengatupkan kedua telapak tangannya, memohon.

"Ta-tapi Tuan..,"

"Plis Bik, pliiiis?"

"Aduh bagaimana ya Tuan?"

"Papa gak akan tau, kalo Bibik yang udah bantuin gue keluar. Papa akan mengira gue keluar dari jendela!" Mocca menunjuk jendela yang sudah setengah terbuka dan tumpukan barang yang disusun Mocca untuk mencapai jendela. "Ntar Bibik kunci aja lagi pintu gudang, dan pura - pura gak tau, beres kan, Bik?"

Bik Inah menghela napas, tampak dilema antara rasa iba dengan Tuan Mudanya, dan takut kena marah Tuan Dirgantara. Tapi akhirnya pelayan itu mengizinkan juga Mocca kabur.

"Tenk kyu banget ya Bik! Gue gak akan lupa kebaikan Bibik!" Kata Mocca sambil sempat - sempatnya melemparkan kiss-bye dengan Bik Inah, walau masih terhuyung, dan menguatkan diri mengambil kunci motor dan helm yang ada di rumah besar itu, secara motor Kawasaki H2R-nya jelas, masih tertinggal di rumah Emak. Pemuda itu menaiki motor itu.

"Tu-tuan yakin udah kuat?" Bik Inah khawatir melihat kondisi Tuan Mudanya.

"Tenang aja Bik, bisa kok, kan gue Naruto!" Mocca cengengesan sok kuat.

"Naruto siapa, Tuan?"

"Ah, udahlah, gue pergi dulu, Bik!" Mocca menstarter motornya dan segera melesat keluar dari halaman rumah besar itu.

Untung iphone-ku gak disita Papa Devano, mungkin lupa, pikir Mocca begitu bersyukur, saat dia sedang melaju bersama motornya di jalan raya.

Ya Tuhan, sekarang gue bagusnya kemana yak? Gu-gue gak tau apa dampak selanjutnya dari suntikan Morphine itu di tubuh gue. Apa gue jadi ketagihan? Apa gue jadi sakit? Gue belom pernah sekalipun nyobain narkoba, Emak selalu ketat ngawasin gue. Berantem ato ketauan balapan aja, Emak udah gebukin gue pake sapu, apalagi nyobain narkoba, Emak udah menggal gue kale.

Aku Bukan DevanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang