Dua puluh dua

1.5K 324 10
                                    


Jum'at, sabtu, dan minggu. Terhitung sudah tiga hari berlalu sejak Beomgyu bertemu dengan Taehyun di atap sekolah, tapi kalimat-kalimat yang di ucapkan Taehyun kala itu belum juga berhasil di usir oleh Beomgyu dari kepalanya.

Sudah tiga hari berlalu, seperti alunan musik dari daftar lagu di Spotify milik Beomgyu, suara Taehyun terputar terus menerus tanpa henti ditelinganya. Hanya saja, suara-suara itu tidak terdengar merdu sama sekali. Tidak hanya menyakitkan telinga, tapi juga seluruh badannya, terutama bagian hati Beomgyu.

Kala itu, Beomgyu memanfaatkan keadaan untuk meminta maaf pada Taehyun dengan benar. Saat itu Beomgyu akhirnya memberanikan diri untuk berbicara pada Taehyun.

Hari itu, di atap sekolah, di bawah langit malam dengan bintang-bintang bertebaran, dan ditemani angin yang terasa sejuk menyapa kulit, Beomgyu menggumamkan kata 'maaf'.

"Gue mau minta maaf," ucap Beomgyu. Kali ini dengan suara yang lebih berani meski kepalanya senantiasa menunduk.

Terdengar helaan napas. Taehyun yang berdiri tepat disebelah Beomgyu, menolehkan kepalanya. "Kenapa harus minta maaf untuk hal yang membuat hati senang?"

Mendengarnya membuat Beomgyu mengerutkan dahi karena kurang setuju dengan pertanyaan Taehyun. Laki-laki itu menggelengkan kepalanya sambil menggigit pipi bagian dalam. Katanya,

"gue minta maaf karena udah main-main sama perasaan lo. Gak ada yang menyenangkan dari permainan ini, Hyun. Gue menikmati waktu kita bersama tapi enggak dengan permainannya. Gue minta maaf karena udah nyakitin hati lo," ucap Beomgyu, sesekali matanya melirik Taehyun.

Kalimat itu terdengar tulus di telinga Taehyun. Memang tidak baik, menyimpan dendam dengan seseorang. Jika Taehyun memaafkan Beomgyu semudah Beomgyu menyakitinya, akankah harga dirinya akan dianggap begitu rendah?

Taehyun masih dengan iris hitamnya yang tak pernah lelah menatap Beomgyu yang juga tak lelah untuk senantiasa menunduk sambil menggigit bibir bagian atasnya. Ah... melihat itu, Taehyun jadi menginginkan permen coklat.

Ada kemarahan di iris hitam Kang Taehyun. Seolah ingin bertanya, kenapa Beomgyu bermain hati padanya?

Ada kesedihan di kedua mata Kang Taehyun. Seolah ingin bertanya, kenapa kisahnya dengan Beomgyu harus berjalan seperti ini?

Ada warna kecewa di mata Kang Taehyun. Seolah ingin bertanya, kenapa Beomgyu bisa dengan mudah menganggapnya seperti boneka yang senang di mainkan?

Kenapa harus Taehyun?

Apakah Taehyun sangat tidak pantas disandingkan dengan Beomgyu, sehingga semesta memberikan skenario seperti ini padanya? Menyakiti hati Taehyun lebih dulu, agar dirinya memilih menjauh atas kemauan sendiri?

Tiba-tiba, percakapan Taehyun bersama dua sahabatnya beberapa hari lalu terputar tanpa diminta seperti rekaman.

Taehyun kembali menghela napasnya, kali ini sangat berat. Melihat Beomgyu dari jarak dekat seperti ini telah menyadarinya akan suatu hal. Taehyun bukannya masih mencintai Beomgyu seperti yang dikatakan Renjun, melainkan, Taehyun 'memang' cinta dengan Beomgyu. Cinta itu terlalu besar hingga membenci pun tak mampu. Sebanyak apapun luka yang Beomgyu berikan dan seperih apapun luka itu, Taehyun tetap mencintai Beomgyu.

Bahkan umurnya belum legal, jika di pikir ulang maka kalimat tadi akan terdengar menjijikkan dan tentunya berlebihan. Tapi, semua kalimat itu adalah kebenaran.

Beomgyu akhirnya memberanikan diri untuk mendongakkan kepala, tepat saat matanya bertemu dengan iris lawan bicaranya, Taehyun mengalihkan pandangannya lalu berkata,

"enggak perlu. Ini salah gue. Gue yang salah karena nggak dengerin kata Renjun sama Kai. Seharusnya kita memang gak perlu kenalan. "

Pada akhirnya, kalimat itu yang terlontar dari bibir Taehyun. Ya, jika saja Taehyun tahu kisahnya dengan Beomgyu akan berakhir seperti ini, bukankah lebih baik jika dirinya tidak mengenal Beomgyu saja?

Turn Left | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang