Sembilan belas

1.5K 325 20
                                    

Buk!

Satu pukulan berhasil mendarat disudut kiri bibir milik Beomgyu begitu ia masuk ke ruang bermain milik Jeno.

Hyunjin mencengkram kerah baju Beomgyu yang kini justru menyeringai. Sementara teman-teman nya nampak terkejut namun tak berniat untuk melerai. Merasa bahwa, permasalahan ini milik mereka berdua saja.

Ekspresi ketiga teman Beomgyu tampak kecewa dan lelah, sehingga ingin membiarkan Hyunjin memukulinya untuk kali ini saja agar rasa kecewa mereka juga tersalurkan. Tidak peduli pada ceramah Mama Beomgyu maupun Karina disuatu hari nanti, atau mungkin amarah dari Papa Beomgyu, Taeyong atau bahkan Yeonjun.

Bagi mereka, satu pukulan pun tak cukup untuk menyadarkan Beomgyu. Teman kesayangan mereka. Bayi besar dalam pertemanan mereka. Yang selalu dijaga dan dilindungi. Jika yang lain boleh nakal, maka Beomgyu tetap harus jadi anak yang baik. Sebab pangeran adalah panutan, bukan?

"Gue udah bilang, kan? Udah saatnya wajah tampan dan cantik ini pergi." Hyunjin berkata dengan tangan yang masih setia mencengkram kerah baju Beomgyu.

"Hyunjin!"

Tepat saat pukulan lainnya mendarat ditempat yang hampir sama, suara Felix terdengar. Felix memejamkan matanya kemudian menghela napas, niatnya ingin mencegah Hyunjin untuk memberikan pukulan selanjutnya namun gagal.

Mengabaikan Felix, Hyunjin pun berkata pada laki-laki dihadapannya yang entah menatap kearah mana. Tidak menunduk maupun menatap lurus Hyunjin yang siap dengan kalimat-kalimatnya.

"Apa maksud lo, Gyu? Lagi coseplay jadi orang bajingan, hah? Lo kasih harapan ke Taehyun tapi lo jadian sama Ryujin. Apa gak cukup sakitin Taehyun aja? Kenapa harus mempermalakan Ryujin segala? Apa gak cukup kalau cuma disakitin-"

"Gue keren kan-"

Plak!

Pipi kanan Beomgyu terasa panas sekali. Niatnya membalas tatapan Hyunjin, malah mendapat tamparan yang tentu—sangat menyakitkan. Niatnya ingin menyeringai, mengejek Hyunjin, bilang kalau dirinya lebih keren. Bukannya tepuk tangan, Beomgyu justru mendapatkan tamparan. Sekarang baru Beomgyu sadar, ia sangat bodoh. Reaksi Hyunjin melebihi ekspektasi nya, reaksi Jeno, Haechan dan Felix tentu tak pernah ia duga hingga sampai seperti ini.

"Gua gak pernah mempermalukan perempuan-"

"Cuma kasih harapan terus ghosting! Lo bangga?" Beomgyu menyela ucapan Hyunjin. "Itu bukan prestasi Hyunjin!"

"Gue lakuin semua ini karena lo, Hyunjin." Suaranya terdengar penuh penekanan. "Lo sendiri kan yang bilang, kalau bermain dengan  hati orang sangat menyenangkan." Hyunjin terlihat menyisir kasar rambutnya kebelakang.

"Gue lakuin semua ini demi lo, Hyunjin."

Kali ini suaranya terdengar lirih dan bergetar. Terlihat pula air mata yang siap menelusuri pipinya yang terlihat merah. Sementara Hyunjin menggigit pipi bagian dalamnya, tak lagi ingin menatap Beomgyu. Jadi, semua ini salahnya?

"Gue gak mau punya teman bajingan, makanya gue minta lo berhenti tapi lo pura-pura tuli. Tadinya gue mau pergi, kemudian gue sadar."

Hyunjin membalas tatapan Beomgyu. Dilihatnya air mata itu benar-benar siap untuk terjatuh.

"Mungkin sebaiknya gue yang harus menyesuaikan diri, jadi bajingan sama-"

Plak!

Lagi. Beomgyu mendapatkan tamparan lagi, kali ini tak hanya terasa sakit tapi juga terasa basah. Ternyata air matanya sudah luruh.

"Gak harus dengan cara kayak gini, Beomgyu," ujar Haechan.

Beomgyu mendengus. Ditatapnya Haechan dengan berani. "Gue udah minta baik-baik, Chan! Udah gue minta berkali-kali supaya dia berhenti dengan permainan konyolnya. Dia gak dengar. Hyunjin gak mau dengerin gue! Dia gak mau dengerin kita!"

Turn Left | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang