Chapter - 16. First Day to Stay Away

121 21 1
                                    

HAPPY READING 📖

------------------------------------------

Di kantor, Richard lebih banyak termenung. Diam seperti tak bergairah dan tujuan dalam hidup. Ia menggosok matanya. Kantuk tiba-tiba menyerang dan ia ingin bolos sehari untuk pulang. Biasanya pagi-pagi ia sudah mengerjai Andrea. Sekarang? Ah, hidup ini membosankan, bukan?

Berhenti mengingat Andrea, Rich! rutuknya keras. Ia memukul kepalanya kemudian menggaruknya seakan pasrah menjauhi Andrea. Andrea adalah cinta pertama, namun juga patah hati terberat pertama. Kenyataan kemarin membuat ia masih tak percaya. Ia tak mau mempercayai, sayangnya itulah bukti yang teramat jelas.

Ia berdiri lalu keluar dari ruang divisi hendak ke kantin. Hal yang paling ia benci kini adalah, harus melihat Andrea berduaan dengan Matthew. Mungkin ini adalah cobaan terbaru, kan? Ia harus kuat. Ia tidak boleh lemah karena Andrea. Ia tidak boleh dikontrol oleh Andrea karena mereka tidak akan menyatu sampai kapan pun.

"Rich!" Hampir memasuki kantin, ia menoleh, mencari asal suara yang beberapa kali mulai tak asing.

"Ya?" Richard menaikkan sebelah alis kemudian tersenyum cerah. "Kenapa, Amber?"

Amber menggaruk tengkuk, agak malu. Ia menyodorkan selembar uang kepada Richard. "Ini uang kemarin yang kupinjam. Maaf kalau aku mengganggu."

Richard terkekeh. "Untuk apa meminta maaf? Lagi pula uang kemarin itu untukmu. Kau tidak perlu mengembalikannya."

Amber semakin menunduk malu. Berhadapan dengan Richard benar-benar butuh perjuangan. Kedua temannya sengaja memanggil Richard untuk menggodanya. Ginny dan Nova tahu ia menyukai Richard, itulah sebab mereka selalu menantangnya untuk mendekati Richard. Kejadian di pesta waktu itu, semua disebabkan oleh kedua temannya. Untung saja Richard tidak marah atau parahnya memaki di saat itu.

"Tapi kita, kan, belum mengenal jauh. Bagaimana bisa kau memberikan uangmu pada orang asing?" cicit Amber, semakin malu saat ia menyadari Richard mendekat. Aroma woody langsung menusuk hidung, membuat suasana rileks. Bodohnya ia langsung terbayang bagaimana tidur di dada itu dan terus menghirup wanginya. Ah, sialan!

"Anggap saja aku berderma dan menolong. Kau pergunakan uang itu untuk makan, kan? Ya, tidak apa memberikan siapa pun dana untuk mengisi perut." Terasa rambutnya diacak lembut. Amber mendongak, dihadiahi senyum manis Richard. Seperkian detik, ia merasa akan mati. Tak pernah ia bayangkan bisa berdiri dekat dengan Richard dalam waktu sedekat ini. Tak pernah terpikirkan reaksi bersahabat Richard yang semakin membuat ia menyukainya. Pria ini benar-benar idaman.

"Te-terima kasih."

Richard mengangguk mantap lalu berkata, "Baiklah, aku ke kantin, ya. Simpan saja uangmu."

Amber mengangguk kaku. Ia melotot saat Richard hendak pergi. Cepat-cepat ia menarik pergelangan tangan Richard dan langsung mencetuskan apa yang ada di otaknya. "Kutraktir! Kebetulan aku juga mau makan!"

Richard tampak mengerutkan dahi sedikit, namun tak berlangsung lama ia tertawa lagi. "Ah, baiklah. Kau pasti sungkan, kan? Ayo, aku menerima tawaranmu agar kesungkananmu berakhir."

Amber menahan napas. Richard berbalik menggenggam tangannya. Ia membuka sedikit bibir saking syok, bahkan tak menyangka Richard melakukannya. Ia meneguk ludah kemudian mengulum senyum.

"Aku mau kentang goreng," kata Richard setelah berada di depan booth merah.

Amber mengangguk. "Dua kentang goreng, Miss."

Pemilik booth sekaligus penjual mengangguk lalu menerima uang yang mereka sodorkan.

"Ayo, aku akan mentraktirmu milk buble. Kau mau?"

Unexpected Destiny ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang