Bab 28 : Perjuangan Mocca dan Dido

512 87 4
                                    

"Gue cuma ingin bahagia, Dev. Dan bahagia gue itu adalah bisa bersama dengan lo,"

"Maafkan gue..,"

"Kenapa?"

Mocca begitu gelisah, menatap Amanda yang seperti tak bisa menerima penolakannya.  Lalu gue harus gimana? Gue bukan Devano, haruskah gue menuruti keinginan Amanda? Kabur bersamanya, kemana? Trus ngapain gue dengan Amanda? Nikah? Set dah! Mocca mengusap rambutnya, galau. Plis Amanda,  jangan membuat gue bingung, lo emang cantik, gue suka, ta-tapi...Gue gak bisa...Gue belom siap nerima lo...Semua begitu mendadak buat gue, Mocca...Devano memberi gue PR begitu banyak...Elo, Bilqis...Dan gue masih harus menyelesaikan masalah gue dengan Mami Helena...

"Gue udah setengah mati ngebujuk Om dan Tante gue yang nampung gue di Yogya, agar ngizinin gue balik ke Jakarta, gue udah ninggalin bayi gue, semua demi bisa pergi dengan lo, Dev,"  mata Amanda mulai berkaca - kaca, membuat Mocca semakin gelisah."Tapi lo tiba - tiba ngebatalin pergi bareng gue, kenapa Dev? Bisa lo jelasin ke gue?"

"Gu - gue..,"

"A - atau lo udah punya yang lain, Dev?"

"Plis Amanda, gue bukannya gak mau...,"

"Bilang ama gue, Dev! Apa lo udah punya yang lain?!" Amanda mengguncang lengan Mocca. Air matanya mulai berlinangan.

"Gue gak punya yang lain, Amanda. Gue cuma mo nyelesein urusan gue,"

"Urusan apa?! Apa urusan itu lebih penting dari gue?! Hingga lo milih ngebatalin pergi dengan gue?!"

Mocca melepaskan tangan Amanda yang masih memegang lengannya. Yah elaah, kok jadi susah gini yak? Gue paling gak suka  kalo udah liat cewek nangis di depan gue..

"Lo..Lo berubah, Dev!" Nada suara Amanda mulai meninggi karena luapan emosinya. Mocca melirik anggota genk Doppelganger yang tampak terpaku menyaksikan mereka. Dido, Raffa, Guntur, plis bantuin gue, kenapa? Kok pada bengong semua sih?

******

"Yuk, Bro," Dido muncul, mengejutkan Mocca yang sedang melamun di kamar milik Dido. Mocca memang menginap di rumah Dido sejak kabur dari Rumah Sakit Jiwa.

"Eh iya, oke " Mocca terjengah.

"Mikirin Amanda, Bro?" Dido cengengesan melihat wajah muram Mocca, saat mereka berdua melangkah keluar rumah Dido. Hari itu mereka bermaksud mencari flashdisk yang berisi bukti kejahatan Mami Helena di rumah Devano. Walau mereka harus mencari waktu yang tepat,  saat Papa dan Mama Devano sedang tidak berada di rumah, agar tidak timbul masalah baru. Jelas, Mocca dalam status kabur sekarang.

"Ah, gak kok," Mocca berdusta, malas mengungkit - ungkit masalah Amanda di depan Dido. Tapi Dido tertawa dan menepuk bahunya, tau Mocca sedang berdusta.

"Tenang Bro, tadi malam Amanda nelepon gue, nanyain lo. Trus gue jelasin semua masalah lo dengan Tante Helena, gue bilang lo mungkin mo kelarin masalah itu dulu, bukannya gak mau pergi bareng dia. Kayaknya dia udah mulai bisa ngertiin lo, Bro."  Cerita Dido tanpa diminta, membuat Mocca menoleh, sambil mengangkat alis.

*********

Kedua remaja itu turun dari motor Dido. Mereka sengaja berhenti di belakang bangunan rumah keluarga Dirgantara yang besar itu. Mocca menyelinap masuk, sementara Dido bersiaga, menunggu di atas motor.

Gue harus ketemu Bik Inah mungkin. Cuma dia yang gue percaya, gak bakalan ngaduin kedatangan gue pada Papa dan Mama Devano, batin Mocca, saat mengawasi bangunan yang ada di halaman belakang rumah, tempat kamar para pelayan.

Sepuluh menit, Mocca menunggu, akhirnya Bik Inah lewat. Pelayan senior itu nyaris mati berdiri saat Mocca tiba - tiba muncul di hadapannya.

"Tuan Devano? Lho, bukannya Tuan..,"

Aku Bukan DevanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang