Bab 31 : Mocca atau Devano?

645 84 4
                                    

"Di-dia Mocca, dia Mocca anak saya," mata Emak mulai berkaca - kaca, sementara Vava memeluknya. Pagi itu, di ruang tunggu ICU, Emak begitu gemetar, seolah tak sanggup berdiri lagi.

"Tak mungkin Bu, dia Devano anak saya! Ke-kenapa ibu berkata seperti itu?" Mama Devano mendekap mulut, terpana melihat Emak tiba - tiba mengakui Devano anaknya sebagai Mocca.

"Saya mendengar sendiri anak itu mengatakan bahwa dia Mocca, walau dia mengatakan dalam racauannya. Tapi orang yang meracau tidak mungkin berbohong kan?" Emak tetap berkeras mempertahankan.

"Mak, plis, Kak Mocca udah meninggal. Emak jangan membuat Vava sedih melihat Emak bersikap seperti ini," Vava berusaha menenangkan Emak. "Emak pasti salah dengar,"

"Tidak, Emak tidak salah dengar, Va, "

"Mungkin Ibu ini benar, dia bukan Devano," tiba - tiba sebuah suara menyentakkan semua yang tengah berdebat, dan menoleh. Amanda muncul.

"Apa?!" Mama Devano bagai shock mendengarnya.

"Apa maksudmu, Nak?" Papa Devano yang juga ada di ruang tunggu itu, ikut bertanya gusar.

Amanda yang datang bersama anak - anak Doppelganger dan Bilqis, hendak membezuk, menatap Papa - Mama Devano, juga Emak. Teman - temannya pun tampak terperangah mendengar kata - kata gadis itu.

"Sebelum kecelakaan, Devano mengatakannya pada saya, Tante, Om. Dia bilang dia bukan Devano," terang Amanda.

"Tapi bagaimana bisa? Jika yang terbaring di ruang ICU itu bukan Devano, lalu kemana Devano?" Papa Devano sulit mempercayai kata - kata Amanda.

"Saya tidak tau, Om, tapi sungguh, begitulah yang saya dengar,"

Percakapan yang tidak enak itu terhenti saat Dokter keluar dari ruang ICU.

"Tuan dan Nyonya Dirgantara? Anak anda sadar...,"

******

Mocca begitu surprise saat membuka mata, melihat wajah Emak dan Vava ada di sisinya. Dia juga terkejut melihat  Papa - Mama Devano juga ada, dan sedang memandanginya dengan wajah begitu muram. Bu-busyet pasti gue bakal disemprot karena kabur dari Rumah Sakit Jiwa. Pemuda itu mengeluh, dia juga melihat Amanda, Bilqis, dan sahabat - sahabat Doppelganger sedang mengelilinginya.

"Ada apa ya? Ada yang salah?" Mocca kebingungan juga akhirnya, dipandangi seperti sedang tertuduh sesuatu. Pemuda itu berusaha bangkit, walau kepalanya dirasakan masih berdenyut.

"Kak, hati - hati. Kakak baru saja sadar," Vava buru - buru membantu Mocca, yang tampak merintih memegangi kepalanya yang masih diperban.

"Oh Tuhan, ini tak mungkin! Ini mustahil" Bergetar suara Mama Devano, tak sanggup menahan diri. Mata wanita itu langsung berkaca - kaca.

"Angela, anak kita baru sadar," Papa Devano menyabarkan tapi Angela istrinya sudah terlanjur histeris, langsung mengguncang Mocca.

"Kamu jangan mempermainkan Mama! Kamu Devano kan?!"

"Aduh sakit, Ma, Ini memang Devano, kan?" Mocca meringis kesakitan, pemuda itu terkejut tiba - tiba diperlakukan seperti itu oleh Mama Devano. "Ke - kenapa Ma?"

"Wajahmu, matamu...Mana mungkin kamu bukan Devano!"

"Nyonya jangan kasar!" Emak spontan menarik Mocca dari pegangan Mama Devano yang histeris, sambil berurai air mata Emak memeluk Mocca seolah ingin melindungi. "Dia..Dia bukan Devano! Nak Amanda benar, dia Mocca anak saya!!"

"Emak? Mama?" Mocca tercengang melihat kedua ibu itu seperti sedang memperebutkan dirinya.

"Kamu Mocca anak Emak kan? Iya kan?" Emak memandang Mocca dalam pelukannya. "Kamu pasti Mocca,"

Aku Bukan DevanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang